Oleh: Sholih Hasyim
ALANGKAH indahnya istilah anak yang dilukiskan di dalam Al Quran dan As Sunnah. Istilah tersebut menggambarkan dan mengajarkan kepada kita betapa mendalam hubungan batin antara orang tua dan anak.
Misalnya, qurratu a’yun (sedap dipandang mata), bidh’atun minhu (belahan jiwa), tsamratul qalb (buah hati), tsamratul fuad (buah hati), kupu-kupu surga, rizqun minallah (anugerah dari Allah), zinatul hayatit dunya (perhiasan kehidupan dunia).
Jika beragam istilah tersebut direnungkan dengan hati yang bersih, mengandung arti dan ‘ibrah yang sangat dalam. Di dalamnya terlukis bahwa kehadiran anak bagi orang tua sungguh sangat dinanti-nantikan.
Sebagai belahan jiwa, anak menjadi daya pikat yang kokoh dan sebagai ala an perekat yang kuat dalam jalinan tali sakinah, mawaddah, wa rahmah dan keharmonisan dan keutuhan rumah tangga. Anak merupakan unsur utama dalam memelihara dan melestarikan keutuhan unit masyarakat terkecil. Demi anak, orang tua rela kehilangan segala-galanya.
Kalau kita merinci deretan keinginan dan kebutuhan kehidupan, anak adalah barang yang paling berharga. Demi anak, dapat mengalahkan kepemilikan yang lain. Anak adalah perhiasan dunia yang menjadi kebanggaan orang tua. Jika terjadi peperangan, akan segera dihentikan agar tidak memakan banyak kurban dari kalangan anak-anak. Jika berkeluarga belum dikaruniai anak keturunan, seolah-olah seisi rumah tidak ada sesorisnya.
Hanya bangsa Zionis, anak menjadi sasaran peluru, karena dianggap sebagai bibit teroris.
Itulah sebabnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda;
تَزَوَّجُوا الْوَدُوْدَ الْوَلُوْدَ فَإِنِّيْ مُكَاشِرٌ بِكُمُ الأُمَمَ
“Nikahilah perempuan yang pecinta (yakni yang mencintai suaminya) dan yang dapat mempunyai anak banyak, karena sesungguhnya aku akan berbangga dengan sebab (banyaknya) kamu di hadapan umat-umat (yang terdahulu).” [Shahih Riwayat Abu Dawud, Nasa’i, Ibnu Hibban dan Hakim dari jalan Ma’qil bin Yasar]
تَزَوَّجُوا الْوَدُوْدَ الْوَلُوْدَ فَإِنِّيْ مُكَاشِرٌ بِكُمُ اْلأَنْبِيَاءَ يَومَ الْقِيَامَةِ
“Nikahilah perempuan yang penyayang dan dapat mempunyai anak banyak karena sesungguhnya aku akan berbangga dengan sebab banyaknya kamu dihadapan para Nabi nanti pada hari Kiamat.” [Shahih Riwayat Ahmad, Ibnu Hibban dan Sa’id bin Manshur dari jalan Anas bin Malik]
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman;
ٱلۡمَالُ وَٱلۡبَنُونَ زِينَةُ ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَاۖ وَٱلۡبَٰقِيَٰتُ ٱلصَّٰلِحَٰتُ خَيۡرٌ عِندَ رَبِّكَ ثَوَابٗا وَخَيۡرٌ أَمَلٗا ٤٦
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi shalih adalah lebih baik pahalanya di sisi Rabbmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.” (QS: Al Kahfi (18) : 46).
Bahkan, Rasulullah mengammbarkan kepada kita bahwa dunia anak adalah dunia yang menyenangkan. Laksana kehidupan yang fantastik di dalam surga. Kehidupan yang riang gembira tanpa disertai kesedihan. Seandainya terjadi kesalahpahaman, maka dengan amat mudah untuk rukun kembali. Disini kita perlu belajar dari dunia anak. Dinamika anak sejatinya gambaran dari romantika kehidupan.
Orang tua akan senang jika anaknya menjadi buah bibir manis masyarakat (lisana shidqin fil akhirin). Sebaliknya, orang tua akan sedih jika anaknya ditemukan sebagai sampah di lingkungan sosialnya. Seakan-akan masyarakat menjustifikasi dan menilai bahwa perbuatan anak merupakan foto copi orang tuanya.* (BERSAMBUNG)
Penulis tinggal di Kudus, Jawa Tengah