Sanksi memukul anak dalam ajaran Islam adalah ungkapan kasih sayang, bukan ekspresi kemarahan. Karena itu penting diperhatikan jenis alat pukul, tempat yang boleh dipukul dan bagaimana cara memukul
Hidayatullah.com | PADA dasarnya tidak ada orangtua yang suka memukul anaknya. Sebab umumnya, orangtua lebih bahagia jika melihat anak-anak mereka tumbuh berkembang dengan kesalihan yang nyata.
Imam Ghazali, pernah berkata, “Jika seorang anak diabaikan sejak awal perkembangannya, maka umumnya dia akan menjadi seorang yang buruk akhlakmya, pendusta, pendengki, pencuri, pengadu domba serta bersifat kekanak-kanakan, tidak serius dan tidak dewasa.”
Rasulullah ﷺ dalam hadits riwayat At-Timidzi bersabda, “Didikan seorang ayah terhadap anakrya, lebih baik daripada bersedekah satu sha’.”
Menanamkan kedisiplinan
Tidak bisa dipungkiri bahwa menanamkan kedislipinan kepada anak merupakan salah satu pilar penting dalam pendidikan mereka. Hal ini bertujuan agar mereka kelak menjadi manusia dewasa yang mandiri, cerdas, bertakwa dan berkepribadian islami.
Dan karena perilaku buruk yang merupakan ancaman bagi keberhasilan pendidikan sebenanya disebabkan oleh kebiasaan yang ditanamkan sejak kecil dan pengarahan yang keliru, prinsip targhib (memberi motivasi) dan targhib (memberi ancaman), merupakan metode pendidikan yang sangat pernting dalam pelurusan dan penanaman kedislipinan anak.
Bahkan Rasulullah ﷺ sendiri sering menggunakan metode ini dalam banyak kesempatan.
Perdebatan hukuman pada anak
Pada tahapan pendidikan anak,kadang kita temukan anak-anak yang cenderung menyimpang dan melakukan perbuatan-perbuatan durhaka, baik kepada Allah maupun kedua orangtua, meski pendidikan yang lembut dan penuh pengertian telah kita berikan. Pada kondisi inilah anak memerlukan pelajaran, agar dia mengerti bahwa perbuatan yang dia lakukan adalah kesalahan yang serius dan tidak kecil nilainya.
Anak-anak adalah kelompok yang masih memerlukan bimbingan di dalam proses pendidikan mereka. Untuk itu, pemberian pelajaran haruslah dimaknai sebagai salah satu metode pendidikan dan bukan sebagai sanksi atas kesalahan yang mereka lakukan.
Pemberian ‘pelajaran’ atau hukuman secara fisik inilah yang banyak menimbulkan perdebatan di kalangan para pemerhati dan pelaku pendidikan anak. Sebagian dari mereka berpendapat bahwa pemberian hukuman fisik kepada anak-anak, seperti memukul, mencubit atau menampar adalah bentuk kekerasan yang harus dihentikan.
Hukuman fisik terhadap anak-anak adalah sebuah kekerasan atau langkah pertama mengajarkan kekerasan kepada mereka. Beberapa penelitian membuktikan adanya temuan perilaku psikologis negatif pada diri korban.
Di samping mereka juga menjadi agresif, jahat, berperilaku menyimpang, menyimpan masalah kesehatan mental, depresi atau menjadi pelaku kekerasan kepada orang lain di sekitarnya.
Apakah Rasulullah ﷺ mengizinkan memukul anak?
Sebagian yang lain menganggap pemberian hukuman fisik terhadap anak-anak adalah salah satu cara efektif untuk mengajarkan kedisiplinan, juga meluruskan kesalahankesalahan yang mereka lakukan. Imam Ahmad berkomentar tentang seorang guru yang memukul muridnya, “Ya boleh, hal itu dilakukan sesuai kadar kesalahan mereka. Namun, jika memungkinkan sebaiknya dihindari. Sedang anak kecil yang belum berakal, tidak boleh dipukul.”
Dalam sebuah atsar riwayat At Thabrani, Ibnu Abbas malah menganjurkan supaya para orangtua menggantungkan cemeti di rumah, di tempat yang bisa dilihat oleh anggota keluarga agar menjadi peringatan bagi mereka. Rasulullah ﷺ juga sangat jelas memerintahkan kepada para orangtua untuk ‘memukul’ anak-anak mereka yang tidak mengerjakan shalat pada usia sepuluh tahun.
Beliau bersabda di dalam sebuah hadits riwayat Abu Dawud,
لاة وهم أبناء مروا أولادكم بالص سنين واضربوهم عليـــها وهم أبناء عشر وفرقوا بينهم في المضاجع
“Perintahlah anak-anak kalian untuk mendirikan shalat ketika mereka berusia tujuh tahun. Dan pukullah mereka (jika mengabaikan shalat) pada usia sepuluh tahun. Serta pisahkanlah tempat tidur mereka.” (HR: Abu Dawud).
Mencari jawaban
Abdullah bin Burs al- Mazini menceritakan bahwa ia pernah diutus ibunya untuk menghadap Rasulullah ﷺ dengan membawa setangkai anggur. Lalu ia memakan sebagiannya sebelum menyampaikannya kepada Rasulullah ﷺ. Dan ketika mengetahui hal itu, Rasulullah menjewer telinganya seraya bersabda, “Wahai anak yang tidak amanat.”
Pemberian pukulan kepada anak-anak menurut sejumlah riwayat, baru diberikan setelah penggantungan cemeti di dalam rumah dan penjeweran telinga anak belum bisa menghentikan kesalahan yang dilakukannya. Itu pun haruslah pukulan yang sesuai dengan syar’i dan bukan semata menuruti hawa nafsu orangtua yang sedang marah.
