“PAK Khotib, siap?” Sunaryo berseru kepada rekannya, Mukhotib. Subuh hari, ambulans yang dibawanya meninggalkan klinik Islamic Medical Service (IMS), Jl Bekasi Timur, Jatinegara, Jakarta Timur.
Sunaryo dan Mukhotib selaku sopir dan pendamping ditugaskan oleh klinik milik sebuah lembaga kesehatan itu. Keduanya berangkat menuju sebuah rumah duka di Cilangkap, Depok, untuk menjemput jenazah keluarga dari salah seorang dai. “Semoga kita selamat sampai tujuan!” Sunaryo berdoa sembari melajukan ambulansnya.
Dalam perjalanan, tidak ada kemacetan atau gangguan apapun, semua berjalan dengan lancar. Sunaryo tampak sehat dan bersemangat seperti biasanya. Begitu juga dengan Mukhotib, tidak ada yang berbeda.
Di tengah perjalanan, tiba di Jl Raya Setu Cikampek, Sunaryo merasa pandangannya gelap, kepala pusing, perut mual. Ia pun muntah.
Belum sempat menghentikan kendaraan, ia sudah kehilangan kesadaran. Ambulans yang dibawanya pun tak terkontrol, lalu menabrak kendaraan di depannya. “Braakk!!”
“Sopir ambulance IMS, Bapak Sunaryo, diduga kena serangan jantung mendadak. Mobilnya mengalami kecelakaan di jalan saat mau menjemput jenazah keluarga Ustadz Hanafi. Beliau adalah salah satu sopir yang mengantar jenazah almarhum Ustadz Hasan Rofidi ke Surabaya,” pesan singkat yang informasinya bermula dari Mukhotib itu langsung tersiar ke segenap orang-orang di lingkungan kerja Sunaryo.
Mendengar kabar duka tersebut, sejumlah karyawan lembaga kesehatan itu langsung menyusul ke lokasi kecelakaan untuk memberi pertolongan. Sunaryo yang sudah kehilangan kesadaran langsung dibawa ke klinik terdekat.
Namun, karena peralatan medis di sini tidak memadai, dokter menyarankan agar Sunaryo dirujuk ke rumah sakit. Saat itu juga ia segera dibawa ke RS Jatisampurna, Bekasi.
Sesampainya di sana, dokter telah memberikan kode plus, yang menandakan jika Sunaryo, dalam usianya 54 tahun, telah berpulang. Sekitar pukul 05.00 WIB, semua yang mengantar ke RS tertunduk merasa berduka. Mereka telah kehilangan sesosok penting yang telah membantu perjalanan lembaga tersebut sejak awal berdirinya tahun 2008.
Sebelumnya, menurut Mukhotib, Sunaryo ternyata memang memiliki penyakit diabetes melitus yang merupakan penyakit lama yang ia derita. Penyebab meninggalnya almarhum diduga karena diabetes. Mungkin juga dia memiliki penyakit komplikasi.
Kejadian serupa pernah terjadi beberapa bulan lalu. Namun dalam keadaan yang berbeda. Yaitu saat Sunaryo duduk santai di pelataran warung miliknya, yang berada tepat di depan klinik IMS. Saat itu tiba-tiba almarhum pingsan tidak sadarkan diri.
Kini klinik itu kehilangan orang penting yang telah berkontribusi besar dalam berbagai kegiatan. Di mata para karyawan, almarhum adalah sosok yang selalu siap ditugaskan kapan saja, ke mana saja, dan dalam berbagai kegiatan sosial.
Mulai dari banjir ibukota Jakarta, sampai berbagai bencana alam di seluruh Indonesia. Ia siap meluangkan waktu untuk mengantar tim medis yang bertugas. Selain itu, tidak pandang waktu, ia selalu siap berangkat ditugaskan untuk mengantar jenazah ke mana pun.
Sebagai contoh lagi. Sempat, suatu ketika, kala itu pukul 01.00 WIB pagi dinihari. Ada orang yang membutuhkan jasa ambulans. Karena sangat mengenal almarhum, masyarakat sekitar langsung meminta bantuannya. Malam itu juga Sunaryo berangkat mengantarkan jenazah ke wilayah Solo, Jawa Tengah. Itu hanya salah satu kisah kebaikan almarhum. Masih banyak lagi kenangan baik tentang dirinya.
Baru beberapa minggu yang lalu, Sunaryo mengantarkan jenazah salah seorang dai ormas Islam yang dimakamkan di Surabaya. [Baca: Anggota Dewan Mudzakarah Hidayatullah Ustadz Hasan Rofidi Berpulang]
Kini “si pengantar itu diantar” pulang ke kampung halamannya. Sesuai harapan keluarga agar suami, ayah, kakek mereka ditempatkan kembali ke tempat dimana ia dilahirkan. Mungkin bagi mereka kampung halaman adalah tempat kembali terbaik untuk terakhir kalinya.
Sosok Tak Kenal Pamrih
Almarhum adalah pria yang murah senyum, humoris, dan tidak kenal pamrih. Semasa hidup, ia membesarkan anak-anak dengan berbagai pekerjaan yang telah ditekuni. Mulai dari sopir angkutan umum di Jakarta, sopir truk barang antar kota, membuka warung kopi kecil-kecilan, hingga akhirnya bekerja menjadi sopir ambulans.
Pukul 17.00 WIB, jenazah sudah sampai di rumah duka, Kelurahan Pekajangan, Gang 7, RT 4/2, Kedungwuni, Kabupaten Pekalongan, Jateng. Suasana duka dan tangis kehilangan menyambut kedatangan jenazah.
Mereka berusaha tabah merelakan pria periang yang tak pernah marah, selalu menebarkan senyuman, pekerja keras, serta pahlawan bagi keluarganya itu.
“Selamat jalan ‘Pak Yo’!” Sapaan akrab terakhir ini kami lepaskan dengan air mata. Namun kami harus tetap tabah menerima takdir.
“Terima kasih atas perjuangan serta jasamu selama ini. Terima kasih karena selalu siap meluangkan waktu dan tenaga untuk membantu orang banyak, terima kasih. Semoga semua kebaikanmu dibalas oleh Allah dengan surga yang pantas, serta diampunkan segalanya dosa-dosamu. Aamiin. Selamat jalan ‘Pak Yo’!”.* Afriansyah, petugas IMS