SELALU ada yang ketiga dalam hubungan kita, sayang.
Jangan lupakan itu.
Tidak mungkin kita pungkiri apalagi hindari,
Meski aku mencintamu.
Meski bersamamu terasa sangat bahagiakanku.
Namun aku tak berani menjanjikan akan berapa lama ada untukmu.
Sebab yang ketiga akan datang dalam kehidupan kita.
Karenanya, sayang.
Saat aku memintamu menutup aurat dengan sempurna sesuai tuntunan Nya; taatilah.
Kala aku mengajakmu memperbanyak ibadah kepada Nya; ikutilah.
Jika aku menasihatimu untuk senantiasa mentaatiku dalam kebaikan; dengarkanlah.
Bila aku mengingatkanmu untuk menjauhi segala perbuatan dosa; patuhilah.
Ketika aku mengharap kerelaanmu untuk mendidik anak kita sesuai tuntunan al-Qur’an; laksanakanlah.
Pun sebaliknya, sayang.
Ketika aku mulai terasa acuh dan malas berdakwah pada umat,
Ketika aku terlihat jarang membaca dan mentadabburi al-Qur’an,
Ketika shalat berjamaah di masjid sudah jarang kulakukan,
Ketika panggilan azan dari sang muazzin sudah tak lagi menjadi prioritas utamaku,
Ketika bermunajat di malam-malam yang sepi sudah jarang atau malah tak pernah lagi kulakukan,
Ketika anak kita teramat sering kuabaikan,
Ketika keempat orangtua kita sudah lama tak kuperdulikan,
Ketika gadget dengan segala pernak-perniknya kuberi porsi lebih banyak daripada membersamaimu,
Ketika bersendiri lebih kusukai daripada bercengkerama denganmu,
Ketika nafkah lahir batinmu tak kuberikan dengan layak,
Ketika pandangan mata dan batinku sudah tidak lagi melulu pada engkau yang halal bagiku,
Ketika kau dapati suamimu ini meraup pundi-pundi pemasukan yang tak halal lagi thayyib untukmu, dan anak-anak kita,
Ketika kesibukan duniawi mulai merampas hak ukhrawi yang semestinya kutunaikan,
Ketika kau mendapatiku tenang berbuat dosa tetapi minim melakukan amalan,
Ketika kau menemukanku dalam maksiat; mengaku cinta Ilahi tapi larangan Allah tak kujauhi,
Ketika aku yang seharusnya menjadi imammu malah terasa seperti bebanmu.
Ketika itu…
Ah, sayang. Maafkan aku atas segala hal yang mungkin terjadi.
Ketika itu…
Ingatkanlah aku, ingatkanlah aku mengapa Allah mengirimmu ke sisiku.
Tegurlah aku dengan lembut dan menyentuh hati, sebab aku pun manusia biasa, muara bagi salah dan dosa.
Memang benar, aku adalah imammu, yang diberi amanah untuk membimbing dan mengarahkanmu.
Tapi bukankah kita sama-sama tahu, istriku,
Seorang imam shalat berjamaah di masjid pun butuh makmum yang membenarkan bacaan al-Qur’annya di saat ia lupa dan keliru.
Nasihati aku dengan hikmah, sebab hatiku bukan batu.
Sedangkan batu yang sedemikian keras itu pun sanggup berlubang oleh tetesan air, apatah lagi hatiku yang Allah ciptakan dari komponen yang lunak?
Bantulah aku, berjalanlah di sampingku, dan jangan mengacuhkanku.
Ya, sebab akan ada yang ketiga; yang nantinya datang sekehendak-Nya.
Meski kita sama-sama mencinta, hingga rasa hati tak ingin berpisah meski sekelip mata.
Namun akan datang hari dimana ia akan merampasku darimu.
Dan juga mengambilmu dari sisiku.
Maka jangan siakan sedetik, dua detik waktu yang Allah beri.
Hiduplah disisiku sepenuh hatimu seakan esok bagi kita tiada.
Seakan kebersamaan bagi kita hanya tersisa hari ini.
Seakan aku akan segera pergi, atau engkau yang akan segera pulang.
Dengan begitu semoga setiap detik yang berdetak kini kita penuhi dengan melakukan amal shaalih dan ketaatan, dengan sepenuh cinta.
Itulah hari dimana “kematian” akan merampasku dari sisimu,
Dan mengambilmu dariku.
Hanya soal waktu, sayang.
Hanya soal waktu.
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلا مَتَاعُ الْغُرُورِ
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan…” (QS. Ali ‘Imran [3]: 185).*/ Roidatun Nahdhah, ibu rumah tangga di Yogyakarta