Oleh: Zainal Arifin
PEMILIHAN UMUM (Pemilu) Legislatif 2014 secara serempak sudah dilaksanakan, meski sebagian ada yang harus menjalani pemilihan ulang di beberapa daerah. Para Caleg (Calon Legislatif) yang ikut dalam bursa pemilihan tahun ini kini harap-harap cemas akan hasil yang kelak dikeluarkan secara resmi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Sudah barang tentu dalam setiap kompetensi selalu ada yang menang dan ada yang kalah, ada yang berhasil juga ada yang gagal. Pertanyaannya, sudah siapkah para Caleg yang ikutan Pemilu tahun ini menerima hasil yang terburuk sekalipun?
Hal ini perlu menjadi renungan kita bersama, karena mayoritas karakter manusia hanya mau menerima kemenangan saja. Dan begitu banyak orang yang tidak siap bahkan tidak rela apabila dirinya gagal. Sebagai contoh kita ambil kisah dari hasil proses pemilihan anggota legislatif yang diselenggarakan setiap 5 tahun sekali. Cukup ‘menggunung’ kisah pilu dari para Caleg yang gagal menjadi anggota legislatif, mulai dari bangkrut sehingga jatuh miskin, stress atau mengalami gangguan jiwa, hingga kisah tragis adanya Caleg bunuh diri.
Fakta telah banyak yang menunjukkan bahwa masih saja ada oknum Caleg yang tidak siap menerima kekalahan dalam perebutan kursi di legislatif.
Sehingga banyak berita terkait adanya kampanye hitam, serangan fajar, politik uang, jual-beli suara dan penyimpangan lainnya hanya demi meraup perolehan suara yang maksimal. Dan ketika upaya-upaya tersebut juga masih tidak berhasil, sementara modal yang dikeluarkan sudah habis-habisan, tentu ini menjadi bumerang bagi oknum Caleg tersebut. Dampak yang paling sering terdengar adalah munculnya beberapa nama mantan Caleg yang mengalami gangguan jiwa.
Sudah bukan rahasia lagi ketika ada Caleg yang mengalami stress berat yang turun dijalanan dengan kondisi memprihatinkan akibnat kalah dalam Pemilu.
Coba lihat berapa banyak Caleg yang gagal pada Pemilu 2009 kemudian dirinya menjadi bahan perbincangan publik karena mengalami gangguan jiwa. Menurut dr. Hervita Diatri SpKJ dari Departemen Psikiatri FKUI/RSCM, pada Pemilu 2009 yang lalu diperkirakan ada 1.600.000 lebih caleg yang gagal.
Dari 1.600.000 lebih caleg gagal tersebut, diperkirakan Caleg yang mengalami gangguan jiwa sebanyak 186.000 orang (Kompas.com 20 April 2009).
Dari uraian tersebut, dapat diambil benang merah sebagai bahan renungan kita terutama para Caleg yang sedang berjuang agar dapat duduk di kursi legislatif tahun ini, yakni jangan putus asa. Satu hal penting tersebut harus sudah terpatri di dalam diri setiap Caleg sebelum dirinya terjun ke dunia politik.
Karena seperti kita ketahui bersama, bahwa kehidupan politik bangsa ini dapat dikatakan teramat keras tanpa belas asih. Siapa pun dapat menjadi kawan ketika menguntungkan dan sebaliknya menjadi lawan jika saling bertolak belakang pemikirannya.
Situasi demikian bukan hal baru dalam kehidupan umat manusia, hal ini sudah ada sejak awal diciptakannya kehidupan manusia. Ciri pokok dari orang-orang yang berputus asa adalah mereka tidak siap menjalani ujian dan cobaan yang datang pada kehidupannya. Mereka menganggap bahwa dirinya sangat pantas berhasil karena telah melakukan apa saja. Tapi orang-orang tersebut lupa jika kehidupan ini selalu ada ujian dan cobaan baik itu yang menyenangkan maupun yang menyedihkan, yang dialami setiap manusia selama hayat masih dikandung badan.
Jangan Berputus Asa
Islam telah menuntun umatnya untuk senantiasa sabar dan tidak berputus asa dalam menjalani kehidupan ini, terutama ketika mengahadpi ujian atau cobaan yang berat. Karena mereka yang beriman kepada Allah akan merasa segala ujian dan cobaan yang menimpa dirinya adalah bentuk perhatian Allah Subhanahu Wata’ala terkait sejauh mana keimanannya.
Pentingnya menjauhkan diri dari berputus asa merupakan bentuk pengharapan akan anugerah Allah yang mungkin datang pada lain kesempatan. Inilah yang harus diyakini oleh setiap manusia terlebih-lebih mereka yang mencalonkan diri menjadi wakil rakyat.
Sudah barang tentu kelak ketika duduk di bangku parlemen, para wakil rakyat itu akan menghadapi beragam ujian dan cobaan yang berasal dari berbagai elemen dan karakter kehidupan rakyat. Ujian dan cobaan yang menimpa rakyat menjadi bagian penting yang juga harus dihadapi oleh para wakil rakyat.
