TERDAPAT cerita, sesungguhnya Malaikat Maut pernah menampakkan dirinya dalam bentuk seorang lelaki. Lalu, ia masuk ke rumah Nabi Sulaiman As. Malaikat Maut itu menatap seorang pemuda yang berada di samping Nabi Sulaiman As. hingga pemuda itu menjadi gemetaran karena ketakutannya.
Ketika Malaikat Maut pergi, pemuda itu berkata kepada Nabi Sulaiman As., “Wahai Nabiyullah, sesungguhnya aku menghendaki agar engkau memerintahkan kepada angin supaya membawaku pergi ke negeri China.” Maka, Nabi Sulaiman As. pun menuruti permintaannya. Beliau memerintahkan angin sehingga angin pun membawa pemuda itu ke negeri China.
Malaikat Maut kembali kepada Nabi Sulaiman As. Maka, Nabi Sulaiman As. menanyakan tentang sebab kenapa dia menatap pemuda itu dengan tatapan yang sangat.
Malaikat Maut menjawab, “Sesungguhnya aku diperintah oleh Allah untuk mencabut nyawanya pada hari ini di negeri China. Tapi, aku tadi melihatnya masih berada di sampingmu. Aku menjadi heran dengan hal yang demikian itu.”
Kemudian, Nabi Sulaiman As. menceritakan perihal permintaan pemuda tadi. Maka, Malaikat Maut berkata, “Aku diperintahkan oleh Allah untuk mencabut nyawanya hari ini di negeri China.” Setelah itu, Malaikat Maut menyusul ke negeri China, tempat dan sekaligus saksi tentang pencabutan nyawa seorang pemuda yang tidak akan mampu mengelak dari ketepatan dan tempat maut akan memisahkannya dari dunianya. Demikian itu agar menjadi peringatan bagi makhluk makhluk yang akan mati setelahnya.
Diceritakan dalam hadits lain, sesungguhnya Malaikat Maut itu mempunyai beberapa pembantu, yang semuanya akan berdiri di hadapannya ketika sedang mencabut nyawa.
Telah diceritakan bahwa dahulu kala ada seorang lelaki yang lisannya selalu berdoa, “Allaahummaghfirlii wa limalakisyamsi, (Ya Allah, semoga Engkau mengampuniku dan mengampuni malaikat yang menjaga matahari).
Dengan doa itu, niscaya akan membuat malaikat penjaga matahari memohon izin kepada Allah untuk mengunjungi pemuda itu. Ketika malaikat penjaga matahari telah bertemu dan melihatnya, maka malaikat itu berkata kepadanya, “Sesungguhnya engkaulah yang paling banyak mendoakanku, maka sekarang apa yang engkau inginkan?”
Lalu, lelaki itu menjawab, “Keinginanku, agar engkau membawaku ke tempatmu. Sesungguhnya aku menginginkan agar engkau bertanya mengenai diriku kepada Malaikat Maut, lalu engkau memberikan kabar kepadaku tentang dekatnya (kapan tiba) ajalku.”
Malaikat penjaga matahari segera membawa lelaki itu dan mendudukkannya di dekat matahari. Kemudian, ia pergi mendatangi Malaikat Maut dan mengatakan apa yang ingin diketahui sahabatnya.
Ia berkata, “Sesungguhnya ada seorang lelaki keturunan Adam As. yang pada setiap malam berdoa dan pada setiap shalat lisannya mengucapkan doa, Allahummaghfirlii wa malakisyamsi. Ia benar-benar telah meminta kepadaku agar bertanya kepadamu tentang dekatnya ajalnya supaya ia bisa bersiap-siap.”
Malaikat Maut pun membuka dan melihat bukunya, lalu mencari nama lelaki itu. Malaikat Maut berkata, “Jauh sekali, sesungguhnya temanmu itu berada di dalam masalah yang besar. Ia tidak akan mati, sehingga ia duduk di tempat dudukmu, (yaitu) di dekat matahari.”
Malaikat penjaga matahari berkata, “Sekarang ia telah berada di tempat dudukku, di dekat matahari.”
Malaikat Maut berkata, “Ia akan mati di hadapan utusanku di tempat itu, dan mereka semua tidak ada yang mengetahui.”
Nabi Muhammad Shalallaahu ‘Alahi Wasallam bersabda, “Bahwa ajal seluruh binatang itu terletak di dalam dzikirnya kepada Allah. Apabila ia meninggalkan dzikirnya, maka Allah akan mencabut nyawanya. Dan, tidak ada bagi Malaikat Maut dari pencabutan nyawa itu.”
Telah dikatakan, sesungguhnya Allah adalah Dzat yang mencabut beberapa nyawa. Hanya saja, hal itu dimandatkan kepada Malaikat Maut, sebagaimana disandarkannya mati kepada orang yang membunuh, atau mati yang disebabkan dari sakit.
Hal ini telah difirmankan oleh Allah dalam ayat:
“Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya, maka Dia menahan jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai pada waktu yang ditentukan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir.” (az-Zumar: 42).*/Imam Abdurrahim bin Ahmad al-Qadhi, sebagaimana tertulis dalam bukunya Daqaiqul Akhbar.