Hidayatullah.com–Bagi orang-orang luar yang terpengaruh media, mereka memandang Hamtramck, Michigan, sebagai contoh perselisihan agama dan rasial di Amerika Serikat. Pada November, kota itu menjadi kota pertama di AS yang anggota dewan terpilihnya mayoritas Muslim.
“Dalam banyak jalan, Hamtramck merupakan kehidupan kecil dari ketakutan yang mencengkram bagian negara ini sejak ISIS menyerang Paris,” demikian Washington Post melaporkan sesaat setelah pemilihan usai.
Tetapi walikota kota tersebut, Karen Majewsi, memandangnya berbeda. Bagi dia, Hamtramck bukanlah kehidupan kecil ketakutan, tetapi “sebuah kehidupan kecil ideal Amerika”.
“Apa yang tidak saya lihat adalah bentuk ketakutan akan terorisme, atau kepanikan umum yang bermain dalam sebuah cerita nasional yang saya kira media nasional mencoba untuk memasukkan Hamtramck ke dalam itu,” ujar Majewski mengatakan pada Middle East Eye (MEE), Rabu (17/02/2016).
Kota berukuran 2,2 mil persegi – yang padat penduduk itu dikelilingi oleh Detroit – yang dikenal karena karakter Katolik Polandia, tetapi pada 30 tahun terakhir Hamtramck (dibaca Ham-tram-ick) telah menarik ribuan imigran dari Yaman (sekarang mencapai 14 persen dari populasi), Bangladesh (15 persen) dan Bosnia (5 persen).
Instansi dan tempat-tempat di Hamtramck merupakan bukti dari keragamannya – toko grosir Yaman dan Asia Selatan, toko makanan dan roti Polandia, bar-bar untuk pemuda punk dan kedai minuman kota bagi pekerja otomotif, dan, tentu saja, restoran yang melayani beberapa makanan, kebanyakakan makanan daerah negara itu.
“Peningkatan dari Muslim di sini telah terbukti membuat pergi beberapa penduduk dari kota yang telah lama dikenal suka menari, bir, kue paczki dan paus,” tulis Washington Post.
Tetapi bagi Mayor Majewski, yang merupakan keturunan Polandia, pernyataan seperti itu merupakan penggambaran yang salah dari realita kehidupan di Hamtramck.
“Saya kira dulunya terdapat sepasang cerita yang dekat dalam mencocokkan kami. Pernyataan umum Fox News, pernyataan Donald Trump, langit runtuh dan Muslim mengambilalih cerita negara ini,” kata dia pada MEE.
“Dan kemudian terdapat semacam cerita yang mereka ingin beritahukan tentang masyarakat itu sendiri bahwa kami takut akan tetangga kami, saat itu terjadi kepanikan umum di Hamtramck, dan itu mengisyaratkan kota yang berbeda ke depannya.”
Majewski mengakui bahwa beberapa penduduk lama merasa tidak mudah menerima fakta bahwa Hamtramck yang mereka kenal dan mereka cintai berubah dari yang dilalui nenek moyang dan orang tua mereka, tetapi dia mengatakan bahwa perubahan itu berasal dari cara media nasional menggambarkan kegelisahan.
“Saya tentunya tidak mencoba untuk mengabaikan dan menolak perbincangan dan kegelisahan seperti itu yang orang-orang rasakan, tetapi saya kira mereka telah mendapat pengertian yang salah dari orang luar,” dia mengatakan pada MEE.
“Bahkan orang-orang yang mengartikan dan gelisah bahwa Hamtramck tidak seperti seharusnya, tidak tinggal di museum nenek (mereka) … cobalah bertanya pada orang-orang yang sama, ‘Jadi, apa yang Anda sukai dari Hamtramck?’ dan salah satu yang mereka selalu katakan adalah ‘keragaman,’ mereka suka berada diantara orang-orang dari seluruh dunia.”
Hukum Syariah di Hamtramck?
Selama tiga bulan terakhir, anggota dewan kota Hamtramck yang Muslim mengatakan mereka telah ditanyai terus-menerus oleh media apakah mereka akan melakukan penerapan syariah atau hukum Islam di Hamtramck. Bagi mereka, itu pertanyaan yang lucu.
“Pertanyaan (terbesar) yang aku dapatkan dari organisasi media adalah, ‘Oh, apakah kalian akan mencoba untuk membawa hukum Syariah?’” ujar anggota dewan berdarah Amerika-Yaman yang baru saja terpilih Saad al-Masmari mengatakan pada MEE.*/Nashirul Haq AR (BERSAMBUNG)