Oleh: Muhaimin Iqbal
DI negara-negara maju jumlah penduduk usia lanjut kini sudah melebihi penduduk usia muda antara 12-24 tahun.
Negara-negara berkembang seperti kita juga menyusul dengan sangat cepat, PBB memperkirakan penduduk Indonesia yang berusia di atas 60 tahun pada tahun 2050 akan mencapai 25% dari jumlah penduduk atau mendekati 75 juta jiwa.
Pertanyaannya adalah siapa yang akan membiayai segala kebutuhan hidup dari penduduk usia lanjut ini? Padahal di atas usia 60 tahun umumnya orang tidak lagi produktif, sedangkan kebutuhan biaya hidupnya justru meningkat tajam?
Mengandalkan dana pensiun dan tunjangan hari tua? Tidak semua orang memiliki dana pensiun dan tunjangan hari tua ini. Kalau toh ada, pada umumnya dana pensiun dan tunjangan hari tua ini nilainya sangat tidak memadai. Mengapa? Karena iuran yang kita bayarkan sejak bekerja di usia belia, terus tergerus dengan inflasi – sehingga ketika kita pensiun angkanya saja yang besar tetapi daya belinya jauh menurun.
Mengandalkan dari sanak famili khususnya anak-anak? Jumlah anak-anak di generasi kita cenderung menurun. Persaingan hidup juga semakin keras pada jaman mereka dewasa, jadi kalau toh kita bisa mendidik anak-anak kita menjadi anak-anak yang berbakti pada orang tuanya – kita juga tidak ingin membebani mereka.
Di sisi lain usia harapan hidup rata-rata orang Indonesia kini mencapai 71 tahun, kalau pensiun dari pekerjaan di usia rata-rata 55 – 60 tahun – maka rata-rata orang Indonesia harus mampu bertahan hidup antara 11-16 tahun pasca pensiun. Gambaran tentang masa depan suram?
Betul, bila kita tidak merencanakan dari dini. Tetapi justru di sinilah challenge dan seninya bila kita antisipasi sedini mungkin. Uswatun Hasanah kita – Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mulai memimpin perang besar pada usia 55 tahun atau sekitar usia pensiun rata-rata orang di jaman ini. Beliau terus memimpin perang sampai sekitar 27 kali hingga akhir hayatnya di usia 63 tahun.
Baca: The Future We Want
Kita juga diajari untuk berdoa agar makin tua kita menjadi semakin berkwalitas, penggalan do’a khatmil Qur’an antara lain berbunyi : “…Ya Allah, jadikan umur terbaikku adalah di penghujungnya, jadikan amal terbaikku adalah di penutupnya, dan jadikan hari-hari terbaikku adalah hari ketika bertemu dengan Engkau…”.
Bahkan di Al-Qur’an ada ayat yang secara specific menganjurkan kita untuk mempersiapkan hari esuk ini. Penekanannya tentu pada hari esuk yang abadi, tetapi hari esuk yang abadi tergantung juga dengan apa yang kita lakukan semasa kita hidup – khususnya di akhir-akhir usia kita. Itulah mengapa semua kita tentu berita-cita ingin khusnul khatimah dalam arti yang sesungguhnya.
يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَلۡتَنظُرۡ نَفۡسٌ۬ مَّا قَدَّمَتۡ لِغَدٍ۬ۖ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا تَعۡمَلُونَ (١٨)
“Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esuk dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS 59:18).
Ayat dan contoh do’a tersebut mengisyaratkan satu hal yang sangat jelas, yaitu perencanaan untuk hari esuk yang lebih baik. Khususnya adalah apa yang akan kita lakukan di usia emas kita, ketika fisik tidak sekuat sekarang, pikiran tidak secemerlang sekarang, network tidak seluas sekarang dan perbagai kendala lain yang menyertai usia lanjut kita.
Pertanyaannya adalah bagaimana kita bisa merencanakan ini semua ? Salah satu caranya adalah coba pejamkan mata Anda sejenak – bayangkan kehidupan Anda di usia-usia akhir Anda, 56 , 57, 58….61, 62, 63….71, 72, 73…dst. Bayangkan dimana Anda akan tinggal? Bersama siapa? Apa kegiatan Anda ? Siapa yang merawat Anda bila sakit ? Siapa yang akan mengantar Anda di hari terbaik Anda ketika bertemu denganNya ?
Sebagaimana cita-cita pertama yang saat itu tentu sudah Anda lalui, inilah cita-cita kedua yang semakin cepat kita merencanakannya akan semakin baik. Salah satu hasil dari Ramadhan Camp 1438 lalu yang kami bahas bersama teman-teman i’tikaf adalah terkait perencanaan untuk usia emas ini.
Kami begitu menikmati suasana kebersamaan dan beribadah bareng di Masjid, mentadaburi ayat-ayatNya, saling menguatkan keimanan dan saling menyemangati untuk beramal lebih. Bagaimana kalau model seperti ini kita lanjutkan hingga akhir hayat kita ? Barangkali inilah bentuk perencanaan hari tua yang kita butuhkan. Berikut adalah point-point pemikirannya.
Perlunya kebersamaan dalam merencanakan, bukan hanya ini akan meringankan – tetapi juga kita semakin butuh banyak teman ketika usia kita lanjut. Sebagai contoh yang sudah sempat kita pikirkan adalah bagaimana bisa tinggal di linkungan pesantren pada usia lanjut kita.* (BERSAMBUNG)