Hidayatullah.com–“Ini adalah waktu yang sangat spesial buat saya dan Muslim baru lainnya,” kata Lenyvic Tubio, wanita pembantu rumah tangga asal Filipina.
Perempuan berusia 26 tahun itu mulai bekerja di Uni Emirat Arab sejak Juni 2009. Pada bulan Januari tahun ini, ia pindah agama menjadi penganut Islam.
Ramadhan tahun ini adalah untuk pertamakalinya Tubio berpuasa sebagai seorang Muslimah. Maka tidak heran jika ia begitu bersemangat.
“Puasa tidak terlalu berat baginya. Dia bahagia seperti perempuan lain di usia awal 20an. Dia bilang ke saya bahwa dia merasa seperti kupu-kupu yang terbang meninggalkan kepompongnya, saat dia pindah agama,” kata Syeikha Al Zuyudi, majikan Tubio.
Syeikha Al Zuyudi, menemani pembantunya itu ke pengadilan Dubai untuk mendaftarkan diri sebagai seorang mualaf. Kemudian Lenyvic Tubio memilih Mariam sebagai nama barunya.
“Majikan perempuan tidak membujuk agar saya pindah agama,” cerita Tubio
“Tapi dia sangat senang, ketika saya mengatakan padanya bahwa saya ingin menjadi seorang Muslim,” katanya lagi.
Tubio mulai bekerja di keluarga Al Zuyudi sejak dua tahun silam untuk merawat Shamma. Shamma, putri majikannya, berusia 13 tahun dan menyandang cacat, sehingga harus menggunakan kursi roda.
Menurut cerita Tubio, Nyonya Al Zuyudi senantiasa menyediakan makanan tambahan di bulan Ramadhan bagi para penjaga, pembantu dan pekerja lain yang ada di rumah mereka. Makanannya beragam, seperti ayam, nasi, jus buah, susu, kurma dan aneka manisan Arab.
“Sudah menjadi tradisi keluarga itu setiap tahun membantu orang yang kurang beruntung,” kata Tubio.
Tubio dibesarkan dalam sebuah keluarga Katolik di Tanza, Cavite, sekitar 27 kilometer arah selatan dari Manila. Ia dulu sangat aktif ke gereja.
Namun, sesampainya di Uni Emirat Arab, wanita muda ini sangat terkesan dengan keindahan Islam, setelah membaca banyak buku dan belajar dari putri majikannya.
Sebelum pindah agama, Tubio meminta restu dari ayahnya.
“Dia tidak marah,” kata Tubio tentang ayahnya. “Dia bilang, kalau hal itu membuat perubahan pada kehidupan saya, maka dia tidak keberatan.”
Abulcair Capatagan, seorang manajer toko di Abu Dhabi, turut memberikan bimbingan pada Tubio sebelum ia memutuskan untuk menjadi Muslim. Pria berusia 47 tahun itu dibesarkan sebagai Muslim di Filipina.
“Saya mendorongnya untuk membaca dan mempelajari hadits dan al-Qur`an,” kata Capatagan.
“Saya sangat bangga saat kemudian ia mengatakan bahwa majikan perempuannya ada bersamanya ketika ia bersyahadat,” kata presiden organisasi pekerja Muslim Filipina di perantauan itu.
“Saya merasa sangat bahagia, tercerahkan dan bebas,” kata Tubio tentang perasaannya sebagai mualaf. “Saya tidak pernah merasakan hal yang seperti ini sejak lama,” pungkas Lenyvic ‘Mariam’ Tubio.*