Hidayatullah.com–Memberikan hormon testosteron meskipun dalam jumlah kecil kepada seorang wanita ternyata dapat mengurangi rasa empati yang mereka miliki.
Kesimpulan ini didapatkan setelah sejumlah peneliti dari Belanda dan Inggris melakukan penelitian dengan melibatkan sekitar 16 orang relawan yang bersedia diberikan hormon tersebut.
Temuan yang mereka munculkan dalam jurnal PNAS yang diterbitkan oleh Akademi Ilmu Pengetahuan Nasional Amerika Serikat ini semakin memperkuat teori yang menyebutkan bahwa hormon merupakan faktor penting dalam perkembangan autisme.
Autisme sendiri merupakan gangguan yang tingkatannya bisa beragam dan mempengaruhi kemampuan anak-anak atau dewasa untuk berkomunikasi atau melakukan interaksi sosial.
Kajian terakhir yang dilakukan para peneliti di Universitas Cambridge dan Utrecht menyatakan autisme kemungkinan muncul akibat paparan horman testosteron yang berlebih terhadap bayi ketika mereka memasuki tahapan perkembangan otak.
Saat ini memang Autisme lebih banyak ditemukan pada anak laki-laki ketimbang perempuan. Ini karena perempuan memang lebih sedikit memiliki hormon testosteron.
Penelitian lanjutan
Dalam penelitainan para peneliti dari kedua Universitas itu memberikan hormon testosteron kepada para relawan untuk menguji apakah hormon ini berpengaruh pada wilayah yang berhubungan dengan autisme, kemampuan berempati.
Dalam tes standar untuk menguji kemampuan para relawan dalam ‘membaca pikiran’ berdasarkan karakter wajah biasanya perempuan menunjukan hasil yang lebih baik ketimbang laki-laki.
Namun setelah mereka diberikan hormon testosteron kemampuan para relawan ini ternyata menunjukan penurunan yang cukup signifikan.
Hasil penelitian ini ternyata tidak begitu saja diterima oleh sejumlah peneliti lain, mereka mengatakan temuan ini masih belum menjawab semua pertanyaan tentang kemunculan autisme.
Peneliti Austisme di Universitas Collge London, Profesor Uta Firth mengatakan temuan ini perlu disikapi secara hati-hati.
“Teori Testosteron ini memang menarik tapi itu hanyalah satu dari sekian banyak teori yang menjelaskan kemunculan autisme. Saya berharap penelitian ini bisa dilanjutkan oleh tim lain, apalagi jumlah relawan perempuan yang terlibat dalam penelitian kali ini juga sedikit,” kata Firth.
Sejumlah peneliti lain mengatakan bahwa penelitian ini barulah sebuah kepingan untuk melengkapi sebuah teka-teki yang besar soal autisme. *