Hidayatullah.com–Badan pengawas internasional harus memantau proses penugasan etnis Rohingya ke wilayah asalnya di Rakhine, Myanmar. Demikian pernyataan Perdana Menteri Tun Dr Mahathir Mohamad dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-34 ASEAN di Bangkok, Thailand, Ahad (23/6).
“Saya berbicara tentang Rohingya, termasuk rencana repatriasi (rencana pemulangan kembali) yang tidak memperhitungkan pandangan para migran atau pengungsi (Rohingya).
“Pendapat mereka harus diperhitungkan karena mereka takut untuk kembali ke Rakhine.
“Kami (warga Malaysia) berharap bahwa jika mereka (etnis Rohingya) kembali (ke negara asalnya), masyarakat internasional dapat terus memantau dan memastikan mereka tidak dikenai tindakan apa pun oleh Myanmar,” katanya pada konferensi pers mengakhiri kunjungan kerja empat harinya.
Ditanya apakah dia berbicara empat poin dengan pemimpin utama Myanmar, Aung San Suu Kyi, Dr Mahathir mengatakan:
“Dia duduk di sebelah saya, (jika mengikuti urutan), dia di sebelah saya. Makan di sebelah saya. Tapi yang membahas masalah Rakhine adalah Indonesia. Dia (Jokowi) hanya berbicara satu subjek. Saya mengatakan semuanya, seperati biasa, “katanya.
Baca: Qatar Bekerjasama dengan Malaysia Membantu Pengungsi Rohingya
Sebelumnya, hari Jumat (21/6) Mahathir menjanjikan bakal membantu etnis Rohingya, mengulang seruan para pemimpin Asia Tenggara untuk bertindak dalam menghentikan penindasan terhadap kelompok minoritas tanpa kewarganegaraan yang terusir dari Myanmar. Tahun lalu, Mahathir mencela pemimpin sipil Myanmar Aung San Suu Kyi, selama pertemuan ASEAN di Singapura, karena tindakannya mendukung tindakan keras militer terhadap Rohingya.
Kecaman langsung yang disampaikan kepada Suu Kyi menjadi hal yang tak biasa di ASEAN, di mana negara anggota biasanya menghindari konfrontasi.
“Mereka adalah pengungsi. Selama kami masih mampu, kami akan melakukannya untuk mereka,” ujar Mahathir kepada wartawan di sela-sela forum di Bangkok. “Kami berharap sesuatu dapat dilakukan untuk menghentikan penindasan terhadap Rohingya,” lanjutnya,
Human Right Watch mengkritik ASEAN karena tidak memikirkan situasi Pengungsi untuk repatriasi, karena laporan tim penilai tidak menyertakan pendapat pengungsi yang enggan dikembalikan ke Myanmar karena takut diintimidasi lagi.
ASEAN berencana untuk membantu pemulangan Rohingya dan pengembangan negara Rakhine setelah Myanmar. Bangladesh juga setuju untuk mengirim mereka kembali. Namun, rencana itu macet pada November tahun lalu setelah gelombang pertama 2.000 Rohingya menolak meninggalkan Bangladesh.
Human Rights Watch, sebelumnya meminta para pemimpin Asia Tenggara untuk meninjau kembali pendekatan mereka terhadap krisis pengungsi Rohingya.
Isu Rohingya dibahas dalam berbagai agenda KTT ASEAN, termasuk sesi pleno para pemimpin negara hingga pertemuan bilateral.
Baca: HRW Mendesak Bangladesh Meningkatkan Kehidupan Pengungsi Rohingya
Dalam pertemuan itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengikuti pertemuan retreat KTT ASEAN ke-34 di Bangkok, Thailand. Jokowi kembali menyoroti isu etnis Rohingya di Rakhine State, Myanmar.
“Saya ingin bicara sebagai satu keluarga, berterus terang, untuk kebaikan kita semua,” kata Jokowi memulai pandangannya dalam pertemuan retreat KTT ASEAN ke-34 di The Athenee Hotel, Luxury Collection, Bangkok, Ahad(23/6/2019).
Jokowi mengingatkan bahwa pemimpin ASEAN telah memberikan mandat ke AHA Centre untuk melakukan Needs Assessment guna membantu Myanmar mempersiapkan repatriasi yang sukarela, aman, dan bermartabat.
Tahun 2017, lebih dari 700.000 Rohingya menyeberang ke Bangladesh pada setelah tindakan keras oleh militer Myanmar yang dipicu oleh konflik bersenjata melawan gerakan Arakan-Rohingya.*