SYEIKH ABU QASIM BIN MANSHUR adalah seorang faqih sufi yang merupakan guru ulama-ulama besar seperti Al Hafidz Abnu Asakir, Al Hafidz As Sam’ani dan lainnya.
Suati saat, Ahmad bin Ya’qub Al Qursy saat menuntut hadits bersama pamannya pergi ke Baghdad, dan mendengar bahwa di sana ada seorang syeikh bernama Abu Abar Thaz yang memberikan riwayat-riwayat aneh. Ahmad bin Ya’qub pun mengajak sang paman untuk hadir di majelis tersebut, namun sang paman menjawab,”Ia mulai kehilangan akan, manusia akan menrtawakanmu karenanya.”
Akhirnya, saat itu Ahmad bin Ya’qub pun meninggalkan Baghdad tanpa menghadiri majelis itu. Namun rasa penasaran masih menyelimuti hatinya, hingga setelah lama meninggalkan Baghdad dan berada di Syam, Ahmad bin Ya’qub pun pergi ke Baghdad dan mendengar bahwa syeikh tersebut masih ada.
Ahmad bin Ya’qub pun memasuki majelis syeikh tersebut. Ia melihat sang syeikh mengenakan peci terbalik, dan mejelis itu dihadiri orang-orang kaya serta anak-anak para bangsawan. Di majelis itu sang syeikh pun menyampaikan riwayat,”Telah menyampaikan kepadaku Duraid dari Wuraid dari Rusyaid, ia berkata bahwa orang buta jalannya pelan….”
Ahmad bin Ya’kub pun terheran dengan kondisi itu, sedangkan ulama itu dikenal dengan kefasihannya. Akhirnya suatu saat Ahmad bin Ya’kub pun datang ke rumah sang syeikh, dan saat itu tidak ada mejlis dan seorang pun. Sang syeikh pun mempersilahkan masuk dan bertanya maksud tujuannya. Ahmad bin Ya’kub pun terheran dengan sambutan itu.
Ahmad bin Ya’kub pun bertanya mengenai kondisi sang syeikh di majelis, yang membuatnya bingung, karena hal itu tidaak pantas dengan kefashian, akhlak dan akal sang syeikh.
Akhirnya sang syeikh menjawab bahwa ia telah dipaksa oleh penguasa untu menjaabat jabatan yang mana ia merasa tidak mampu melaksanakannya hingga akhirnya ia dipenjara karena penolakan itu. Selanjutnya sang anak ketika mengganti posisi sang ayah sebagai penguasa melakukan hal yang lebih keras, hingga akhirnya ia memilih untuk berpura-pura hilang ingatan,”Maka aku pura-pura hilang ingatan maka aku selamat…”
Sang syeikh tidak lain adalah Abu Qasim bin Manshur. (lihat, Thabaqat Asy Syafi’iyyah Al Kubra, 7/ 56)