MENAHAN amarah dan memaafkan manusia, keduanya merupakah buah akhlak tinggi seorang muslim. Allah Subhanahu Wa Ta’ala memerintah kepada hamba-hamba beriman agar berhias diri dengan kedua buah akhlak tersebut.
Kita tidak tahu seberapa besar pahala keduanya pada hari Kiamat, dalam naungan Rabb Yang Maha Kuasa. Dan barangkali, kita bisa menegaskan bahwa orang-orang yang beramal dengan dua sifat indah itu, akan mendapat pahala yang besar, derajat tinggi, dan kepemimpinan yang besar di Surga-Surga Allah.
Kemudian melalui susunan ayat-ayat surat Ali Imran, kita bisa mengetahui betapa besar pahala Ilahi bagi orang yang menghiasi dirinya dengan kedua sifat terpuji ini. Karena kedua sifat tersebut menggambarkan sifat tertinggi setiap mukmin yang tulus ikhlas bersama Allah .
Bukan perkara mudah bagi seseorang untuk menahan amarahnya jika sudah menyala. Demikian pula, sesungguhnya tidak mudah bagi seseorang untuk memaafkan orang yang sudah berbuat buruk kepadanya dengan sengaja –jika Allah menjadikannya mampu untuk membalas dendam, maupun mengambil haknya dari orang yang telah berbuat buruk serta menyakitinya, dan mampu menimpakan keburukan serta gangguan sebagai pembalasan.
Karena itu, urutan ayat yang mulia serta keterkaitannya antara yang satu dengan lainnya, menjadi dalil yang meyakinkan betapa luas rahmat Allah kepada orang-orang yang menahan amarah dan memaafkan orang lain. Allah berfirman: “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada Surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya) di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya, serta memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (Ali Imran: 133-134).
Di samping itu Allah telah menjadikan orang-orang yang berinfak di jalanNya serta orang-orang yang menahan amarah dan suka memaafkan orang lalin sebagai orang-orang muhsinin, yakni orang-orang berbuat kebajikan yang dicintai Allah. Maka bayangkan bagaimanakah kira-kira pahala besar yang sudah ditentukan hakikat dan keluasannya dari Surga yang luasnya seperti langit dan bumi?
Bayangkan pula, bagaimana pahala yang diperoleh orang-orang yang dicintai Allah itu? Bukankah mereka menjadi para pemilik kebahagiaan dan kedudukan yang tinggi di sisi Allah? Sudah barang tentu!
Hal itu tidak lain karena Allah mempunyai sifat sabar dan pemaaf, sehingga Dia mencintai orang-orang yang beriman serta berinfak agar menjadikan kedua sifat itu sebagai salah satu dari sifat-sifat mulia mereka yang sudah menancap dalam jiwa.
Sedangkan memberikan maaf kepada manusia merupakan sifat pertama rahmat Ilahi yang dikhususkan terhadap para hamba. Maka memaafkan, mengampuni, dan menerima taubat adalah sifat-sifat yang digunakan Allah untuk merahmati hamba-hambaNya.
Allah berfirman: “Allah telah memaafkan apa yang telah lalu. Tapi barangsiapa yang kembali mengerjakannya, niscaya Allah akan menyiksanya. Allah Maha Kuasa lagi mempunyai (kekuasaan untuk) menyiksa.” (Al-Maidah: 95).
“Dan Dialah yang menerima taubat dari hamba-hambaNya, serta memaafkan kesalahan-kesalahan.” (Asy-Syuura: 25).
Ayat-ayat yang mulia juga telah membicarakan tentang sifat memaafkan, nilai-nilai akhlakNya yang tinggi, dan bagaimana Allah menuntut hal itu kepada para hamba, menganjurkan mereka terhadapnya, dan melimpahkan banyak pahala, ganjaran, pengampunan, serta rahmat kepada mereka.
Allah berfirman:
“Dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. ” ( At-Taghabun: 14).
“Jadilah pemaaf dan suruhlah orang-orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.” (Al-A’raaf: 199).
“Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: ‘Sifat memaafkan’.” (AI-Baqarah: 219).
Ayat surat Al-Baqarah ini menjadi mutiara pemikiran, pahala, dan ganjaran yang luas maknanya. Ayat ini menyebutkan segala bentuk infak, baik infak materi yang bisa dirasakan, atau infak maknawi yang bisa dibaca dalam bentuk memberikan maaf dan mengampuni.*/Syaikh Mahir Ahmad, dalam bukunya Rahasia Istana Surga.