Hidayatullah.com–Bekerja di perusahaan besar di Jepang, gaji wah, fasilitas lengkap dan istimewa. Namun semua itu ditinggalkan. Ia memilih pulang ke Indonesia lalu merintis usaha sendiri dari nol.
Itulah Kaharuddin Djenod Daeng Manyambeang (48), ahli desain kapal tingkat dunia. “Saya ingin pulang dari Jepang sejak awal berangkat dari Indonesia. Itu sudah jiwa saya,” tegasnya.
Perusahaan yang dirintis Kaharuddin bergerak dalam bidang desain kapal. Inilah perusahaan desain kapal pertama di Indonesia yang didirikan swasta.
Pelan tapi pasti, perusahaan itu terus tumbuh. Ratusan kapal telah lahir dari perusahaan yang didirikan sejak 2005 ini. Kini perusahaannya menjadi terbesar di Asia Tenggara.
Tahun 1991 Kaharuddin terbang ke negeri sakura mengikuti program beasiswa BJ Habibie. Niat awalnya hanya untuk kuliah S-1 jurusan Perkapalan. Begitu menjelang lulus, merasa ilmunya masih kurang, ia melanjutkan S-2. Belum cukup juga, lanjut S-3 di Universitas Hiroshima.
“Saya baru sadar di S-2 dan S-3, ilmu yang saya pelajari makin menyempit, bukan meluas,” kata Mahasiswa Terbaik Studi Perkapalan se-Jepang tahun 1997 ini.
Setelah meraih gelar doktor di bidang arsitektur perkapalan, pria kelahiran Surabaya 14 Maret 1971 ini masuk industri galangan kapal di Jepang. Beberapa perusahaan pun menawar dengan iming-iming gaji besar. Kaharuddin memilih perusahaan galangan kapal tanker terbesar di dunia, Shin Kurushima Dockyard.
Hebatnya, pria yang sejak kecil hobi menggambar ini mengajukan syarat khusus ke perusahaan. Dan bukan gaji. Lantas apa?
Dosen terbang di beberapa perguruan tinggi ini menjelaskannya kepada Cholis Akbar dan Bambang Subagyo dari Hidayatullah.com, dalam obrolan mengasyikkan di Jakarta dan Surabaya. Selain kisah sukses, ia juga menggambarkan masa kecilnya yang susah.
Anda salah satu mahasiswa yang dikirim Habibie untuk sekolah ke Jepang, bagaimana ceritanya?
Sejak tahun 1980-an, Pak Habibie membuat program beasiswa untuk menyaring lulusan SMA Indonesia. Saringannya sangat ketat. Di angkatan saya, ada 30-an anak.
Tujuan program Habibie ini untuk melahirkan SDM-SDM tangguh dan ahli masa depan. Untuk mengisi PT PAL, PT DI (Dirgantara Indonesia), dan sebagainya. Meskipun pada kenyataannya saat kembali, badan pengelola industri strategis itu bubar oleh kepentingan asing yang tidak menginginkan kita untuk mandiri.
Anda pernah bekerja di perusahaan kapal terbesar di dunia dengan memberi syarat. Boleh tahu syarat yang Anda minta?
Bukan syarat gaji. Saya harus masuk ke semua lini desain dalam proses pembuatan kapal, dari A sampai Z. Biasanya, hal itu tidak diperbolehkan. Tapi mereka menerima syarat saya itu. Nah, di masing-masing bagian itu saya serap ilmunya.
Kok syarat Anda bisa diterima?
Saya telah mempunyai sistem yang saya bangun selama 12 tahun. Yaitu bagaimana membangun kapal yang optimal, efisien, dan canggih. Shin Kurushima Dockyard bisa menggunakan sistem itu.
Kapal tanker itu harganya sangat mahal, bisa mencapa trilyunan rupiah. Dengan menggunakan sistem ini, ongkos pembuatannya bisa hemat sampai 10 persen. Misal kapal seharga 1 trilyun, kalau memakai sistem saya, bisa hemat 100 milyar. Itu keuntungan sendiri.
Keuntungan bagi saya, karena sejak S-1 sampai S-3 belum bisa menguasai itu semua sampai mendalam, ketika mendapatkan kesempatan maka saya bisa “mencuri” teknologi yang sangat sulit. Bahkan hingga kini, pemerintah Indonesia belum bisa “mencuri” satu teknologi dari Jepang atau negara lain. Selama 2 tahun bekerja di sana, desain kapal dari A sampai Z saya tahu semua.
Indonesia pernah dicanangkan menjadi poros maritim dunia. Pendapat Anda?
Meski baru rencana, pencanangan itu sudah suatu kemajuan. Paling tidak akan mengubah mindset kita dari negara agraris menjadi negara maritim.
Untuk menjadi poros maritim dunia, secara natural memerlukan waktu lama, 25 tahun ke depan. Saya tidak terlalu mengharapkan dalam masa jabatan 5 tahun presiden bisa menyelesaikan sekian banyak. Itu harapan terlalu tinggi. Faktanya, pemerintahan kini fokusnya tidak jadi negara maritim. Kalaupun ada gerakan ke arah sana, itu gerakan parsial.
Masyhur dalam sejarah tentang kapal Nabi Nuh AS. Sebagai ahli kapal, apa pendapat Anda?
Di Jepang saya punya perpustaaan mini. Suatu hari saya membaca Surat Hud ayat 38: “Dan mulailah Nuh membuat kapal. Dan setiap kali pemimpin kaumnya berjalan meliwati Nuh, mereka mengejeknya. Berkatalah Nuh, “Jika kamu mengejek kami, maka sesungguhnya kami (pun) mengejekmu sebagaimana kamu sekalian mengejek (kami).”
Cerita kapal Nabi Nuh ini sejak kecil kita dengar. Masa iya sih cuma gini saja, apa tak ada rahasianya? Saya kemudian membaca banyak tafsir.
Di Tafsir Ibnu Katsir misalnya diceritakan, Nabi Nuh membangun kapal ini sampai 100 tahun. Bayangkan. Setiap hari, umatnya yang ingkar itu mencaci maki.
Ketika itu, Nabi Nuh hanya mendapat perintah sederhana, “Wa yaṣna’ul-fulka.” Bangun kapal ini!
Sementara kita, diperintah dengan banyak perintah, masih saja bertanya. Nabi Nuh diperintah satu (itupun bagi kebanyakan orang mustahil bisa dilaksanakan). (Membuat kapal) di atas gunung, dan ketika itu besi belum ditemukan. Hanya batu dan kayu. Masya’ Allah.
Dan ada satu lagi rahasianya.
Apa itu?
Anda tahu film Titanic? Di film kapalnya kelihatan besar. Panjang 273 meter. Kapal induk Amerika Abraham Lincon panjangnya antara 300-400 meter. Tapi itu tidak ada apa-apanya dibanding kapal Nabi Nuh.
Di tafsir disebutkan, panjangnya 1000 hasta. Orang dulu hastanya panjang. Jika hasta orang sekarang, ambil saja ½ meter, kali 1000, berarti panjangnya 500 meter, melebihi kapal induk.
Malam itu setelah baca, saya merinding tidak bisa tidur. Saya tahu banyak soal kapal, dari ukuran sampai jenisnya. Tetapi tidak pernah bisa membayangkan dahsyatnya kapal Nabi Nuh.*
Tontong video: Kisah Saudagar China Masuk Islam di sini