KONFLIK yang terjadi di Suriah antara pemerintah rezim dan rakyatnya menimbulkan banyak korban dari pihak rakyat sipil.
Memasuki tahun keempat tragedi ini, sudah ratusan ribu orang telah tewas ditangan tentara rezim Bashar al Ashaad dan jutaan lainnya dipaksa mengungsi meninggalkan kampung halamannya.
Negara-negara tetangga menjadi tujuan pelarian mereka, seperti Yordania, Libanon, Iran, Turki bakan di beberapa negara Asia, seperti Thailand dan Malaysia.
Belum lama ini, tim 11 Hilal Ahmar Society Indonesia (HASI) berangkat ke Kota Mersin, Turki, untuk melakukan misi medis. Sebelumnya HASI juga bertugas di Rumah Sakit Lapangan (RSL) Salma. Di tempat ini, HASI mengadaan sarana dan prasarana medis yang dibutuhkan korban konflik.
“Kami membuat Rumah Sakit ataupun poliklinik, memenuhi kebutuhan obat-obatan bagi rakyat Suriah,” ujar seorang relawan HASI.
Sebagaimana diketahui, Mersin merupakan salah satu kota di bagian selatan Turki, tepatnya di Provinsi Turki. Kota ini dikenal sebagai kota wisata dengan keindahan pantai dan laut mediterania membentang di hadapannya, yang menarik banyak wisatawan mancanegara untuk datang mengunjunginya.
Kota yang memiliki luas wilayah 1.772 KM 2 ini dihuni oleh lebih dari 900.000 penduduk pada tahun 2010. Tiga jam perjalanan kami tempuh dari Anthakiya ke kota ini dengan menggunakan kendaraan roda empat.
“Di Kota Mersin kami mendapati ada sebuah poliklinik yang baru beroperasi dua bulan,” ujar relawan HASI.
HASI mendapat bantuan dana dari kaum Muslimin di Inggris, hingga mampu menyewa ruko tiga lantai untuk disulap menjadi ruang praktek kedokteran. Hanya dalam perjalanannya yang bahkan belum seumur jagung, bantuan ini mulai tersendat, alasan klasik; dikhawatirkan dana bantuan umat Islam untuk saudaranya tersebut digunakan untuk membantu aksi-aksi terorisme.
Poliklinik Mersin ini menangani lebih dari 300 ribuan rakyat Suriah yang mengungsi, melayani dan mengobati mereka dengan cuma-cuma alias gratis.
Setiap harinya tidak kurang dari 150 orang datang untuk berobat, tentu jumlah yang tidak sedikit untuk memberikan pelayanan gratis kepada mereka. Klinik ini dilengkapi tiga tenaga dokter spesialis, spesialis penyakit dalam, spesialis anak dan spesialis gigi serta tujuh orang perawat. Kebutuhan yang harus mereka tanggung setiap bulannya mencapai angka 25.000 USD. Angka yang tidak terlalu besar untuk sebuah operasional rumah sakit mungkin, tapi sangat besar bagi satu kaum yang terlantar.
“Saat ini semua rakyat Suriah sedang dalam keadaan membutuhkan, keluarnya mereka dari tanah kelahirannya secara paksa, kehilangan sanak keluarga dan kerabat yang dicinta, raibnya semua harta benda yang mereka miliki dan harus memulai hidup dari nol dalam keadaan tidak pasti, membuat mereka menjadi satu kaum yang amat memerlukan bantuan dari saudaranya.
Konflik yang belum kelihatan akhirnya ini membuat kondisi mereka juga tidak dapat diprediksikan ke depannya,” ujar relawan HASI.
Bahkan kunjungan HASI di sebuah Poliklinik di Mersin, Turki disambut dr Thariq Abu Ahmad, yang kebetulan menjabat direktur klinik.
Seorang warga negara asli Suriah menggunakan bahasa Arab fashih menyampaikan ucapan terimakasih atas kedatangan warga Indonesia ini.
“Ternyata dari negeri nun jauh di sana, masih ada yang mau peduli dengan keadaan saudara Suriah,” dalam ungkapan penuh kebanggaan dan rasa syukur.
Thariq menceritakan bahwa rakyat Suriah yang melarikan diri dari kekejaman rezim Asad dikota ini mencapai 300 ribu, bahkan hampir mencapai 400 ribu, karena gelombang pengungsi dari Suriah setiap hari semakin bertambah. Dan kebutuhan mereka setiap harinya harus diperhatikan karena keberadaan mereka di negara Turki tidak sebebas ketika berada di negeri sendiri, semua serba terbatas dan memiliki toleransi waktu.
“Dan usaha kami mendirikan poliklinik ini dalam rangka mengambil salah satu peran tadi (yaitu pelayanan kesehatan) untuk membantu menyelesaikan masalah kesehatan mereka. Maka kami memberikan pelayanan seratus persen gratis untuk mereka,” lanjut Thariq.
Saat ini ada sekitar 300 ribu rakyat Suriah di Mersin. Sebuah angka yang seharusnya cukup untuk membangun sebuah kota dan menghidupi dirinya sendiri. Tapi apa daya, tempat tinggal mereka saat ini bukanlah tanah airnya, yang dapat dengan mudah mengurus keperluan administrasinya. Status mereka saat sebagai pengungsi sangat terbatas untuk dapat mensejahterakan hidupnya.
Tak ada bidan wanita
Setiap harinya lebih dari 150 pasien mengantri untuk mendapat pelayanan medis gratis. Tiga Poli yang mereka miliki, yaitu Poli Penyakit Dalam, Poli Gigi dan Poli Anak, tidak dapat memenuhi perawatan kesehatan semua pasien yang datang, salah satu penyebabnya adalah karena terbatasnya bantuan yang mereka miliki.
Dana pembangunan Poliklinik awalnya disuplai penuh oleh sebuah LSM dari Inggris bernama Lifeline Help, sebuah LSM bidang kemanusiaan dan medis. Belakangan bantuan agak tersendat untuk poliklinik ini. Sehingga tim medis poliklinik ini memutuskan untuk membatasi dokter-dokter spesialis selain untuk menekan anggaran, juga memaksimalkan peran paramedis yang sudah ada.
Poliklinik Mersin hanya memiliki tiga dokter spesialis, lima perawat, satu petugas keamanan dan dua petugas kebersihan. Sebelas orang inilah yang bekerja untuk mengurusi rakyat Suriah yang datang untuk mengeluhkan kesehatan mereka.
Pengeluaran yang diperlukan untuk mereka setiap bulannya mencapai 7000 USD. Adapun keperluan lain bagi poliklinik ini, diperlukan 12000 USD untuk obat-obatan, 1500 USD untuk listrik, 1200 USD untuk sewa ruko dan lainnya hingga sampai 25000 USD.
“Sudah ada dokter wanita yang kami miliki, tapi belum bisa kami pekerjakan di poliklinik ini karena keterbatasan dana yang kami miliki untuk menggajinya, kami fokuskan maksimalisasi poli yang ada daripada menambah poli yang justru akan menambah beban kami dan membuat pekerjaan lain berantakan,” ujar Thariq.
Donasi cukup besar yang harus mereka penuhi setiap bulannya memerlukan perhatian lebih dari umat Islam.*/kiriman Asr,