Hidayatullah.com– Izin Allah, lebaran kali ini (1 Syawal 1440H), dikaruniai pengalaman pertama Khutbah Id di Masjid Rumah Tahanan Kelas II B Balikpapan, Kalimantan Timur, Rabu (05/06/2019).
Menyebut Masjid Rutan tentu beda dengan masjid atau mushalla, dan lapangan yang umum dipakai masyarakat berlebaran.
Rutan punya suasana khas tersendiri. Di ruang dalam, jalannya berkelok-kelok. Tidak luas sebenarnya tapi tertata rapi. Itu kesan yang tampak.
Selebihnya penuh dengan pemandangan besi. Iya. Jeruji besi ada di mana-mana di dalam Rutan. Mulai dari pintu gerbang, pintu lorong, blok, sampai jendela ruangan semua berlapis besi.
Bahkan ada satu pintu putar, yang jika di mall atau hotel berbintang, terbuat dari kaca mengilap. Di dalam Rutan pintu putar itu juga berbahan besi semua.
Tiba di masjid tempat khutbah, semuanya juga dikelilingi besi. Mungkin tinggal podium saja yang terbuat dari kayu. Atau atap dan lantainya yang bukan besi.
Saya tiba di Rutan pukul 06.00. Memang sengaja datang lebih awal. Selain lebih menenangkan hati panitia dan jamaah, juga bisa menguatkan konsentrasi sebelum khutbah.
Dari kejauhan, beberapa warga binaan (istilah buat penghuni tahanan Rutan) tampak masih ramai berkerumun mandi.
Mereka ramai-ramai mandi di depan blok. Di pojok itu ada semacam shower yang sengaja dipasang. Mereka berbaris sambil telanjang dada. Tak ada yang melekat di badannya kecuali pakaian dalam saja.
Sesekali seperti berebut air. Ada juga bergantian sabun mandi dan bertukar pasta gigi. Meski dari jauh, tapi bekas-bekas tatto masih terlihat di sebagian badan warga binaan itu.
Baca: Banjir 2 Meter di Bontang, Warga Tetap Shalat Id, sebagian Mengungsi & Kerja Bakti
Soal jadwal khutbah di Rutan, sebenarnya ada anekdot kecil. Kabarnya ada request khusus dari pengurus masjid di Rutan.
Mereka berharap, khatib yang diutus adalah yang bisa melarungkan hati para tahanan. Meluruhkan kelalaian dan kesalahan. Serta menjadikan mereka benar-benar taubat dan menyesali perbuatannya.
“Wah, yang bisa bikin menangis tahanan ya sipir saja itu,” canda seorang kawan.
Tak banyak komentar. Cukup dengar dan taat saja. Ini prinsip yang terbetik ketika mendapati nama saya yang terjadwal di tempat “angker” itu.
“Kalian adalah dai. Kalian datang bukan karena undangan pribadi. Tapi amanah untuk mencerahkan umat. Berangkatlah dan tebar senyum di Hari Senyum Sedunia ini.”
Bersyukur bisa mendapati pembekalan khatib singkat itu. Diadakan sehari sebelum Hari Raya.
Kalau tidak, apalah arti khatib yang diutus. Modal ilmu tak punya. Apalagi berharap dengan kualitas Ramadhan yang didapat.
Lalu kenapa angker? Iya. Demikianlah propaganda media selalu memberitakan dan film-film menayangkan. Kebanyakan suka mengangkat soal kriminalitas di penjara. Tawuran, penyiksaan hingga aneka macam kejahatan ada di sana.
Alhamdulillah. Kehendak Allah, meski para tahanan tinggal di jeruji besi. Hati-hati mereka masih sebening kaca. Bukan terbuat dari besi. Apalagi besi penuh karat.
Buktinya, tak sedikit yang meneteskan air mata saat doa penutup. Sebagian masih terduduk sendu di pojok ruangan. Ada juga yang tumpah saat bersalaman bersama saudara seiman seperjuangannya.
Kebanyakan mereka mengaku lalai, terjebak emosi sepintas serta syahwat sesaat. Kini mereka hanya bisa berharap. Ada kerabat dan saudara yang menjenguk mereka. Sekadar ingin meminta maaf dan dimaafkan. Sambil tersenyum dengan keluarga yang dicintainya. Menikmati Hari Kemenangan ini.* Kiriman Masykur Suyuti, dai di Balikpapan