Dengan semangat pantang berputus asa tentu segala bentuk ujian dan cobaan tersebut akan terselesaikan dan selanjutnya akan menjadi rahmat bagi umat yang tidak tergoyahkan imannya. Dan, satu hal penting lagi, ketika kita berhasil melewati ujian dan cobaan dengan keimanan yang kokoh, maka sebenarnya Allah telah mengangkat derajat kita dibanding keadaan sebelumnya.
Dalam Islam, orang-orang yang berputus asa atau dalam bahasa Arab qanitin/qanitun, yaitu mereka yang tidak sabar dalam menghadapi ujian dan cobaan dalam rangka meraih rahmat Allah.
Orang yang berputus asa dalam menghadapi realita cobaan, ujian dan kegagalan menunjukkan lemahnya mental dan rendahnya iman. Seseorang yang dalam keadaan tersebut sesungguhnya ia telah memberi kesempatan bagi setan untuk mempermudak dirinya dan menjerumuskan diri untuk mengingkari Tuhannya.
Dirinya tidak mau mengambil pelajaran dari kegagalan yang pernah dialaminya, padahal di balik kegagalan itu ada suatu hikmah dan rahmat yang lebih besar yang akan diberikan oleh Allah kepada siapa saja yang tidak berputus asa. Oleh karena itu, orang yang berputus asa dipandang sebagai orang yang sesat, orang yang tidak mengenali jalan menuju rahmat Allah yang lebih besar di kemudian hari. Pantas bila Allah melarang kita berputus asa. Allah berfirnan dalam al-Quran surat al-Hijr ayat 55 yang artinya:
قَالُواْ بَشَّرْنَاكَ بِالْحَقِّ فَلاَ تَكُن مِّنَ الْقَانِطِينَ
“Janganlah kamu termasuk orang-orang yang berputus asa.”
Yang menarik, banyak orang yang berputus asa setelah mendapat rahmat Allah berupa amanah baik itu anak, istri, jabatan maupun kekayaan harta benda.
Padahal jika rahmat yang diberikan Allah tersebut tidak dipelihara sebagai mana yang mestinya, atau digunakan di luar jalur ketentuan-Nya alias melampaui batas, maka wajib hukumnya bagi mereka agar tidak boleh berputus asa untuk segera minta ampunan kepada Allah.
Allah berfirman
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِن رَّحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعاً إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
Artinya : “Katakanlah : Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Dialah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [QS: az-Zumar [39]: 53,
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Dari firman Allah tersebut, cukup jelas betapa mereka yang berputus asa adalah golongan orang-orang yang rugi. Tidak dapat dibayangkan ketika ada orang yang frustasi hingga gila hanya karena gagal dalam pencalonan menjadi anggota dewan. Tidakkah mungkin kesempatan berikutnya datang dan dirinya mampu menjadi wakil rakyat? Jawabannya tentu sangat mungkin selama dirinya setelah gagal berupaya untuk memperbaiki hidup dan mendekatkan diri kepada yang Maha Kuasa.
Dengan sendirinya kelak ketika ia telah begitu dekat dengan Allah dan hamba-hambaNya, apapun yang dimintanya akan dikabulkan. Jangankan menjadi anggota legislatif, menjadi menteri bahkan presiden sekalipun Allah sanggup mewujudkannya.
Sungguh, janganlah kita menjadi bagian dari umat yang suka berputus asa, seberat apapun itu ujian dan cobaan yang menimpa, tidaklah Allah menguji di luar kemampuan kita. Selain itu, Allah senantiasa memberikan rahmat dan kenikmatan kepada setiap hamba-Nya yang beriman dan bertaqwa, meski kenyataannya teramat banyak manusia yang mengingkari rahmat Allah. Mereka itu sendiri yang menyebabkan kenikmatan dan rahmat Allah hilang dari kehidupannya, disebabkan kesembronoan, kelemahan iman dan egois dalam diri yang dominan. Ujung-ujungnya, mereka berputus asa setelah Allah memberi ujian dan cobaan untuk mengetahui masih adakah iman di dalam hatinya.
Semoga Allah senantiasa melapangkan dada dan pikiran kita ketika sedang menjalani ujian dan cobaan, harapannya agar segala bentuk ujian dan cobaan itu dapat kita lewati tanpa berputus asa. Marilah kita saling menjaga semangat dan menghindarkan diri dari berputus asa, sehingga kita terhindar dari musibah dan bencana.
وَإِذَا أَذَقْنَا النَّاسَ رَحْمَةً فَرِحُوا بِهَا وَإِن تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ إِذَا هُمْ يَقْنَطُونَ
“Dan apabila kami rasakan suatu rahmat kepada manusia niscaya mereka gembira dengan rahmat itu dan apabila mereka tertimpa musibah disebabkan kesalahan yang telah dikerjakan oleh tangan mereka sendiri, tiba-tiba mereka berputus asa”(QS. Ar-Ruum [30]: 36).*
Penulis adalah dosen STKIP Hidayatullah Batam