Hidayatullah.com–Sepekan terakhir masyarakat dikejutkan dengan berita tentang operasi seorang bocah laki-laki berusia 11 tahun asal Kampung Pasirpicis, Desa Cijambu, Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat, yang mengeluarkan kumpulan cacing dari dalam ususnya. Jumlah cacing yang dikeluarkan tidak tanggung-tanggung, sekitar 1/2 kilogram. Sebagian media bahkan menggelembungkan angkanya hingga 2-3 kilogram.
Saking banyaknya, cacing-cacing tersebut membuat si bocah sulit buang air besar, dan kadang keluar dari rongga mulut ketika ia batuk atau muntah.
Dokter mengeluarkan sekumpulan cacing panjang bulat berwarna putih keruh kekuningan berbentuk mirip spagheti. Cacing-cacing itu diidentifikasi sebagai cacing Ascaris.
Di Indonesia, cacing Ascaris lumbricoides mungkin tidak seterkenal cacing kremi, yang hampir pasti pernah dilihat setiap orang. Tapi, bukan berarti cacing ini tidak mudah bersemayam dalam tubuh manusia. Ascariasis bahkan disebut-sebut sebagai penyakit terbesar kedua yang disebabkan oleh parasit.
Untuk itu mari kenali lebih lanjut, agar kita bisa menghindarinya.
Ukuran cacing Ascaris bisa mencapai 6-13 inci, betinanya dapat tumbuh hingga setebal pensil. Infeksi cacing ini umum terjadi di seluruh dunia, dari belahan utara hingga selatan. Di daerah dengan sanitasi buruk, seluruh penghuninya mungkin terjangkit hewan parasit ini. Cacing yang menginfeksi tubuh seseorang, bisa berkembangbiak dan hidup sampai jumlah ratusan.
Jika seseorang terjangkit penyakit ini, hampir bisa dipastikan penyebabnya adalah kecerobohan dirinya sendiri, yang kurang menjaga kebersihan.
Kotoran manusia yang tercecer di jalanan, tanah lapang, halaman, dan sebagainya, menjadi media berkembangbiak yang sangat baik bagi cacing ini, terutama di daerah padat penduduk.
Ketika baru dikeluarkan, telur-telur cacing Ascaris tidak berbahaya bagi manusia. Mereka bisa bertahan hidup di lingkungan dengan temperatur dan kelembaban yang tinggi. Cacing-cacing itu biasanya menginfeksi lewat mulut dengan perantara tangan.
Namun demikian, cacing bisa menular lewat makanan. Penggunaan kotoran manusia sebagai pupuk, menjadi jalan bagi cacing untuk menempel di tanaman. Jika orang yang mengkonsumsinya tidak mencuci sayuran tersebut dengan baik, maka peluang masuknya telur-telur cacing ke dalam tubuh semakin besar.
Telur cacing Ascaris membutuhkan waktu beberapa pekan untuk berkembang dan tumbuh menjadi parasit. Ketika masuk ke dalam tubuh dan mencapai usus, telur akan menetas menjadi larva. Larva-larva itu kemudian akan memulai petualangannya menjelajahi seluruh tubuh.
Melalui dinding usus, mereka mencapai paru-paru dengan bantuan darah dan sistem limfa. Dari paru-paru, mereka melewati kantung udara, cabang-cabang tenggorokan, dan kemudian tertelan kembali masuk ke dalam usus kecil. Di sana mereka tumbuh, menjadi dewasa, kawin dan berkembangbiak. Untuk tumbuh menjadi dewasa, telur cacing Ascaris hanya perlu waktu sekitar dua bulan.
Serangan larva cacing Ascaris ke paru-paru dalam jumlah besar pada satu waktu, bisa menyebabkan pneumonia (radang paru-paru). Pada tahap ini, penyakit berkembang menuju usus dalam hitungan minggu, dan gejalanya sulit dideteksi. Tapi, jika cacing betina dewasa sudah mencapai usus, dokter bisa mendiagnosa infeksinya dengan melihat tanda-tanda keberadaan telur cacing dalam kotoran pasien.
Keberadaan cacing dewasa beberapa ekor saja dalam usus, biasanya tidak menimbulkan gejala apa-apa. Mungkin hanya menyebabkan sedikit nyeri di perut.
Jika dalam usus terdapat cacing dewasa dalam jumlah banyak, penderita bisa mengalami sembelit, atau bahkan tidak bisa buang air besar sama sekali. Ia akan merasakan sakit perut, muntah, gelisah dan sulit tidur. Semakin banyak jumlahnya, semakin parah gejalanya.
Apabila Anda melihat ada cacing di antara kotoran dan muntahan, bisa jadi itu tanda-tanda seseorang menderita ascariasis.
Ascaris jenis Toxocara yang biasa menjangkiti anjing dan kucing, juga bisa menginfeksi manusia. Cara penularannya sama seperti di atas. Namun, jika masuk ke tubuh manusia, mereka tidak bisa mencapai usus. Mereka akan menetap dan berkembang di kulit selama beberapa waktu. Anak-anak anjing dan kucing adalah pemberi kontribusi terbesar penularan penyakit ini. Kotoran-kotoran mereka yang mengandung telur cacing berceceran dan akan berinkubasi di tanah. Hampir semua anak anjing yang dilahirkan terinfeksi cacing ini. Tapi biasanya, ketika dewasa mereka menjadi kebal dari penyakit tersebut. [di/niaid/hidayatullah.com]