Hidayatullah.com | KOTA Surabaya 2019 di mana aku harus memulai seuanya serba sendiri. Dengan pengalaman yang sangat minim kuberanikan merantau di kota ini.
Untuk mencari pekerjaan bukanlah hal yang mudah. Apalagi untuk membiasakan diri makan sekali sehari semata agar bisa meneruskan hidup.
‘’Nak, Bapak cuma ada uang segini, tapi bapak harap kamu bisa kuliah,’’ demikian pesan bapak yang selalu kuingat.
Yang ada di pikiranku kala itu bagaimana caranya agar bisa bekerja mendapat uang dan bisa kuliah, sesuai keinginan kedua orangtuaku. Setelah menghubungi beberapa teman yang ada di kota ini dan berkeliling menembus panas menusuri jalan jalan besar tanpa hasil apapun.
Hampir ada rasa putus asa ingin nyerah tapi masih ada rasanya malu sama Allah. Saya percaya, Allah tudaj akan menguji hambanya di luar batas kemampuaanya.
Setelah beberapa hari ikhtiar, rupanya ada teman yang mengabari, bahwa ada pekerjaan buat aku. Alhamdulillah, terimakasih ya Allah. Sungguh usaha dan do’a benar-benar tidak mengkhinati hasil.
Baca: Mapan Tapi Kok Tidak Tenteram?
**
Babak pertama hidup baru kumulai. Aku bekerja, sambil melanjutkan studi di salah satu perguruan tinggi Islam di kota Surabaya. Rasa cemas dan khawatir mulai muncul. Wajar saja karena jarak antara kampus dan tempat kerjaku sangatlah jauh. Sedangkan aku belum memiliki kendaraan pribadi.
Kembali kupikirkan cara agar aku bisa ke kampus tepat waktu dan tidak memakan biaya yang besar. Akhirnya aku memilih jasa angkutan umum namun setelah melihat rute menuju kampus, sangatlah memakan waktu.
Aku mencoba memakai ojek online. Tapi setelah kuhitung-hitung selama sebulan kelihatannya hal ini bukanlah pilihan yang tepat. Ternata biaya yang dikeluarkan sangatlah besar sementara aku harus membayar daftar ulang dan uang gedung.
Terbesit dibenakku kelihatannya tidak memungkinkan untuk melanjutkan kuliah, namun lagi-lagi pesan bapak selalu menempel di telingaku. “Ya Allah kepadamu aku serahkan, hanya Enkau yang mengatur semua urusan yang ada di muka bumi ini,” sembari kupejamkan mata.
Beberapa hari masalah keuangan sudah mulai aku lupakan. Aku mulai fokus berkerja. Seperti biasa aku shalat Dzuhur di masjid. Setelah dzikir tiba tiba ada yang menyapa, ’’Mas, gimana kuliahnya?,” katanya.
Baca: Keberkahan Datang Gara-gara Infaq Rp. 20.000
Oh ya, sebelumnya aku pernah cerita ke beliau tentang kesibukan saya, bekerja dan memulai kuliah.
’’Alhamdulillah pak, semua lancar,’’ kataku.
“Oh, iya mas, uang daftar ulang dan semuanya berapa?’’ tanyanya lagi, sambil aku hanya jawab seadanya.
Beliau kemudian menyuruhku datang ke rumahnya. Setelah obrolan singkat itu, aku kembali berdiri dan menunaikan ba’diyah Dzuhur dua roka’at sebelum meninggalkan masjid.
Sorenya aku berkunjung ke rumah beliau. Dengan ramah aku dipersilahklan duduk. Kami ngobrol santai, dalam suasana asyik dan hangat. Maklum, beliau adalah tipe pria yang ramah dan baik pula.
Baca: Titik Balik Seorang Bartender
Tidak lama kemudian aku pamit pulang karena waktu sudah menjelang Magrib. Beliau kembali berpesan untuk tetap melanjutkan kuliah. Yang mengejutkan, beliau menyisipkan sejumlah uang yang cukup besar, katanya untuk membayar semua adminitrasi kuliah.
“Ya Allah ya Rabb. Alhamdulillah untuk yang kesekian kalinya, bahwa Engkau tidak akan mentelantarkan hambanya di muka bumi ini.”
Aku tak mampu menahan tangis, melihat keajaiban demi keajaiban hebat dalam hidup ini. Selagi kita benar-benar mau berusaha, tetap mengiringi dengan do’a serta tidak putus asa, insyaAllah akan selalu ada kejutan-kejutan yang luar biasa dari Allah buat kita.
Alhamdulillah sampai sekarang aku masih melanjutkan studiku di Surabaya. Sekali lagi, dengan usaha, do’a dan dorongan orang orang hebat dalam hidupku, serta tak pernah putus asa dari rahmat Allah dan berprasangka baik kepadaNya, insyaAllah saya yakin permasalahan apapun bisa diatasi. Termasuk segala macam ujian dan cobaan bisa akan kita lalui, amin.*/Azzam Dianul Haqq