Hidayatullah.com–Kepala Biro Politik Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) Ismail Haniyah menegaskan bahwa al-Quds (Baitul Maqdis) akan menjadi titik poros untuk mewujudkan kemenangan besar dan pembebasan tanah Palestina. Hal tersebut disampaikan Haniyah dalam pidatonya pada Forum Ilmiah Internasional Ketiga pada peringatan pembakaran Masjid al-Aqsha.
“Pertempuran Saif al-Quds adalah pintu gerbang menuju pembebasan. Pertempuran al-Quds merupakan titik balik penting dalam perjalanan konflik dengan penjajah Israel, titik balik yang akan meninggalkan dampak mendalam pada runtuhnya pendudukan Israel,” ujarnya. Dia menambahkan, “Allah telah membimbing kita untuk mengambil keputusan untuk mempertahankan Masjid al-Aqsha dan al-Quds pada waktu dan cara yang tepat selama pertempuran Saif al-Quds.”
Dia menjelaskan bahwa pertempuran Saif al-Quds membawa semua orang ke tahap yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah konflik dengan penjajah Israel. Dia menyatakan bahwa selama pertempuran Saif al-Quds, perlawanan Palestina berhasil menggagalkan strategi militer yang diadopsi oleh tentara pendudukan Israel selama beberapa tahun terakhir.
Haniyah menegaskan bahwa al-Quds (Baitul Maqdis) tidak bisa jatuh selama ada jiwa yang berjihad, pemimpin terpercaya, orang-orang yang bersiaga, dan umat yang masih terikat dengan kibat pertamanya. Dia menegaskan bahwa konflik dengan pendudukan Israel di tanah Palestina bukanlah konflik perbatasan, melainkan konflik eksistensi, dan merupakan konflik agama dan ideologi.
Dia menjelaskan bahwa Saif al-Quds membuktikan bahwa opsi perlawanan adalah opsi strategis untuk pembebasan Palestina, bukan negosiasi atau pengakuan. Dia menyatakan bahwa opsi negosiasi telah menghasilkan lebih banyak kebingungan yang menyesatkan dan pelaksanaan proyek-proyek permukiman Yahudi, serta membunuh semangat perlawanan di Tepi Barat, dan menghasilkan kerjasama keamanan dengan pendudukan Israel.
Kepala biro politik Hamas ini mengatakan bahwa ketika rakyat Palestina memutuskan untuk membela Bab al-Amud dan kampung Syaikh Jarrah, mereka ingin menegaskan bahwa jalan terpendek menuju pembebasan adalah perlawanan menyeluruh, terutama perlawanan bersenjata di Tepi Barat, Gaza, al-Quds, wilayah pendudukan tahun 1948 dan diaspora. Dia menegaskan, tidak mungkin persatuan dapat dicapai dengan mengorbankan al-Quds, atau mengorbankan konstanta, atau mengorbankan hak-hak rakyat Palestina. *