Hidayatullah.com–Mesir memang bukanlah negara dengan pemerintahan Islam. Namun kehidupan sehari-hari masyarakatnya sangat agamis dan Islami. Tentu saja salah satunya disebabkan karena akar sejarah dan kebudayaan Islam sangat kental sekali di Mesir.
Di sini juga terdapat basis utama umat Islam untuk menuntut ilmu agama, yaitu Universitas Al-Azhar. Pengaruh universitas tertua di dunia ini sudah sangat kuat sekali di masyarakat Mesir, bahkan kepada umat Islam di seluruh dunia.
Suasana agamis yang sudah menjadi budaya dalam masyarakat Mesir itu semakin menjadi-jadi lagi ketika bulan suci Ramadhan tiba. Salah satu indikasi tersebut adalah semakin bertebarannya orang-orang yang membaca al-Qur’an sambil di jalan dan di tempat umum.
Mesir seperti sudah membumikan al-Qur’an dengan tilawah-tilawan masyarakatnya.
Di hari biasa selain Ramadhan, memang pemandangan orang membaca al-Qur’an di tempat umum sudah biasa. Namun setibanya bulan Ramadhan, jumlah itu semakin membludak. Yang membacanya juga semua kalangan, dari yang muda sampai yang tua, baik laki-laki maupun perempuan.
Sebagai contoh, di dalam metro yang lumayan cukup berdesakan saja, masih sempat-sempatnya orang Mesir membaca al-Qur’an meski dengan berdiri. Salah seorang anak muda juga kelihatan sangat serius sekali membaca al-Qur’an dari i-Phone miliknya sambil berdiri, seperti yang saya saksikan di dalam metro.
Jika berpergian dengan menggunakan el-tramco, angkutan umum sejenis angkotnya Indonesia, maka tidak jarang perjalanan kita ditemani dengan lantunan tilawah al-Qur’an. Hampir semua el-tramco memutar tilawah al-Qur’an, baik dari radio maupun dari kaset. Penumpang pun sunyi sepi mendengarkan tilawah tersebut.
Budaya membaca al-Qur’an di Mesir memang sudah mengakar di masyarakatnya. Di Mesir memang tidak ada TK Al-Qur’an untuk anak-anak. Tapi di masjid-masjid sangat digalakkan sekali pembelajaran baca al-Qur’an untuk anak kecil secara bebas. Siap pun boleh ikut tanpa harus membayar uang sepeser pun.
Bahkan, seperti yang saya saksikan di salah satu masjid dekat rumah, anak-anak yang semangat membaca al-Qur’annya justru mendapat hadiah berupa permen dari sang ustadz. Tidak hanya itu, setelah bisa membaca al-Qur’an, anak-anak kecil itu lalu diwajibkan setoran hafalan al-Qur’an.
Budaya pendidikan al-Qur’an dari kecil seperti inilah yang mungkin membuat masyarakatnya terbiasa dengan al-Qur’an. Kebiasaan baik ini bahkan akhirnya bukan hanya menjadi budaya yang musiman, tetapi juga selalu dilestarikan kapan pun.*