2. Balig dan berakal.
Puasa tidak wajib atas anak kecil, orang gila, orang pingsan, dan orang mabuk, sebab khithab taklifi tidak tertuju kepada mereka akibat tidak adanya kelayakan untuk berpuasa pada diri mereka. Hal ini dipahami dari sabda Nabi Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam,
“Hukum tidak berlaku atas tiga orang: anak kecil hingga dia balig, orang gila hingga dia waras, dan orang tidur hingga dia bangun.”
Jadi, barangsiapa hilang akalnya, maka dia tidak terkena kewajiban puasa pada saat akalnya masih hilang. Puasa tidak sah dilakukan oleh orang gila, orang pingsan, dan orang mabuk, sebab orang seperti ini tidak mungkin melakukan niat.
Puasa sah dilakukan oleh anak kecil (laki-laki maupun perempuan) yang mumayiz, sama seperti shalat. Menurut madzhab Syafi’i, Hanafi, dan Hambali, walinya wajib menyuruhnya berpuasa apabila dia sudah mampu berpuasa setelah dia mencapai umur tujuh tahun, dan wali pun wajib memukulnya jika dia meninggalkan puasa setelah dia berusia sepuluh tahun (demikian itu agar anak tersebut terbiasa melakukan puasa). Sama seperti shalat, hanya saja karena puasa lebih berat, maka kemampuan menjadi syarat di sini. Sebab, terkadang seseorang yang tidak mampu berpuasa mampu menunaikan shalat.
Sedangkan menurut madzhab Maliki, anak kecil tidak diperintahkan berpuasa, berbeda dengan shalat. Jadi, tidak ada kewajiban puasa atas anak-anak hingga dia mengalami mimpi basah (jika dia laki-laki) atau haid (jika dia perempuan). Dengan mencapai usia balig, mereka mesti mengerjakan amal-amal badaniah sebagai suatu kewajiban.*/Dikutip dari buku Fiqih Islam karya Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili.