Hidayatullah.com– Kalau (masing-masing) menuruti perasaan, rasanya tidak ada pekerjaan yang bisa selesai. Sama halnya jika selalu mengedepankan rasa iba dan kasihan, mungkin tidak ada pekerjaan yang jadi. Sebab kita semua cenderung begitu. Senang kalau kumpul-kumpul terus dan bersama-sama selalu.
Ibarat buah yang baru saja dipetik, untaian nasihat emas ini masih segar dalam ingatan KH Abdurrahman Muhammad, Pemimpin Umum Hidayatullah.
Nasihat yang berasal dari Allahuyarham KH Abdullah Said, tokoh pendiri Hidayatullah tersebut diakuinya sering diulang-ulang sebagai pengingat diri, termasuk dalam memotivasi para santri, guru, atau dai yang hendak mengemban amanah dakwah.
“Jadi dua kali saya itu dipanggil menghadap, diajak cerita dan berdialog oleh Allahuyarham,” cerita Kiai Abdurrahman mengenang. “Saya rencana ditugaskan ke Irian waktu itu,” lanjutnya sambil tersenyum mengingat-ingat kembali momen penugasan dirinya, puluhan tahun silam.
Sepenggal kisah nostalgia tersebut di atas disampaikan pada forum silaturahim dan Pra Raker 2022 Yayasan Tahfizh al-Qur’an Ahlus Shuffah, Balikpapan, Kalimantan Timur, Selasa (04/01/2022). Turut hadir dalam acara tersebut Badan Pembina, Pengawas, serta Pengurus Yayasan Ahlus Shuffah.
Penugasan demikian itu, sambung Kiai Abdurrahman, pasti terasa berat, tapi inilah amanah dakwah. Sedih, karena memang akan terpisah dengan saudara dan teman. Padahal semua orang suka kondisi nyaman dan kumpul-kumpul. “Memang tidak jadi kalau mengikuti perasaan atau rasa kasihan itu,” ucap ustadz yang bertempat lahir sama dengan Presiden RI ke-3, BJ. Habibie ini.
Akhirnya, cerita Kiai Abdurrahman, kala itu semua sahabat seperjuangannya lalu ramai-ramai mengantar ke pelabuhan di Balikpapan. “Termasuk Ustadz Hasan Suraji, Ustadz Ahmad Hasan Ibrahim, dan beberapa kader senior Hidayatullah lainnya,” terangnya.
Karena perjalanan tugas ke medan dakwah itu jauh, akhirnya ia berinisiatif membawa sejumlah koleksi buku hingga mesin tik.
“Karena jaraknya jauh berarti bisa lama tugasnya ini. Jadi saya bawa semua barang-barang. Itu saya pikul pakai peti kayu dan bawa tentengan masuk kapal,” ucapnya tersenyum. “Itu semua buat sendiri, mau beli (koper) mahal, tidak punya uang,” lanjutnya.
Kiai Abdurrahman mengaku, peti kayu itu buatan tangannya sendiri dan masih disimpannya hingga sekarang sebagai kenang-kenangan. Saat ke Irian kala itu pun, anaknya baru tiga orang, masih kecil-kecil pula, ada yang sudah bisa jalan tapi masih harus dituntun.
Pernah pula waktu tugas ke Toli-Toli (Sulawesi Tengah), Kiai Abdurrahman membungkus pakaiannya dengan sarung yang diikat lalu dipikul di bahu belakang.
Diketahui, selain Irian Jaya (sekarang bernama Papua dan Papua Barat), ustadz yang dikenal gemar membaca buku tersebut juga pernah ditugaskan berdakwah ke Manado (Sulawesi Utara) hingga ke Berau, Kalimantan Timur, dan sejumlah daerah lainnya.
Bahkan semasa kuliah dulu, Kiai Abdurrahman sudah dikenal giat berdakwah dan mencari ilmu, hingga keliling seantero Nusantara.
Pemimpin Umum Hidayatullah lantas berbagi tips kepada para guru dan pengurus Ma’had Tahfizh al-Qur’an Ahlus Shuffa agar bisa bertahan di jalan dakwah dan menjalankan amanah umat dengan optimal. Menurutnya, semua amanah adalah berat untuk dijalankan. Untuk itu, mutlak diperlukan spirit al-Qur’an dan menjaga ibadah serta hubungan dengan Allah.
“Kalau Allah sudah berkenan menurunkan pertolongan-Nya, aman sudah itu. Jadi hindari was-was dan sangka buruk terhadap orang lain. Biasanya (was-was dan sangka buruk) itu hanya godaan nafsu atau perasaan serta bisikan dari setan saja,” jelas dai berdarah Bugis ini. “Hadirkan selalu sikap militan dan pikiran yang terbuka. Sebab itu yang akan menguatkan cita-cita dakwah ini,” pungkasnya semangat.*