Hidayatullah.com–Bank Dunia melaporkan bahwa sumber daya air di Baitul Maqdis dan Jalur Gaza ‘semakin langka’ atau dengan kata lain sebagian besar air tidak layak minum.
Husam Abu Sa’da, kepala gubernur pertanian Khan Younis, mengatakan bahwa penyalahgunaan pasokan air tanah oleh Israel telah menyebabkan air tanah yang lebih murni diisi ulang dengan air laut yang asin dan merusak.
Menurut perkiraan PBB, 96 persen air minum di Gaza terkontaminasi limbah dan air laut. Hal ini diperparah dengan blokade 14 tahun ‘Israel’. Blokade Zionis tidak memungkinkan pasokan bahan dan peralatan utama yang dibutuhkan untuk menghasilkan air layak minum, masuk ke dalam Gaza, lansir Palestinian Info Center.
Sumber utama air Gaza adalah akuifer, tetapi Bank Dunia pada tahun lalu memperingatkan bahwa 97 persen air tanah tidak dapat diminum. Penggunaan akuifer yang berlebihan telah memungkinkan air laut, yang sebagian besar tercemar oleh limbah yang diolah sebagian atau tidak selama bertahun-tahun, meresap ke dalam air bawah tanah, meningkatkan kadar salinitas dan kontaminasi.
Beberapa warga Palestina di Gaza yang berada, mengandalkan air kemasan impor dan kelas menengah yang semakin berkurang memiliki pemurni air di dapur mereka. Tetapi dengan separuh penduduk, satu juta orang, hidup di bawah garis kemiskinan, satu-satunya solusi yang tersisa adalah membeli air dari truk yang berkeliling Jalur Gaza sepanjang hari. Namun, dua pertiga dari air ini sudah terkontaminasi saat dikirim, menurut badan anak PBB UNICEF.
Gaza membutuhkan lebih dari 200 juta meter kubik air setiap tahun. Para ahli melihat desalinasi air laut sebagai solusi yang paling layak. Tiga pabrik desalinasi yang didanai oleh komunitas internasional, termasuk PBB dan Uni Eropa, menghasilkan sekitar 13 juta meter kubik air per tahun. Proyek yang paling ambisius adalah membangun fasilitas desalinasi sentral berkapasitas 55 juta meter kubik di tahun mendatang.
Kekurangan listrik akut yang disebabkan blokade Zionis ‘Israel’ menjadi ciri kehidupan di Gaza selama 14 tahun terakhir telah menjadi rintangan besar untuk menyelesaikan krisis air. Untuk setiap pabrik desalinasi, pembangkit listrik tenaga surya harus dibangun.*