Juga kesalahan yang dia lakukan adalah kesalahan berat yang sangat penting untuk diluruskan, sedang pengabaiannya akan membawa dampak negatif bagi si anak di kemudian hari.
Aturan-aturan di dalam memukul anak
Pertama, usia minimal anak adalah sepuluh tahun. Hal ini yang tampak dari dzahir hadits di atas.
Pukulan yang diberikan kepada anak pada masa pertumbuhan jasmani dan akalnya, kadang bisa menyakiti salah satu organ tubuhnya, atau mengganggu kesehatan jiwa dan akalnya. Usia sepuluh tahun dianggap sebagai usia dengan kondisi fisik yang cukup untuk menerima pukulan ringan.
Sedang usia sebelum itu, yang harus dilakukan orangtua adalah bersabar dengan segala kelembutan dan kasih sayang.
Memukul anak haruslah seperti memberikan garam ke dalam masakan, ia diberikan secukupnya untuk menguatkan rasa. Hal ini semata-mata karena pukulan itu hanyalah sekedar pembelajaran dalam proses pendidikan, yang dilakukan dengan keterpaksaan dan dalam kondisi darurat.
Bukan sebagai hukuman, apalagi sekedar memuaskan amarah kedua orangtua.
Kedua, maksimal sepuluh kali
Bahwa Rasulullah ﷺ bersabda;
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ لَا يُجْلَدُ أَحَدٌ فَوْقَ عَشْرِ جَلَدَاتٍ إِلَّا فِي حَدٍّ مِنْ حُدُودِ اللَّهِ
“Seseorang tidak boleh didera lebih dari sepuluh kali, kecuali dalam masalah had.” (HR: Ibnu Majah)
Ini adalah jumlah maksimal, sangat dianjurkan kurang dari itu, jika tujuan pukulan yaitu pemberian pelajaran sudah terpenuhi. Qadhi Syuraih merekomendasi kan pukulan tiga kali saja, sebagaimana Jibril mendekap Nabi juga tiga kali.
Tiga, alat pukul, cara dan lempat memukul
Pemberian pukulan dalam ajaran Islam adalah ungkapan kasih sayang dan bukan ekspresi kemarahan, Untuk meraih hal itu, penting untuk diperhatikan jenis alat pukul, bagaimana tempat yang boleh dipukul. Alat pukul bisa herupa tongkat, cemeti, sandal, ujung baju yang di- anyam menjadi keras atau yang lain, asalkan tidak sampai melukai daging, namun hanya mengenai bagian luar kulit. Alat yang melukai daging berarti bertentangan de ngan ajaran Islan.
Di samping itu, alat pukul tidak boleh terlalu lunak, juga tidak boleh terlalu keras, tidak boleh memakai kayu yang beruas atau bercabang, tidak terlalu basah dan juga tidak sangat kering namun adalah ia pertengahannya. Demikian yang pernah diminta Rasulullah dan Umar bin Khatab.
Bagaimana cara memukul
Di dalam memukul adalah pertengahan antara terlalu lunak dan terlalu keras. Jangan sarnpai mengangkat tangan hingga terlihat ketiak si pemukul, jangan terpusat di satu tempat dan jangan pula bertubi tubi yang tidak menyisakan jeda waktu.
Semua itu agar tidak menghasilkan pukulan yang sangat menyakitkan. Adapun tempat yang boleh dipukul adalah seluruh tubuh kecuali bagian wajah, kepala dan kemaluan. lbnu Sahnun merekomen- dasikan kedua kaki.
Empat, tidak disertai amarah
Ketika mnemukul anak, orangtua tidak boleh mengucapkarn kata-kata cacian dan umpatan untuk menunjukkan kemarahan- nya. Kermarahan yang menyertai pemukulan bisa jadi menjadikan pemukulan itu tidak terkendali, kemudian timbul hal-hal yang tidak diinginkan.
Kontrol diri agar lujuan permukulan itu tercapai dengan baik di dan bukanpukulan disertai kata-kata yang tidak pantas mutlak harus diperhatikan Umar bin Abdul Aziz pernah membatalkan pukulan kepada seseorang, dan saat ditanya alasannya, dia menjawab, “Terlintas di hatiku rasa marah terhadapnya dan aku tidak mau memukulnya dalam keadaan marah kepadanya.”
Lima, berhenti ketika anak menyebut nama Allah
Saat anak dipukul orangtuanya, kemudian memohon perlindungan kepada Allah, maka pemukulan harus dihentikan. Hal ini sebagai tanda anak tersebut telah menyadari kekeliruannya, atau merasakan sakit yang sangat, atau mengalami ketakutan yang luar biasa.
Terus memukul dalam kondisi ini adalah tindak kriminal dan dzalim. Juga bukti bahwa orangtua memukul anak karena marah atau dendam.
Rasulullah bersabda di dalam hadits riwayat At Tirmidzi dari Sa’id Al Khudri, “Jika salah seorang di antara kalian memukul pelayannya, kemudian dia menyebut nama Allah, maka hendaklah dia mengangkat tangannya.”
Kesimpulan
Memukul anak sebagai terapi pelurusan kesalahan dibenarkan di dalam Islam. Namun, pelaksanaannya haruslah mengikuti kaidah- kaidah syari. Hal ini agar tujuan pelurusan itu bisa tercapai dengan maksimal dan tidak meninggalkan luka baik fisik maupun psikis bagi anak.
Terlalu sering memukul anak justru akan menjatuhkan wibawa orangtua di hadapan anak. Pemukulan bisa menjadi ungkapan kasih sayang dan bukan saluran kemarahan jka dipergunakan dalam kadar dan saat yang tepat.*/Ar Risalah