Sambungan artikel PERTAMA
Oleh: Mohammad Fauzil Adhim
Yang berjalan lebih baik daripada yang berlari….. Renungilah….
Lalu, apa yang harus kita kerjakan kita masa itu tiba? Patahkanlah busur-busur panah kalian sehingga tidak ada bekal maupun perlengkapan kalian untuk turut dan melakukan perlawanan terhadap apa yang disangkakan sebagai kemungkaran. Putuskanlah tali-tali busur kalian sehingga tidak ada lagi yang dapat kalian lontarkan untuk turut di kancah perlawanan.
Pukulkanlah pedang-pedang kalian ke batu sehingga habislah semua yang dapat kalian pergunakan untuk memusuhi mereka yang dianggap sebagai musuh berbahaya. Diam dan terus berusaha memperbaiki diri seraya memohon pertolongan kepada Allah Ta’ala untuk keselamatan diri, anak-anak, keluarga dan keturunan. Tidak turut menyebar api fitnah.
Bagaimana jika dengan sikap itu kita justru dituduh sebagai pembelanya sehingga ikut terkena fitnah? Na’udzubillahi min dzaalik.
Inilah keadaan paling sulit. Kita membenci kesesatan, tetapi kita justru dituduh sebagai pendukung dan pejuang kesesatan. Tetapi jika itu terjadi, ikutilah perintah Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam (semoga Allah Ta’ala menolong kita), “…. Jika salah seorang dari kalian dimasukinya (fitnah), maka jadilah seperti salah seorang anak Adam yang paling baik (Habil).”
Bagaimanakah Habil itu? Allah Ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 27:
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَىْ ءَادَمَ بِالْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ اْلأَخَرِ قَالَ لأَقْتُلَنَّكَ قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ
“Ceiritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Qabil dan Habil) dengan sebenarnya. Ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah satunya dan tidak diterima dari yang lainnya. Maka berkata yang tidak diterima kurbannya, ‘Sungguh aku akan membunuhmu.’ Dan berkata yang diterima kurbannya, ‘Sesungguhnya Allah hanya menerima kurban dari orang-orang bertakwa.’
Apakah Habil melawan ketika diancam oleh saudara lelakinya ini? Tidak. Dan itu bukan karena takut. Allah Ta’ala ceritakan perkataan Habil kepada kita di ayat berikutnya:
لَئِن بَسَطْتَ إِلَيَّ يَدَكَ لِتَقْتُلَنِي مَآأَنَا بِبَاسِطٍ يَدِيَ إِلَيْكَ لأَقْتُلَكَ إِنِّي أَخَافُ اللهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ
“Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu untuk membunuhku, sekali-kali aku tidak menggerakkan tanganku untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam.”
Tetapi Habil juga mengingatkan saudara laki-lakinya mengenai dosa membunuh. Ia berkata, sebagaimana kita baca di ayat berikutnya lagi:
إِنِّي أُرِيدُ أَن تَبُوأَ بِإِثْمِي وَإِثْمِكَ فَتَكُونَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ وَذَلِكَ جَزَآؤُا الظَّالِمِينَ
“Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan membawa dosa (pembunuhan ini) dan dosa kamu sendiri yang lain, maka kamu menjadi penghuni neraka, dan yang demikian itu adalah pembalasan bagi orang-orang yang zhalim.”
Semoga catatan ringkas ini bermanfaat. Semoga kita dapat mengambil pelajaran darinya. Semoga pula Allah Ta’ala menolong kita, menyelamatkan kita dan keluarga kita dari api fitnah yang menyala-nyala sekiranya fitnah itu sempat kita jumpai masanya.*
Mohammad Fauzil Adhim adalah penulis buku-buku parenting
Facebook: Mohammad Fauzil Adhim, Twitter: @Kupinang