DALAM kehidupan yang semakin berat, orang saling berlomba mendapatkan nafkah pribadi dan keluarganya dengan sangat sengit. Kompetisi yang sengit seringkali terlihat tatkala dibuka lowongan penerimaan pegawai di berbagai instansi.
Tak kalah serunya tatkala diselenggarakan job fair (bursa kerja), para pencari kerja begitu berjubel dan berebut mendapatkan formulir pendaftaran. Banyaknya kesempatan yang ditawarkan tidak berbanding lurus dengan jumlah orang yang membutuhkan pekerjaan, tidak proporsional.
Di pelosok bumi mana pun memang tidak ada pemerintah yang mampu memberikan kesempatan kerja kepada angkatan kerjanya secara menyeluruh. Apalagi jika hal itu harus disediakan oleh pemerintah semuanya. Tentu tidak akan terpenuhi. Maka kesempatan kerja yang ditawarkan oleh swasta pun menjadi alternatif, meski kesempatan seperti itu peluangnya juga sama sedikitnya untuk bisa diraih. Maka mau tak mau kreativitas sangat diperlukan agar peluang kerja dapat diciptakan sendiri. Ungkapan ini mungkin terasa klise, tapi itulah yang harus dilakukan.
Pada hakikatnya rezeki telah disediakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala bagi setiap makhluk-Nya, hanya bagaimana kita bisa meraihnya. Itulah rahasia Allah yang menjadikan manusia harus bergerak dalam hidupnya. Rezeki itu tidak akan datang begitu saja di hadapan kita, seperti yang kita bayangkan terjadi pada Maryam binti Imran, ibunda Nabi Isa a.s.
Allah dalam Surat Huud ayat 6, secara tegas menyatakan bahwa setiap makhluk mempunyai jatah rezekinya sendiri-sendiri. Bahkan Allah menggunakan dengan kata ‘binatang melata’, yang menurut para ahli tafsir diartikan sebagai semua makhluk-Nya.
Perumpamaan bahwa ‘binatang melata’ pun pasti mendapatkan rezekinya, dapat dilihat contohnya pada binatang cecak. Makanan utama cecak adalah serangga-serangga kecil seperti nyamuk. Jika kita tilik, maka kita akan berpikir bagaimana cecak yang melata di plafon rumah, atau di dinding rumah, mampu menyantap nyamuk yang bisa terbang ke sana-kemari. Namun subhanallah, ternyata cecak tetap mampu mendapatkan si nyamuk dalam kelemahannya.
Selain keistimewaan lidah yang dimiliki si cecak, si nyamuk pun tidak akan selamanya terbang. Nyamuk itu akan sesekali hinggap dan saat itulah cecak akan mampu menyergapnya.
Jika cecak bisa mendapatkan rezekinya, tentunya manusia akan lebih mampu mendapatkan jatah rezekinya. Ada orang yang mampu meraih rezekinya secara berlimpah, dan ada yang sangat sedikit. Bahkan dirasa sangat tidak mencukupi, sehingga sampai-sampai ada yang bilang, “Tuhan tidak adil”.
Itulah rahasia dari hasil usaha dan takdir. Kalau orang sudah tahu bahwa rezekinya akan banyak, pasti ia akan menjadi malas. Jika orang sudah tahu bahwa rezekinya sedikit, ia pasti akan putus asa. Yang kemudian dituntunkan oleh Islam dalam hal pencarian rezeki ini bahwa proses dan cara-cara yang dipakai haruslah halal. Tidak boleh ada unsur keharaman, termasuk penindasan terhadap orang lain untuk mencapai tujuan.
Jika setiap orang percaya bahwa rezeki tidak akan jatuh kepada orang lain, maka ini bisa membuat setiap orang untuk tidak mempergunakan cara-cara serakah dalam memperolehnya. Hal ini juga merupakan salah satu tanda orang yang qana’ah, yang mau menerima ketentuan Allah dengan ikhlas, legowo.
Memang pada kenyataannya, ada orang-orang yang merasa sangat sulit mencapai rezeki seperti yang diinginkannya, sehingga mendorongnya berbuat maksiat. Orang-orang yang merasa sangat terjepit, kepepet, akhirnya menempuh jalan terakhir yang masih mungkin dilakukannya, walau harus melawan hukum atau kodrat fitrahnya. Dalam Al Quran disebutkan, as-sariqu (pencuri laki-laki) dan az-zaniyah (pezina perempuan) yang dalam konteks kehidupan sehari-hari sesungguhnya bukan saja menyalahi hukum, tapi juga kodrat kemanusiaannya.
Menjadi pencuri bagi laki-laki bertentangan dengan kodratnya sebagai laki-laki. Karena saat menjalankan aksinya, ia harus sembunyi-sembunyi, berpura-pura, tidak mampu menunjukkan jati dirinya. Bahkan nanti jika ia mendapatkan barang curiannya, dan ditanya oleh isterinya di rumah; dari mana barang itu didapat, maka ia akan cenderung berbohong.
Sementara menjadi pezina perempuan, atau pelacur, seringkali menjadi pilihan pahit paling akhir, setelah tidak mampu berbuat apa-apa. Dalam pekerjaannya ini, bekal utamanya hanyalah alat kelaminnya, yang secara fitrah harusnya hanya untuk satu orang yang sah, yakni suaminya.
Meski terasa pahit, seharusnya perburuan rezeki dari Allah tidak boleh dilakukan bertentangan dengan ajaran-ajaran-Nya. Karena ternyata, semakin terpuruk seseorang pada jalan keburukan itu, justru semakin sulit rezeki untuk diraihnya. Apalagi, jika dimensi rezeki itu bukan sekadar lahiriah, tapi juga rohaniah.
Nabi Muhammad Shalallaahu ‘Alahi Wasallam bersabda, “Sesungguhnya Ruhul Qudus (malaikat Jibril) membisikkan dalam benakku bahwa jiwa tidak akan wafat sebelum lengkap dan sempurna rezekinya. Karena itu hendaklah kamu bertakwa kepada Allah dan memperbaiki mata pencarianmu. Apabila datangnya rezeki itu terlambat, janganlah kamu memburunya dengan jalan bermaksiat kepada Allah, karena apa yang ada di sisi Allah hanya bisa diraih dengan ketaatan kepadaNya.” (HR Abu Dzar dan Al Hakim).*/Drika Zein, terangkum dalam bukunya Membuka Pintu Rezeki.