Hidayatullah.com—Komite Dukungan Jurnalis (Journalists’ Support Committee/JSC), hari Rabu (22/6/2022), menegaskan bahwa mereka telah mendokumentasikan eskalasi gerakan menghapus konten Palestina secara signifikan di situs jejaring sosial, termasuk Facebook. Platform media social raksasa ini dikenal menarget halaman media dan akun jurnalis dengan tujuan melenyapkan narasi Palestina.
JSC adalah “organisasi nirlaba yang mewakili jurnalis, penulis, penyiar, reporter, editor, fotografer, pekerja media, dan jurnalis online, dari negara-negara seperti; Bahrain, Lebanon, Palestina, Yaman , Irak dan Suriah.”
“Menejemen Facebook, sejak awal Juni ini, mempertahankan kebijakannya dengan dalih palsu, dengan memblokir halaman-halaman kantor berita Quds Press tanpa peringatan sebelumnya, beberapa hari setelah meliput berita serangan Israel terhadap Masjid Al-Aqsha, dan pawai Bendera di Al-Quds,” demikian lapor JSC sebagaimana dikutip Palestina Information Centre (PIC).
JSC menjelaskan bahwa “menejemen Facebook telah menghapus akun jurnalis Yahya Yaqoubi, yang bekerja di surat kabar Palestina, halaman Encyclopedia of Palestine Camps, halaman jurnalis Ihab Al-Jariri, dan jurnalis Ali Obeidat.”
Dijelaskan bahwa menejemen Facebook telah menghapus puluhan halaman dan akun Palestina milik organisasi media dan jurnalis. “Ini merupakan pelanggaran mencolok terhadap prinsip-prinsip kebebasan berekspresi dan pekerjaan jurnalistik, serta pelanggaran baru terhadap kebebasan berpendapat dan berekspresi yang dijamin oleh hukum internasional,” terang JSC.
Korban sensor Facebook
Facebook telah dituduh berulang kali menahan suara Palestina dengan dalih mencegah ujaran kebencian. Pedoman Komunitas Facebook – sebuah mekanisme yang sebagian ditujukan untuk mencegah ujaran kebencian – tidak memiliki definisi yang jelas tentang antisemitisme dan harus disalahkan atas pembungkaman suara-suara Palestina di platform media sosialnya, termasuk Instagram.
“Meskipun ada pengakuan internasional bahwa hak warga Palestina untuk kebebasan berbicara online sedang diserang melalui pembatasan dan pembatasan, belum ada tindakan yang diambil untuk mengurangi ini,” tulis Alysia Grapek, penulis laporan, “Facebook Censors Palestine”.
Facebook juga memiliki sejarah memenuhi permintaan pemerintah Israel untuk menghapus akun warga Palestina, serta memblokir dan memfilter konten. Supermodel Palestina-Belanda Bella Hadid, serta profesor Palestina-Amerika Noura Erakat pernah jadi korban.
Hadid memposting foto paspor Palestina ayahnya, yang kemudian dihapus, sementara Erakat memposting tentang sepupunya yang ditembak mati oleh tentara zionis. Selama bertahun-tahun, Facebook menghadapi tuduhan menonaktifkan akun warga Palestina berkoordinasi dengan penjajah ‘Israel’ dan badan keamanan, dengan dalih mencegah “hasutan” warga Palestina.
Pada bulan Mei, Middle East Eye melaporkan bahwa lebih dari 50 jurnalis dan aktivis Palestina telah menghapus halaman profil mereka oleh Facebook, di samping pemberitahuan yang mengatakan halaman mereka telah dinonaktifkan karena “tidak mengikuti Standar Komunitas kami”.
“Sejak awal tahun 2022, telah tercatat lebih dari 75 pelanggaran terhadap konten Palestina milik jurnalis dan situs media, berdasarkan laporan statistik bulanan komite,” kutip JSC.
Komite menyatakan bahwa tujuan pembatasan ini adalah untuk “menghilangkan suara Palestina sehubungan dengan rencana ‘Israel’ yang sedang berlangsung, yang menarget eksistensi Palestina dan mencabutnya dari tanahnya.”
Komite menyerukan “lembaga-lembaga internasional, yang dipimpin oleh Federasi Jurnalis Internasional, UNESCO dan Reporters Without Borders, untuk menekan manajemen Meta, dan platform media sosial, yang mempraktikkan standar ganda.”
“Meningkatnya volume pelanggaran di platform Facebook harus mengingatkan masyarakat internasional akan perlunya mengembangkan mekanisme akuntabilitas hukum internasional untuk memasukkan larangan kebijakan diskriminatif elektronik dan akuntabilitas perusahaan swasta yang menempuh kebijakan ini,” lapor JSC.*