Hidayatullah.com–Terburu-buru, Hawwa al-Khawaja dan putrinya Khawla turun dari bus ketika bus berhenti di pintu masuk desa yang pernah menjadi rumah mereka.
Khawaja tua berdiri menyambut mereka yang tiba dengan bus-bus berikutnya, sama seperti ia dulu menyambut para tamu yang datang ke desanya saat masih belia – sebelum tahun 1948.
“Selamat datang, selamat datang ke al-Thahiryeh,” kata wanita berusia 90 tahun itu. “Kami minta maaf karena tidak punya rumah untuk mengundang Anda berkunjung,” kutip Aljazeera.
Sejak 1948, tidak ada rumah ataupun penduduk di desa al-Thahiryeh yang telah hancur itu. Desa ini terletak di tenggara Kota al-Lydd.
Tahun lalu, serdadu Zionis mengusir keluarga-keluarga Palestina yang tinggal di desa tersebut, kemudian menghancurkan setiap incinya.
Al-Thahiryeh merupakan salah satu dari 500 desa yang mengalami nasib sama dalam apa yang dikenal dengan pembersihan etnis terhadap sedikitnya 800.000 warga Palestina.
Rabu (28/03/2018) lalu, Hawwa al-Khawaja kembali ke al-Thahiryeh untuk kali pertama, tapi hanya selama beberapa jam.
Sebagai bagian dari insiatif yang diluncurkan Filastiniyat –sebuah organisasi non-pemerintah Palestina– sekelompok pengungsi lansia dari Tepi Barat terjajah dan dari dalam wilayah-wilayah Palestina terjajah 1948 diberi kesempatan untuk memenuhi impian mereka kembali ke desa-desa mereka yang telah binasa di sekitar al-Lydd. Mereka berusia sekitar 70 dan 95 tahun.
Perjalanan ini direncanakan bertepatan dengan Hari Tanah – yang menandai hari ketika penjajah Zionis memerintahkan perampasan besar-besaran terhadap tanah milik warga Palestina di wilayah yang diklaim sebagai ‘Israel’, pada 30 Maret 1976.
Dalam demonstrasi yang menentang aksi penjajah Zionis itu, pasukan ‘Israel’ menembak dan menewaskan enam warga Palestina.
Peristiwa ini dipandang sebagai lanjutan operasi militer pembersihan etnis yang ‘Israel’ telah lakukan terhadap warga Palestina sejak 1948 hingga hari ini.
Ketika Hawwa dan sekelompok pengungsi Palestina itu mencoba melintasi pos pemeriksaan ‘Israel’ pertama untuk bisa masuk ke al-Thahiryeh, para serdadu Zionis menolak untuk mengizinkan mereka lewat.
Kemudian mereka pergi ke pos pemeriksaan lainnya di sebelah utara Ramallah dimana mereka ditanyai dan diperiksa selama berjam-jam sebelum akhirnya mereka diizinkan lewat.
Mengenakan pakaian tradisional Palestina baru yang diberikan anaknya pada Hari Ibu (dunia Arab merayakannya pada 21 Maret), ia mengatakan ia hampir kehilangan asa untuk bisa sampai ke desanya.
Namun, mereka berhasil lewat dan pergi ke desa-desa dimana mereka tumbuh dewasa.
Satu-satunya bukti yang Hawwa temukan tentang rumahnya yang pernah ada di al-Thahiryeh adalah satu pohon besar.
Pembantaian di Al-Lydd
Mereka tidak bisa menahan air mata mereka ketika mendengar Hawwa mengucapkan selamat datang pada mereka ke tanah yang kosong. Mereka berkumpul di dekat Hawwa dan putrinya Khawla, penasaran ingin mendengarkan lebih banyak tentang sejarah desa tersebut.
Hawwa adalah ibu dari tiga anak, dan nenek dari 17 cucu. Selama beberapa saat, ia mengingat kembali bagaimana ia saat muda, wanita bertubuh langsing yang tinggal di al-Thahiryeh.
Ia berjalan tergopoh-gopoh dari satu tempat ke tempat berikutnya, berbicara mengenai bagaimana al-Thahiryeh pernah menjadi tempat pemberhentian truk-truk komersial yang menuju al-Lydd. Itulah yang membuat desa tersebut bereputasi baik –dikenal karena kesejahteraan ekonominya dan kaya akan tanah pertanian.* >> klik (Bersambung)