Sempat ditutup selama 1 tahun karena wabah pandemi Covid-19, kini kegiatan I’tikaf di Masjid Jami’ Al-Azhar Mesir dibuka kembali, para mu’takif berduyun-duyun
Hidayatullah.com | BULAN Ramadhan merupakan bulan yang istimewa. Bulan yang memiliki banyak keutamaan di antara bulan-bulan lainnya, utamanya lagi terletak pada 10 malam terakhir bulan Ramadhan.
Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Ummul mukminin Aisyah R.A : “Ketika memasuki sepuluh akhir Ramadhan, Nabi fokus beribadah, mengisi malamnya dengan ibadah, dan membangunkan keluarganya untuk ikut ibadah,” (HR: Al- Bukhari).

Di bagian terakhir bulan suci Ramadhan ini juga waktu diturunkannya malam Lailatul Qadar yang dimana malam tersebut lebih baik daripada seribu bulan. Maka wajar jika akhirnya orang orang berbondong-bondong melakukan fastabiqul khairat (berlomba lomba dalam kebaikan) dan juga beribadah kepada Allah SWT.
Di negeri perantauan yang bernama Mesir ini sangat terasa sekali nuansa 10 hari terakhir di bulan suci Ramadhan. Salah satunya adalah menjamurnya iktikaf bersama di masjid-masjid.
Terhitung dari malam tanggal 21 Ramadhan waktu Kairo, orang-orang sudah mulai tertuju kepada masjid masjid. Beberapa masjid ada yang menyediakan sarana iktikaf selama sepuluh hari terakhir.

Jadi, masjid juga menyediakan beberapa kebutuhan pokok orang yang beriktikaf selama berada di masjid seperti karpet yang nyaman, minuman yang tersedia di setiap sudut masjid, dan tak ketinggalan juga maidaturrahman, istilah untuk menu berbuka puasa.
Masjid Jami’ Al-Azhar Kairo Mesir yang terletak di pusat kota Kairo ini selain mengadakan kajian intensif selama bulan Ramadhan, juga merupakan salah satu contoh masjid yang kembali menyelenggarakan kegiatan iktikaf selama sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan.
Pasca ditutupnya kegiatan iktikaf selama 1 tahun lebih karena wabah pandemi Covid-19 yang merajalela pada tahun lalu silam. Kegiatan yang dilakukan para mu’takif (orang yang beriktikaf)selama di masjipun macam-macam.

Intinya adalah meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah mereka. Ada sebagian mu’takif (orang yang beriktikaf) yang memperbanyak membaca Al-Qur’an, ada yang mengerjakan shalat sunnah dan ada juga yang memulai dengan muroja’ah durus (mengulang kembali pelajaran), tak sempat dengan hal itu semua ada yang dari mereka duduk merenung mengevaluasi diri di pelataran masjid sambal mengucapkan istighfar, takut sang tamu tak kembali untuknya lantaran usia dan kepala yang sudah mulai memutih.
Fakta menariknya, untuk lebih memuliakan dan meghidupkan suasana sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan, Jami’ah Azhar mengadakan shalat tahajud yang dilakukan secara berjamaah dengan jumlah delapan rakaat. Dimana setiap rakaatnya sang imam membaca satu halaman lebih dari satu juz Surat Al-Quran.
Selesai dari itu, di sepertiga malam terakhir Masjid Jami’ Al Azhar kembali ramai dengan suara bacaan Al-Quran. Suasana perlombaan beribadah seperti ini sudah membudaya di Mesir setiap tahunnya.
Ibadah iktikaf ini sudah berubah menjadi tradisi, tidak hanya warga pribumi orang Mesir itu sendiri yang melakukannya tapi juga wafidin (pendatang) dari berbagai belahan dunia seperti Inggris, Denmark , Indonesia, Malaysia dan Thailand dan negara negara lain lain pun turut serta meramaikan iktikaf di Jami’ Al-Azhar.*/ Usama Nabhan Asshidqy, mahasiswa Al-Azhar Mesir