SEMENTARA saat ini, maksiat itu dilakukan ramai-ramai dan secara terang-terangan tanpa malu-malu. Sehingga yang benar itu tertutup, dan tidak nampak. Yang nampak adalah sesuatu yang menakutkan. Bahkan di tempat suci, di mana seharusnya orang merasa nyaman beribadah masih saja tidak khusu’, karena takut sepatu atau sandalnya hilang.
Kalau di masjid saja orang masih tidak khusyu’ beribadah karena khawatir menjadi korban kejahatan, bagaimana di tempat yang lain?
Ini semua karena bayak orang yang telah kehilangan kepedulian sosialnya.
Inilah bedanya antara zaman ini dengan zaman Rasulullah Shallaallaahu ‘alayhi wa sallam.
Bahkan di masa Rasulullah Shallallaahu ‘alayhi wa sallam, ketika ada seorang berbuat zina dan kemudian dia hamil, dia sendiri kemudian bertaubat dan malah dia sendirilah yang melakukan perbuatannya itu kepada Rasulullah Shallallaahu ‘alayhi wa sallam, karena ketika dia berzina, itu terjadi karena kelemahamn imannya.
Dalam hadits pernah dijelaskan, “Laa yadri azzani ila yazni wahuwa mu’min” (tidaklah seseorang berani berbuat zina ketika zina, sementara dia dalam keadaan beriman). Ketika seorang perempuan tadi berzina, dan setelah itu ia sadar bahwa ia telah berbuat dosa, dia langsung datang kepada Rasulullah Shallallaahu ‘alayhi wa sallam minta agar dia dihukum sesuai dengan ajaran Islam.
Memang benar bahwa pada masa Rasulullah pun ada orang yang berbuat salah. Akan tetapi ketika ada di antara mereka yang berbuat salah, dia langsung mengaku dan minta dihukum, padahal orang lain tidak tahu.
Apakah sama hal saat ini dengan di masa Rasulullah?
Kepekaan Ruhani
Shaum (puasa) seharusnya menjadikan kita lebih peka terhadap berbagai persoalan. Shaum dari kata Ash-shiyam yang secara bahasa artinya adalah al-habsu (menahan diri), menahan diri dari seluruh bentuk kemaksiatan. Kalau setiap muslim menahan diri, jangankan terhadap yang haram, yang mubah saja akan ia tinggalkan.
Makanan, minuman, bahkan tidur dengan istri kita yang seharusnya boleh akan tetapi di bulan Ramadhan pada siang harinya semua bisa ia tahan. Kalau yang halal saja bisa ia tahan, apalagi yang haram?
Oleh karena itu jangan kita dalam berpuasa malah terbalik, yaitu yang mubah ditinggalkan tetapi yang haram dilakukan. Makanan, minuman ditinggalkan, ghibah dilakukan, korupsi jalan terus, dengan alasan untuk persiapan lebaran.
Inilah kepekaan-kepekaan ruhani yang benar-beanr mengalir dalam setiap diri seorang muslim ketika ia berpuasa sebagaimana yang dikehendaki Allah Ta’aalaa. Dan jangan sampai ada di antara muslim yang menganggap bahwa puasa itu berat. Bahkan Rasulullah Shallallaahu ‘alayhi wa sallam dan para shahabat serta para tabi’in banyak yang menggunakan Ramadhan untuk berjihad di jalan Allah Ta’aalaa; Perang Badar, Perang Fathu Makkah, Perang ‘Iinu Jaalut yang terjadi pada abad ke-7 Hijriyah, di mana tentara-tentara Islam di bawah pimpinan Mamaalik (jama’ dari Mamluk) bisa mengalahkan tentara-tentara Salib, terjadi di bulan Ramadhan.
Saking hebatnya kemenangan yang dicapai umat Islam pada bulan Ramadhan, Allah Ta’aalaa mengabadikannya dalam Al-Qur’an, sebagaimana yang terdapat pada QS Al-Anfal, di mana perang Badar dikatakan sebagai yaumal furqoon (Perang yang memisahkan antara Islam dan kafir), sebagaimana yang terdapat pada firmanNya:
وَاعْلَمُواْ أَنَّمَا غَنِمْتُم مِّن شَيْءٍ فَأَنَّ لِلّهِ خُمُسَهُ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ إِن كُنتُمْ آمَنتُمْ بِاللّهِ وَمَا أَنزَلْنَا عَلَى عَبْدِنَا يَوْمَ الْفُرْقَانِ يَوْمَ الْتَقَى الْجَمْعَانِ وَاللّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan Ibnu sabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) dihari Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah Maha Penguasa segala sesuatu.” (QS: Al-Anfal: 41).
Pasukan kebenaran yang jumlahnya sedikit, tetapi dimenangkan oleh Allah Ta’aalaa dalam melawan kekuatan bathil yang mempunyai kekuatan besar dan jumlah tentara yang sangat banyak.
Oleh karena itu Ramadhan yang akan tiba ini semoga mengantarkan kita pada kemenengan; kemenangan dalam melawan hawa nafsu, kemenangan bangsa ini dalam melawan krisis, kemenangan umat Islam dalam melawan perselisihan, percekcokan antara sesama umat Islam, kemenangan bangsa ini dalam menghadapi konspirasi dunia internasional yang dimotori oleh Yahudi, yang mereka tidak senang melihat Indonesia maju karena negara ini mayoritas umat Islam.
Oleh karena itu marilah kita jadikan Ramadhan ini momentum Islam untuk kembali kepada Allah sehingga mencapai kemenangan yang hakiki. Wallaahu a’lam bishshawaab.*/Iltizam Amrullah