IMAM Ibnu Qayyim dalam al-Madarij menyebutkan bahwa akhlak mulia berdiri di atas empat pilar utama yang saling mendukung antara satu dengan yang lain. Empat pilar itu adalah kesabaran, keberanian, keadilan, dan kesucian.
Sifat sabar akan membantu seseorang lebih tahan banting, maupun menahan amarah, tidak merugikan orang lain, bersikap lemah-lembut, santun, dan tidak tergesa-gesa dalam melakukan sesuatu.
Sifat selalu menjaga kesucian diri dapat mendorong seseorang tidak tergelincir ke dalam perkataan dan tindakan yang merendahkan dan menjatuhkan martabatnya. Selain itu, dapat mendorongnya selalu dekat pada perasaan malu yang merupakan kunci segala kebaikan. Sifat menjaga kesucian ini juga menghindarkannya untuk terlibat dalam perbuatan keji, kikir, dusta, menggunjing, dan mengadu domba.
Sifat berani menjadikan seseorang kuat menjaga harga diri, mudah membumikan norma dan akhlak mulia, serta ringan tangan. Dengan begitu, ia tidak ragu mengeluarkan atau berpisah dengan harta yang dicintainya.
Sifat ini juga mempermudah untuk menahan amarah dan bersikap santun. Dengan modal keberanian, seseorang dapat menggenggam erat ketegasan jiwanya serta mengekangnya dengan tali baja yang tak mudah putus. Abu Hurairah r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda,
“…Keberanian bukanlah seperti ditunjukkan dalam bergulat, melainkan dalam menguasai jiwa ketika marah…” (HR. Bukhari dan Muslim).
Oleh karena itu, hakekat keberanian seseorang adalah kemampuan melawan musuh besarnya, yaitu hawa nafsu.
Sifat adil dapat mengasah sikap seseorang untuk terus berupaya meluruskan perangainya, membantunya memilah antara bersikap terlalu berlebihan dan bersikap terlalu kurang. Sifat ini mendorong terus untuk bersikap dermawan dan murah hati; sikap tengah-tengah antara kikir dan boros.
Selain itu, sifat ini dapat menyuntikkan sifat pemberani; sikap tengah-tengah antara pengecut dan nekat. Adil juga dapat melahirkan sifat santun; penengah antara sifat pemarah dan rendah hati.
Ada pun sifat tidak terpuji berdiri di atas empat pilar berkebalikan dari empat pilar tersebut, yaitu bodoh, zalim, mendahulukan hawa nafsu, dan mudah marah.
Sifat bodoh dapat membalikkan pandangan atau sesuatu yang sebenarnya baik, terlihat buruk; dan sesuatu yang sebenarnya buruk, terlihat baik. Dengan kebodohan, suatu aib dan kekurangan terlihat sempurna. Selain itu, kebodohan dapat membutakan seseorang sehingga tidak bisa melihat aib dalam keadaan sesungguhnya.
Sifat zalim mendorong seseorang selalu meletakkan sesuatu tidak di tempat semestinya. Dengan begitu, ia akan mudah marah pada saat ridha dan pasrah diri, yang seharusnya menguasai diri. Ia juga akan mudah tergesa-gesa pada saat diharuskan bersikap ekstra hati-hati dan waspada. Ia juga kikir meski seharusnya pintu hatinya terketuk dan dan rela berderma. Ia juga nekat mengambil resiko pada kondisi yang semestinya lebih tepat untuk menahan diri. Jadi, ia akan selalu mengambil sikap keliru pada semua situasi.
Tidak hanya itu, sifat zalim dapat mengubah seseorang bersikap terlalu lunak dan mudah dikuasai pada saat ia harus bersikap berani dan pantang menyerah. Atau sebaliknya, seseorang menjadi keras hati pada saat ia harus berlemah lembut. Sifat ini juga dapat membuat seseorang merendahkan dirinya pada saat seharusnya ia menunjukkan keagungan dan kemuliaan diri. Atau sebaliknya, ia justru memperlihatkan kecongkakannya pada saat seharusnya ia merendahkan diri.
Sikap mendahulukan hawa nafsu dapat menciptakan hasrat untuk memilih sesuatu secara berlebihan, kikir, tidak mampu menjaga kesucian dan harga diri, tidak dapat menjinakkan diri, hanyut oleh hawa nafsu, tamak, serta mejebloskan dirinya ke jurang kehinaan dan kerendahan.
Sifat pemarah dapat mendorong seseorang bersikap congkak, selalu mendengki, mudah menyulut api perpecahan dan persengketaa, serta mudah melancarkan tindakan tanpa perhitungan.
Keempat sifat ini melahirkan tabiat-tabiat yang tidak terpuji. Dasar dari keempat sifat ini adalah terlalu membiarkan diri dalam keadaan lemah dan tidak dapat menahan jiwa dalam berbuat dan bersikap berlebih-lebihan.
Jika seseorang memiliki minimal dua sifat dari empat sifat itu, dapat dipastikan dia akan memiliki tabiat sangat keji. Jiwa terkadang terbentuk dari dua sifat yang tidak dapat dikontrol dan terlalu lemah.
Orang yang berbentuk sifat seperti itu, akan menjadi sosok yang sangat keras jika berkuasa dan sangat hina jika dikuasai orang lain. Orang seperti itu akan menjadi orang yang zalim, keras, dan otoriter. Jika berada di bawah bayang-bayang orang lain, ia akan menjadi sangat lemah, bahkan lebih lemah daripada seorang wanita.
Ia juga menjadi pengecut di hadapan orang-orang yang lebih kuat dan bersikap sewenang-wenang terhadap orang-orang yang lebih lemah.
Akhlak tercela dapat menarik sifat-sifat tercela yang lain, sebagaimana akhlak mulia dapt melahirkan bibit-bibit sifat mulia yang lain. Selain itu, satu akhlak mulia biasanya berada di tengah-tengah sifat tercela. Akhirnya, akhlak mulia ini merupakan titik tengah di antara dua hal yang tidak baik.
Dermawan, misalnya, berada di dua sifat tercela, yaitu sifat kikir dan sifat boros. Demikian pula sifat rendah hati, diapit oleh dua sifat tidak terpuji, yaitu rendah diri atau hina dan pongah.*/Sudirman (dikutip dari buku Ensiklopedia Akhlak Muhammad Saw, penulis Mahmud al-Mishri)