Hidayatullah.com—Otoritas ‘Israel’ pada hari Senin (01/03/2021) menghancurkan sebuah rumah dua lantai milik keluarga Palestina di lingkungan Yerusalem Timur yang diduduki Issawiya. ‘Israel’ berdalih bahwa rumah tersebut tidak memiliki izin bangunan, Middle East Eye melaporkan.
Muhammad Abu al-Hummus, seorang penduduk Issawiya dan aktivis lokal, mengatakan kepada Wafa News bahwa sejumlah kendaraan militer ‘Israel’, buldoser dan tentara memberlakukan penjagaan di sekitar rumah Hatem Hussein Abu Rayaleh, dekat pintu masuk timur tetangga, sebelum menghancurkan rumah warga Palestina itu.
Rumah Abu Rayaleh dihancurkan untuk keempat kalinya sejak 1999, menurut Wafa. Pemiliknya lumpuh sebagian selama pembongkaran ketiga rumahnya pada tahun 2009, ketika dia jatuh dari ketinggian dan tulang punggungnya patah.
“Kemana kita harus pergi? Kemana [harus] anak-anak kita pergi? Mereka ingin mengambil semua tanah dan merebutnya,” penduduk Issawiya mengungkapkan protesnya.
‘Israel’ membuat hampir tidak mungkin bagi warga Palestina untuk mendapatkan izin bangunan, sementara pemerintah ‘Israel’ merencanakan dan memperluas permukiman di Yerusalem Timur dan Tepi Barat yang diduduki secara teratur.
Seorang penduduk Issawiya mengatakan kepada media lokal: “Inilah yang diinginkan [Israel]… Mereka membangun dan memperluas permukiman dan kemudian mengusir [Palestina]. Kemana kita harus pergi? Kemana [harus] anak-anak kita pergi? Mereka ingin mengambil semua tanah dan merebutnya.”
Pada bulan November, kelompok hak asasi ‘Israel’ B’Tselem menerbitkan sebuah laporan yang mengungkapkan bahwa penghancuran ‘Israel’ atas properti Palestina telah mencapai titik tertinggi dalam empat tahun, membuat ratusan warga Palestina kehilangan tempat tinggal di Yerusalem Timur dan Tepi Barat.
Angka terbaru adalah statistik tertinggi sejak 2016, ketika jumlah penghancuran rumah memecahkan rekor menyebabkan 1.496 warga Palestina kehilangan tempat tinggal.
Pembongkaran rumah oleh Zionis, dengan alasan kurangnya izin bangunan, secara luas dipandang ilegal menurut hukum internasional. OCHA, kantor kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa, telah meminta negara Yahudi untuk menghentikan praktik tersebut.*