Hidayatullah.com–Malaysia lebih makmur ketimbang Indonesia. Tak perlu data jelimet untuk membuktikan. Dari lapangan udara saja sudah kelihatan. Di Bendara Soekarno Hatta Jakarta nampak gubuk-gubuk di sebelah landasan pacu. Beda dengan Bandara Internasional Kualalumpur. Dari atas nampak hijau. Makin dekat makin kelihatan bahwa hijau itu kebun sawit, sumber devisa yang melimpah bagi Malaysia. Dan sepertinya bandara ini memang berada di tengah-tengah kebun sawit.
Begitu masuk ruang bandara serasa berada di mall mewah. Bukan saja dingin dan lantainya mewah, tapi juga tersedia berbagai toko yang menjajakan macam-macam barang. Di ujung tempat belanja tersebut, terlihat hutan kecil. Hutan jati itu berada di luar dinding kaca. Kalau melihat ke arah hutan itu, ruangan bandara seperti berada di tengah hutan.
Selain hutan, ada pula kereta api. Setiap penumpang yang hendak mengambil bagasi atau keluar ruangan bandara mesti naik kereta api. Gratis. Sekitar lima menit perjalanan sampailah di pintu imigrasi. Di sediakan sepuluh lebih loket tempat ceking paspor.
Tapi saya tertarik dengan ruangan sebelah. Saya pernah dengar ada pintu tersendiri untuk para TKI. Ternyata benar. Mungkin ada seratus lebih calon TKI. Semuanya laki-laki.
Dilihat dari orang dan cara berpakaiannya, mereka kelihatannya dari desa. Berkulit hitam kusam dan berseragam kaos yang kusam pula. Mereka lalu disuruh duduk di lantai.
Sementara beberapa orang berdiri. Mereka inilah yang saya lihat memberi perintah sana sini. Saya sempat membaca tulisan yang ada di kaus para calon TKI: nama sebuah PT dan asal daerahnya, Lombok, NTB.
Mudah-mudahan saat pulang ke Indonesia nanti, mereka membawa ringgit yang cukup untuk anak dan istrinya yang telah setia menunggunya. Amien
Kemakmuran Malaysia juga terlihat di jalan-jalan. Hampir semua jalan di Kualalumpur mulus dan lancar. Ada memang kemacetan, tapi hanya di beberapa titik. Itupun tak seberapa, tidak separah Jakarta.
Bedanya lagi, kalau di Jakarta dan kota-kota lain di Indonesia, yang menjadi raja jalanan adalah sepeda motor karena saking banyaknya, di Malaysia justru mobil yang menjadi rajanya. Sepeda motor hanya ada satu dua. Bukannya tidak boleh, melainkan mereka lebih suka bawa mobil. Maklum, hampir setiap keluarga punya mobil.
Menariknya lagi, di antara mobil-mobil yang berseliweran di jalan banyak yang buatan dalam negeri sendiri. Malaysia cukup sukses dengan program mobnasnya (mobil nasional).
Tidak seperti di Indonesia, yang tak pernah serius bikin mobnas. Padahal sumber daya ada dan pasarnya juga sangat besar.
Di Malaysia, ada dua merek yang terkenal, yaitu Perodua dan Proton. Mobil rakitan dua pabarik itulah yang beredar di jalan, sama banyaknya dengan mobil buatan Jepang dan Eropa. Terutama Perodua lebih disukai rakyat negeri jiran. Tampilan mobilnya mirip Avanza dan Xenia, tapi sedikit lebih kecil. Hanya cukup untuk empat orang.
“Dengan uang Rp 90 juta kita sudah bisa menikmati mobil baru,” kata Ustad Miftahuddin Kamil yang sudah lama tinggal di Malaysia.
Kapan ya kita bisa menikmati mobil karya bangsanya sendiri?
Pemerintah Malaysia, setidaknya di Kualalumpur, sudah berhasil menciptakan angkutan umum yang nyaman dan murah. Bis dan kereta api yang menjadi angkutan dalam kota. Tentu juga taksi.
Semua bis full AC. Sopirnya sopan-sopan, tidak ugal-ugalan kayak sopir metro mini di Jakarta. */Bambang S