Hidayatullah.com—Kurangnya kontrol ketat dari operator media sosial (medsos) membuat platform tersebut menjadi sarang kegiatan pedofilia yang menyasar anak-anak dan remaja yang naif terhadap keselamatan dirinya sendiri sebagai korban.
Dengan kemudahan komunikasi dan aksesibilitas yang tinggi, para penjahat ini mampu menyamar sebagai individu yang dapat dipercaya dalam membangun hubungan dan memanipulasi korban dengan mudah.
Analis kejahatan asal Malaysia, Kamal Afandi Hashim mengatakan, selain media sosial, game online juga menjadi titik terpenting para pelaku kejahatan untuk pemuas nafsu para predator seks.
“Awalnya pelaku ini sedang bermain game online dengan korban, lalu memintanya untuk mengirimkan beberapa gambar sebagai awal dari ‘persahabatan’.
Seiring berjalannya waktu, tersangka mulai ‘membunyikan klakson’ dengan meminta foto PAP (Post a Picture) telanjang korban dan mengancam akan memberi tahu orang tuanya bahwa dia telah membagikan foto jelek tersebut kepada orang lain,” ujarnya saat dihubungi Utusan Malaysia (UM).
Selain itu, para pedofil rela mengubah tangkapan layar foto anak-anak menjadi ‘benda’ telanjang dengan menggunakan teknologi kecerdasan buatan (AI) hanya untuk memuaskan hasrat jahatnya.
Pakar keamanan siber dari Universitas Kuala Lumpur (UniKL), Dr. Syafiza Mohd. Shariff mengatakan dalam hal ini, pengembang media sosial harus menetapkan aturan untuk tidak mengizinkan tangkapan layar gambar pengguna mana pun.
“Kami khawatir ketika gambar anak-anak kami digunakan untuk memuaskan nafsunya dan beberapa tahun kemudian menjadi jejak digital yang dapat diregenerasi oleh pengguna lain.
“Hal ini akan berdampak sangat besar bagi para korban, terutama anak-anak, dan akan mengganggu kesehatan mental mereka ketika foto aslinya diubah menjadi foto bugil yang ‘segar’ di ingatan orang yang melihatnya,” ujarnya.
Dia menambahkan bahwa sebelum memposting foto apa pun di media sosial, pengguna harus memastikan bahwa mereka tidak mengunggah apa pun yang dapat mengungkapkan detail pribadi dan keluarga.
“Misalnya foto anak berseragam sekolah yang memperlihatkan logo sekolah atau plat nomor kendaraan. Pastikan diburamkan terlebih dahulu sebelum diposting.
Sebab, para pedofil akan melakukan segala pencarian terkait anak yang menjadi korbannya, termasuk mencari nama-nama profil media sosial individu tersebut, ujarnya.
Senada, Wakil Ketua Kelompok Kerja Keamanan, Kepercayaan dan Privasi, Forum Standar Teknis Malaysia Berhad (MTFSB), Prof. Dr. Shahrulniza Musa mengatakan orang tua harus mendidik anak-anaknya sebelum mulai menggunakan media sosial.
“Sebagian permasalahannya mungkin disebabkan oleh kurangnya pengawasan orang tua, namun itu bukan satu-satunya faktor. Pendidikan dan kesadaran akan keamanan siber juga memerlukan peran sekolah dan masyarakat.
“Selain itu, platform media sosial juga perlu bertanggung jawab dengan menyediakan alat dan panduan keselamatan yang efektif bagi pengguna muda,” ujarnya.
Menurutnya, semua pihak termasuk pemerintah, perusahaan teknologi, dan masyarakat perlu bekerja sama untuk menjadikan internet sebagai tempat yang lebih aman.
Sementara itu di Kuala Lumpur, Menteri Komunikasi Fahmi Fadzil mengatakan pemerintah tidak akan berkompromi lagi dengan Meta, apalagi melibatkan penipu dan pedofilia yang merajalela di media sosial.
Menurut dia, dari hasil diskusi dengan Meta kemarin sore, kejahatan yang melibatkan pedofilia masih belum bisa ditindak oleh pihak dan pemerintah tidak bisa lagi memberikan waktu kepada Meta.
“Meta sudah meminta pemerintah memberinya waktu lebih, tapi kami tidak bisa menunggu, dan kami tidak bisa berkompromi lagi.
“Kami sudah bertemu Meta sejak awal tahun dan klaim bahwa kami belum pernah bertemu Meta dalam hal ini adalah tidak benar,” ujarnya dalam jumpa pers bersamaan dengan Open House Deepavali Madani di Depo Sentul di sini, kemarin.
Fahmi menambahkan, Meta kerap memberikan berbagai alasan dan tidak menindak pelaku kejahatan.
“Dia sudah tahu saya ke Singapura untuk berdiskusi dengan mereka. Meta akan memberikan segala macam alasan tapi bagi saya, keselamatan warga Malaysia, terutama anak-anak dan keluarga, tidak bisa dikompromikan,” tegasnya.
Kemarin, dalam pertemuannya dengan Meta, Fahmi mengaku sempat menegur partai tersebut karena masih gagal menangani tindak pidana pedofilia dan pelecehan seksual, khususnya di platform Facebook.
“Meta harus jauh lebih proaktif dalam melawan kelompok-kelompok di akun media sosial Meta media sosial, termasuk penipuan (scamming), perjudian online, cyberbullying, dan kejahatan seksual terhadap anak-anak.
“Namun, saya berkomitmen untuk mendengarkan pandangan semua platform media sosial, karena lisensi yang akan dikenakan adalah lisensi kelas,” katanya.
Selain itu, lisensi tersebut berlaku untuk semua platform yang memenuhi persyaratan, termasuk yang memiliki setidaknya delapan juta pengguna di Malaysia.
Dia mengatakan Meta telah setuju untuk memberikan umpan balik tentang draf Kode Etik yang diterbitkan pada 22 Oktober dan akan mengadakan diskusi lebih lanjut dengan Komisi Komunikasi dan Multimedia Malaysia (MCMC) awal minggu depan untuk memeriksa beberapa aspek secara lebih rinci.
Pedofilia merupakan gangguan mental, tepatnya kelainan seksual. Pedofilia adalah ketertarikan seksual pada anak prapubertas.*