Hidayatullah.com—Pendiri drone emprit Dr Ismail Fahmi menyerukan gerakan nasional anti-cyber bullying yang akhir-akhir semakin marak terjadi. Menurutnya, gerakan tersebut bisa diinisiasi oleh pemerintah dengan melibatkan berbagai pihak.
Gerakan nasional tersebut, katanya, diharapkan dapat memberi kesadaran pada masyarakat mengenai bahayanya cyber bullying. Dalam gerakan nasional tersebut kampanye anti-cyber bullying dan edukasi mengenai potensi dan dampaknya dapat dimasifkan.
“Di negara-negara yang sudah maju gerakan seperti ini sudah sangat penting. Ada bahkan yang membuat gerakan nasional itu seperti kegiatan bulanan yang rutin terus menerus dilakukan,” katanya dalam perbincangan dengan RRI Pro 3.
“Salah satu program gerakan nasional tersebut adalah dengan edukasi yang diberikan kepada anak-anak sejak dini (SD). Sehingga mereka memahami apa dampak yang akan mereka terima jika jadi pembuli, apa yang terjadi terhadap orang yang dibulinya, dan bagaimana seharusnya sikap kita terhadap pembulian yang terjadi.”
Hal-hal seperti itu, kata dia, yang diedukasi kepada anak-anak sejak dini, sehingga mereka akan paham resiko dan dampak bullying. Akhirnya, mereka terdidik dan terlatih untuk tidak melakukannya.
“Saya nelihat di Jerman ketika sekolah disana anak diajarkan soal itu dengan bentuk simulasi. Ada anak yang berperan pembuli, ada korbannya, dan ada anak yang berperan hanya melihat saja pembulian terjadi,” tambah Fahmi.
Edukasi seperti itu, tambah Fahmi, hanya bagian dari cara mencegah cyber bullying. Masih banyak cara lain yang dapat dilakukan oleh berbagai elemen masyarakat dan pemerintah.
Badan PBB untuk anak Unicef menyebut cyberbullying (perundungan dunia maya) ialah bullying/perundungan dengan menggunakan teknologi digital. Hal ini dapat terjadi di media sosial, platform chatting, platform bermain game, dan ponsel.
Hasil riset Center for Digital Society pada tahun 2021, dari 3.077 siswa SMP dan SMA, sebanyak 45,35 persen siswa pernah menjadi korban. Sementara itu, 38,41 persen siswa pernah melakukan cyber bullying.
Selanjutnya, menurut data Unicef pada tahun 2022 terungkap 45 persen dari 2.777 anak di Indonesia mengaku pernah menjadi korban cyber bullying.*