PADA tahun terjadinya perang Tabuk, Allah SWT memerintahkan segenap kaum muslimin berangkat bersama Rasulullah SAW untuk memerangi bangsa Romawi, musuh Allah dari kalangan ahli kitab yang kafir. Allah SWT mewajibkan kaum mukminin untuk berangkat bersama beliau bagaimana pun keadaannya, baik dalam keadaan semangat, terpaksa, sulit, maupun mudah. Ini sebagaimana firman Allah SWT, “Berangkatlah kamu baik dalam keadaan ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (at-Taubah [9]: 41)
‘Ali bin Zaid menuturkan dari Anas dari Abu Thalhah, “Baik yang sudah tua maupun masih muda, semuanya diwajibkan. Allah tidak menerima alasan dari satu orang pun.” Lalu Abu Thalhah berangkat menuju Syam berjihad hingga gugur.
Dalam riwayat lain disebutkan, ketika Abu Thalhah membaca ayat dari surat At-Taubah tersebut, spontan ia berkata, “Rabb kita menuntut kita untuk berangkat berjihad, baik yang tua maupun muda. Siapkanlah (segala perlengkapan)ku wahai anak-anakku.”
Anak-anaknya pun menjawab, “Semoga engkau dirahmati Allah, engkau telah berjihad bersama Rasulullah hingga beliau wafat, bersama Abu Bakar hingga ia wafat, bersama ‘Umar hingga ia wafat, maka (sekarang) biarkanlah kami menggantikanmu.”
Abu Thalhah menolak permintaan anak-anaknya. Tatkala sedang mengarungi lautan Abu Thalhah meninggal. Para awak kapal tidak menemukan satu pulau pun untuk menguburkannya. Setelah berlalu sembilan hari, barulah mereka menemukannya. Namun jasad Abu Thalhah belum berubah, di situlah ia dikuburkan.
Ibnu Jarir berkata dari Hibban bin Zaid asy-Syar’abi, ia berkata, “Kami pernah ikut berjihad bersama Shafwan bin ‘Amr yang saat itu sebagai pemimpin daerah Himsh, dari Afsus hingga al-Jaraajimah. Tiba-tiba aku melihat orang tua renta yang kedua alisnya sudah jatuh ke matanya (menunjukkan sangat tua). Ia penduduk Damaskus yang sedang berada di atas tunggangannya di antara orang-orang yang akan menyerang.”
Aku pun menemuinya dan bertanya, “Wahai paman, sesungguhnya Allah menerima alasanmu (untuk tidak ikut jihad).” Ia berkata –sedangkan kedua alisnya menjadi tegak–, “Wahai keponakanku, Allah telah menuntut kita pergi jihad, baik dalam keadaan ringan maupun berat. Ketahuilah barangsiapa yang dicintai Allah, niscaya Allah akan mengujinya, kemudian mengembalikannya (kepada Allah), dan mengekalkannya (di Surga-Nya). Sesungguhnya orang yang diuji Allah di antara hamba-hambanya adalah orang yang bersyukur, bersabar, dan berzikir, serta ia tidak beribadah melainkan hanya kepada Allah SWT saja.”
Allah SWT memang mencela orang-orang yang tidak ikut berperang dengan Rasulullah SAW pada perang Tabuk. Pada saat itu buah-buahan telah siap dipanen, dan lebih enak berteduh. Saat itu cuaca benar-benar sedang panas terik. Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang beriman, apakah sebabnya bila dikatakan kepadamu: ‘Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah, kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupam di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanya sedikit. Jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih dan digantinya (kamu) dengan kaum yang lain, dan kamu tidak akan dapat memberi kemudharatan kepada-Nya sedikit pun. Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” (at-Taubah [9]: 38-39)
Rasulullah SAW menegaskan soal perbandingan hidup di dunia dan akhirat tersebut sebagaimana diriwayatkan Imam Ahmad dari al-Mustaurid, “Tidaklah kehidupan dunia ini dibandingan dengan akhirat, melainkan seperti salah seorang di antara kalian mencelupkan jarinya ke dalam lautan, maka perhatikanlah berapa banyak air yang tersisa di jarinya?” Beliau sambil berisyarat dengan jari telunjuk.
‘Abdul ‘Azis bin Abi Hazim menuturkan dari bapaknya, ia berkata, “Abdul Azis bin Marwan ketika menjelang wafatnya, ia berkata, ‘Datangkanlah kepadaku kain kafan yang akan aku pakai nanti, aku ingin melihatnya.’ Ketika diletakkan di hadapannya, ia melihatnya seraya berkata, ‘Telah banyak harta yang aku dapatkan. Semuanya akan ditinggalkan di dunia ini, kecuali kain kafan ini.’ Lalu ia membalikkan punggungnya seraya menangis sambil berkata, ‘Aduhai, (celakalah) kamu wahai dunia, karena betapa pun banyaknya kamu, ternyata kamu benar-benar sedikit. Dan sedikitnya kamu benar-benar lebih sedikit. Sungguh, kami benar-benar terperdaya oleh (godaan)mu.’”
Begitulah kehidupan para sahabat yang bersungguh-sungguh berjuang di jalan Allah SWT. Mereka terus bersemangat berjihad sampai usia udzur, walaupun sebenarnya Allah SWT telah memberi keringanan kepada orang tua dan orang-orang yang lemah. Pemberian keringanan ini terjadi ketika beberapa sahabat menemui Rasulullah SAW, di antaranya ‘Abdullah bin Ma’qil bin Muqarrin al-Muzani. Mereka berkata, “Wahai Rasulullah ikut sertakanlah kami.”
Rasulullah SAW berkata kepada mereka, “Demi Allah, aku tidak mendapat tunggangan untuk membawa kalian.” Kemudian mereka berlalu sambil menangis. Mereka bersedih karena tidak dapat ikut berjihad dan tidak memiliki dana serta hewan tunggangan.
Ketika Allah SWT menyaksikan kesungguhan akan kecintaan mereka kepada-Nya dan kepada Rasul-Nya, maka Allah SWT menurunkan ayat yang berisikan udzur mereka, sebagaimana firman-Nya, “Tidak ada dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah, orang-orang yang sakit, dan orang-orang yang tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan, apabila mereka berlaku ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya. Tidak ada jalan sedikit pun untuk menyalahkan orang-orang yang berbuat baik. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (at-Taubah [9]: 91)*/Dikutip dari Shahih Tafsir Ibnu Katsir jilid 4.