ALLAH Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya Kami dapati ia (Ayub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya ia amat taat (kepada Rabbnya).” (QS. Shad: 44).
Alangkah indahnya hal ini. Dan alangkah baiknya seandainya kita mempersembahkan diri dari apa saja yang kita miliki.
Dengannya, kita memperoleh salah satu dari tazkiyyah (pengakuan) ini, dan pastilah pengakuan itu baik bagi kita. Termasuk faedah di balik musibah terkandung sesuatu yang lebih besar dari yang telah hilang darinya karena musibah itu.
Terkadang, ada seorang wanita yang diceraikan suaminya secara zalim dan melampaui batas. Lalu Rabb menyimpankan untuknya pahala yang sangat besar dan balasan yang indah di dunia, lebih-lebih di akhirat.
Terkadang seorang istri ditinggal mati suaminya sehingga membuatnya sangat bersedih. Lalu Rabb menakdirkannya untuk menikah dengan laki-laki lain yang agama dan dunianya lebih baik dari suaminya yang pertama. Darinya Allah menganugerahkan anak yang saleh, dan ia akan masuk bersama suaminya ke dalam surga yang luas. Subhanallah.
Pada saat Ummu Salamah ditinggal meninggal oleh suaminya, ia merasa sangat sedih. Akan tetapi, apa yang telah disimpan Allah untuknya? Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam menjadikan Ummu Salamah salah satu istrinya.
Ummu Salamah berkata, “Aku mendengar Rasulullah bersabda:
“Seorang muslim yang apabila ditimpa musibah, lalu ia mengucapkan sesuatu yang diperintahkan Allah, ‘Innalillahi wa inna ilaihi raji’un, Allahumma’jurni fi mushibati wakhlifi li kahiran minha (Sesungguhnya kita milik Allah dan hanya kepada-Nya-lah kita kembali. Ya Allah, berikanlah pahala kepadaku dari musibahku ini, dan gantilah ia untukku dengan sesuatu yang lebih baik),’ Allah akan mengantikan baginya dengan sesuatu yang lebih baik darinya (yang hilang).”
Ummu Salamah berkata, “Ketika Abu Salamah meninggal, aku berkata, ‘Siapakah orang Islam yang lebih baik dari Abu Salamah, rumah pertama yang berhijrah kepada Rasulullah. Kemudian aku mengucapkan doa itu, Allah pun menggantikannya dengan Rasulullah.”
Ummu Salamah berkata, “Rasulullah mengutus Hathib bin Abi Balta’ah kepadaku untuk melamarku baginya. Aku berkata, ‘Sesungguhnya aku mempunyai putri yang masih kecil dan aku juga sangat pencemburu.’ Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, ‘Ada pun putrimu, saya akan berdoa kepada Allah agar Dia mencukupinya dan aku juga akan berdoa kepada Allah agar Dia menghilangkan kecemburuanmu.” (HR. Muslim No. 631).
Ayah Shafiyyah, Huyai bin Al-Akhthab, terbunuh. Ia adalah seorang Yahudi. Bagi Shafiyyah, hal itu adalah kebaikan. Karena seandainya ia tetap bersama bapaknya, ia akan menjadi orang Yahudi dan mati sebagai orang Yahudi kecuali Allah berkehendak lain. Akan tetapi, bapaknya terbunuh dan Rasulullah menikahinya, sehingga jadilah Shafiyyah seorang Ummu Mukminin.
Anak bin Malik menuturkan, “Aku pernah membonceng Abu Thalhah di atas binatang tunggangannya pada waktu perang Khaibar. Telapak kakiku ketika itu menyentuh telapak kaki Rasullullah. Lalu kami mendatangi mereka (orang-orang Yahudi) ketika matahari telah terbit, sedangkan mereka sendiri keluar sambil membawa kampak dan keranjang-keranjang dari daun kurma.
Mereka berkata, ‘Ada Muhammad dan bala tentaranya.’
Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, ‘Khaibar pasti hancur. Sesungguhnya jika kita mampir di halaman suatu kaum, maka amat buruklah pagi hari yang dilewati oleh orang-orang yang diberi peringatan itu.’
Lalu Allah pun mengalahkan mereka dan Dihyah menawan seorang wanita yang cantik. Rasulullah pun membelinya (menukarnya) dengan tujuh orang tawanan lain.
Beliau menyerahkan tawanan tersebut kepada Ummu Salamah agar dirias dan dipersiapkan untuk beliau (perawi berkata, “Saya mengira Anas berkata, ‘Tawanan itu menunggu masa iddahnya dan ia adalah Shafiyyah binti Huyai)’.” Lalu Rasulullah membuat hidangan dalam walimahnya dengan Shafiyyah, kurma, keju, dan minyak samin.*/Sudirman STAIL
Sumber buku: Belajar Sabar dari Manusia Pilihan. Penulis: Syaikh Musthafa Al-Adawi.