Hidayatullah.com—Topik homoseksual atau LGBT masih menjadi bahasan hangat di Indonesia saat ini. Dibalik perilaku seorang homoseksual/lesbian yang menyimpang, ternyata cerita miris di kalangan pelakunya bias membuka mata kita.
Pada dasarnya, menjadi seorang homoseksual dan lesbian adalah mimpi buruk, terutama bagi anak muda yang masih sekolah atau kuliahan.
Memilih mempertahankan orientasi salah –baik homoseksual atau lesbian—justru hanya mendapat siksaan batin. Selain tidak diterima semua orang dan orang tua, diejek teman-teman sampai banyaknya penyakit beresiko yang akan mampir padanya.
Sebuah studi di Amerika tahu 1989, menunjukkan; Pertama, bunuh diri adalah kasus terbesar diantara kaum muda homo dan lesbian. Kedua, kaum muda homo dan lesbian, 2 hingga 6 kali lebih sering mencoba bunuh diri dari pada pemuda normal. Ketiga, di atas 30% dari semua remaja bunuh diri yang dilaporkan setiap tahunnya dilakukan kaum muda homo dan lesbian. Keempat, 50% dari semua kaum homo dan lesbian melaporkan bahwa orang tua mereka menolak orientasi seksual mereka dan kelima, 26% dari kaum muda homo dan lesbian dipaksa meninggalkan rumah karena konflik mengenai orientasi seksual mereka. [baca: U.S. Department of Health and Human Services, “Report of the Secretary’s Task Force on Youth Suicide: Gay Male and Lesbian Youth Suicide.” (1989)]
Dalam studi tahun 2008 ditemukan tingginya tingkat penolakan keluarga secara signifikan berhubungan dengan tingkat kesehatan mental LGBT. Berdasarkan perbandingan rasio, kalangan LGBT dewasa yang melaporkan tingkat penolakan keluarga yang lebih tinggi selama masa remaja memiliki berisiko 8,4 kali lebih besar melakukan percobaan bunuh diri. Penolakan keluarga ini memicu 5,9 kali lebih mungkin LGBT untuk depresi, 3,4 kali lebih mungkin untuk terlibat penggunaan obat terlarang dan 3,4 kali lebih cenderung berhubungan seks tanpa pengaman.
Penelitian Dr Apu Chakraborty dari University College London, UK, mengamati tingkat gangguan jiwa antara 7403 orang dewasa yang tinggal di Inggris. Hasilnya, gejala depresi, kecemasan, gangguan obsesif kompulsif, fobia, menyakiti diri sendiri, pikiran untuk bunuh diri, dan alkohol dan ketergantungan obat secara signifikan lebih tinggi pada responden homoseksual dibanding orang normal.
“Penelitian kami menegaskan karya sebelumnya dilakukan di Inggris, Amerika Serikat dan Belanda yang menunjukkan bahwa orang-orang non-heteroseksual berisiko lebih tinggi dari gangguan mental, keinginan bunuh diri, penyalahgunaan zat dan menyakiti diri dari orang heteroseksual.” (Jane Collingwood dalam Higher Risk of Mental Health Problems for Homosexuals).
Homo lebih mudah terkena kanker
Sebuah studi menemukan pria homo memiliki kemungkinan lebih tinggi terkena kanker daripada pria normal (heteroseksual). Studi juga menemukan bahwa kesehatan wanita lesbian, biseksual lebih buruk daripada wanita normal setelah sembuh dari kanker.
Sebuah studi dirilis pada 12 Mei 2011 dalam Jurnal Cancer, sebuah jurnal yang dipublikasikan oleh American Cancer Society, menyatakan bahwa pria homo memiliki kemungkinan yang lebih tinggi terkena kanker daripada pria heteroseksual. [“Study: Gay men get cancer more often”, dallasvoice.com, 12 Mei 2011.]
Data diambil dari wawancara yang dilakukan pada 2001, 2003 dan 2005 pada penderita yang bertahan hidup setelah terkena kanker di California dan itu merupakan survei kesehatan negara terbesar dalam mempertanyakan tentang orientasi seksual.
Wanita lesbian dan biseksual yang bertahan hidup dengan kanker dilaporkan memiliki tingkat kesehatan yang rendah, tetapi dalam studi ini menyingkapkan kanker pada angka yang lebih tinggi. Pria pengidap kanker juga tidak dilaporkan memiliki perbedaan dalam tingkat kesehatannya.
Para peneliti tidak yakin jika pria homo mengembangkan lebih tumor yang bersifat kanker atau jika tingkat bertahan hidup mereka sesungguhnya lebih tinggi. Survei tersebut mewawancarai lebih dari 122.000 penderita kanker. Tidak ada studi yang menunjukkan orang yang meninggal karena kanker disebabkan orientasi seksual.
Penelitian ini tidak melihat penyebab dari perbedaan, tetapi jumlah alasan yang telah diusulkan.
Pria homo perokok memiliki tingkat yang lebih tinggi daripada populasi umumnya, yang mungkin menjadi alasan bagi beberapa tingkat kanker lebih tinggi.*/Nashirul Haq AR (bersambung)