Hidayatullah.com–Operator telekomunikasi seluler terbesar di Afrika MTN mengatakan sedang mengkaji tuduhan yang menyatakan pihaknya membayar uang perlindungan kepada kelompok-kelompok militan di Afghanistan.
Tuduhan itu, yang dimasukkan sebagai gugatan hukum ke sebuah pengadilan federal di Amerika Serikat pada hari Jumat (27/12/2019), mengatakan perusahaan tersebut melanggar UU antiterorisme AS.
Gugatan dimasukkan atas nama keluarga-keluarga warga negara AS yang terbunuh dalam serangan di Afghanistan.
Lima perusahaan lain juga disebut dalam gugatan itu, lansir BBC Senin (30/12/2019).
Gugatan itu menuduh MTN membayar “uang keamanan” kepada militan Taliban dan Al-Qaeda supaya tidak perlu mengeluarkan biaya lebih besar untuk menjaga menara-menara transmisi milik mereka.
Pembayaran itu berarti membantu keuangan Taliban sehingga mereka dapat melancarkan serangan-serangan di Afghanistan antara 2009 dan 2017, tuduh gugatan tersebut. Dengan demikian, MTN melanggar UU antiterorisme AS.
Perusahaan raksasa asal Afrika Selatan itu mengatakan pihaknya masih memandang bahwa bisnisnya dijalankan secara bertanggung jawab dan sesuai aturan di seluruh area usahanya.
MTN adalah operator telekomunikasi seluler terbesar di Afrika dan terbesar kedelapan di dunia, dengan jumlah pelanggan lebih dari 240 juta.
Pada tahun 2015, perusahaan itu didenda lebih dari $5 miliar oleh pihak berwenang Nigeria karena tidak memangkas kartu-kartu SIM tak terdaftar. Jumlah denda itu akhirnya dikurangi menjadi hanya $1,7 miliar setelah pertarungan hukum yang panjang dan campur tangan presiden Afrika Selatan kala itu, Jacob Zuma.
Pada bulan Februari, seorang mantan duta besar Afsel untuk Iran ditangkap di ibu kota,Pretoria, dengan tuduhan menerima suap dari MTN.
Uang suap diberikan agar mantan dubes itu membantu memenangkan kontrak MTN di Iran senilai $31,6 miliar.*