Sambungan artikel PERTAMA
Oleh: Qosim Nursheha Dzulhadi
KALAU demikian, memang tidak ada tuan, si empunya diri kita ini kecuali Dia, Rabb. Tidak ada yang mampu menciptakan, mengatur, memperbaiki, dan memberi nikmat kepada diri ini kecuali Dia, Rabb. Buktinya, kita yang menganggap diri ini menguasai diri tak juga tahu secara sempurna apa yang tengah berjalan. Sel-sel dalam tubuh pun tak ada yang mengetahuinya secara detail. Bagaimana hati, jantung, mata, ginjal, usus, dan yang lainnya bekerja dengan baik dan rapi pun tak kita ketahui. Bahkan dokter spesialis sekalipun tetap tak dapat menguasai bidang spesialisasinya secara sempurna. Yang tahu adalah penciptanya, rabb-nya, Allah Subhanahu Wata’ala.
Allah kita itu ‘Penguasa alam’ (Rabb) alam
Dalam Qs. 1: 2 itu disebut rabb al-‘ālamīn. Kita pun termasuk ‘ālam, karena makna kata ini adalah: segala sesuatu selain Allah disebut alam. Maka, sekali lagi, kita adalah alam. Kalau kita ini alam, maka kita milik Allah rabb al-‘ālamīn.
Kalau begitu, seluruh alam – termasuk kita sebagai manusia – benar-benar tunduk kepada Allah. Dan sudah tentu seluruh alam itu (alam malaikat, alam jin, alam bintang, alam manusia, dll.) mendapat karunia dan nikmat dari Allah. Dan dapat dipastikan mereka memuji dan bersyukur kepada Allah Subhanahu Wata’ala.
Maka, sebagaimana manusia, sudah sepatutnya kita memuji Allah dan bersyukur kepada-Nya atas limpahan karunia itu.
Rasulullah Muhammad Shallallhu ‘alaihi Wassalam menyampaikan, “Tidak Allah memberi satu nikmat kepada seorang hamba, lalu hamba itu memuji-Nya, kecuali pujian itu menjadi lebih utama (afdhal) dari nikmat itu.” (HR. al-Thabrānī. Hadits dari Abū Umāmah al-Bāhilī).
Dalam sabdanya yang lain, Rasulullah menegaskan, “Tidaklah Allah memberi satu nikmat kepada seorang hamba dan dia berkata, ‘al-Ḥamd lillāh’ kecuali apa yang diberi lebih utama dari apa yang diambil.” (HR. Ibn Mājah. Dari Anas ibn Mālik. Hadits Sahih).
Dengan Lisan dan Perbuatan
Allah Subhanahu Wata’ala menganjurkan kita bersyukur dengan hati, lisan dan perbuatan.
Orang yang bersyukur dengan hati nuraninya sebenarnya tidak akan pernah mengingkari banyaknya nikmat Allah. Ia menyadari seluruh nikmat yang kita peroleh setiap detik hidup kita tidak lain berasal dari Allah. Hanya Allahlah yang mampu menganugerahkan nikmat-Nya.
Ungkapan yang paling baik untuk menyatakan syukur sudah digariskan oleh Rasulullah, “Sebaik-baik zikir adalah ‘Lā ilāha illa Allāh’ dan doa yang paling utama adalah ‘ al-Ḥamd lillāh’.” (HR. Al-Tirmidzī, Ibn Mājah, al-Nasa’ī, dan Ibn Ḥibbān. Hadits Hasan).
Maka, tak ada alasan kita tak memuji Allah. Dan pujian yang disukainya, kata Rasulullah adalah kata al-ḥamdulillah. Semoga kita bisa menjadi hamba-hambanya yang bersyukur: agar nikmat kita ditambah dan dijauhkan dari kufur nikmat, karena azab-Nya bagi yang kufur nikmat amat pedih (Qs. Ibrāhīm [14]: 7).
Rasulullah bersabda, “Barangsiapa mengucapkan subhana Allah, maka baginya 10 kebaikan. Barangsiapa membaca la ilaha illa Allah, maka baginya 20 kebaikan. Dan, barangsiapa membaca alhamdu li Allah, maka baginya 30 kebaikan.”
Yang bisa dilakukan anggota tubuh mensyukuri nikmat Allah adalah mempergunakan tubuh dan semua karunia Allah dengan kebaikan dan hal-hal positif.
Imam al-Ghazali mengatakan, ada tujuh anggota tubuh yang harus dimaksimalkan untuk bersyukur. Tubuh itu adalah; mata, telinga, lidah, tangan, perut, kemaluan, dan kaki.
Lidah dipergunakan mengeluarkan kata-kata yang baik dan berzikir. “Dan terhadap nikmat Tuhanmu, hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur).” (QS: Aldhuha [93]: 11).
Yang pandai membagikan ilmunya, yang kaya berinfaq dan bersadaqah di Jalan Allah. Wallāhu aʻlam bi al-Ṣawāb.*
Penulis adalah guru di Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah, Medan-Sumatera Utara. Penulis buku “Membongkar Kedok Liberalisme di Indonesia”