BUAT Saya, I’tikaf adalah momen termewah sepanjang tahun. Sebagai karyawan yang sehari-hari berjuang dan larut dalam dinamika perkotaan, berkesempatan untuk berdiam diri bertaqarrub dengan pada Allah Subhanahu Wata’ala adalah sesuatu yang saya rasakan mampu meluruskan pikiran yang selama ini mungkin sedikit melenceng, dan melembutkan hati yang mungkin akan semakin keras jika dibiarkan.
Sejak tahun 2009, Masjid Baitul Hikmah di Komplek Perkantoran Elnusa Jakarta Selatan saya pilih sebagai tempat wisata hati ini.
Mungkin karena lokasinya tidak persis di tepi jalan, jumlah peserta relatif tidak terlalu padat membuat I’tikaf di sini tertata cukup baik.
Peserta i’tikaf tidak perlu khawatir soal akomodasi, panitia sudah mempersiapkan semuanya dari makan, jumlah kamar mandi yang memadai, dan tempat istirahat yang relatif nyaman.
Demikian halnya dirasakan, Ade Syahrudin, peserta langganan i’tikaf Masjid Baitul Hikmah yang sehari-hari bekerja sebagai praktisi telekomunikasi.
Ia sengaja menghabiskan cuti tahunannnya bersama putranya yang masih duduk di kelas 6 SD untuk menghabiskan malam-malam penuh berkah di 10 hari terakhir Ramadhan tahun ini.
“Di sini nyaman, tidak crowded dibanding masjid lain,” begitu ungkap bapak tiga anak yang sudah 4 tahun memilih Elnusa untuk tempatnya beri’tikaf.
Acaranya pun bisa dibilang cukup padat, sehingga kami merasa banyak kebaikan yang dilakukan selama I’tikaf berlangsung.
Dimulai sejak jam 02.30 WIB kami mendirikan qiyamul lail berjamaah dipimpin seorang qari’ yang belakangan diketahui adalah juara hifdzil quran tingkat Asia Pasifik. Suara lembutnya, membuat kami tetap khusu’ walau harus menyelesaikan 1 juz sepanjang shalat.
Pada malam-malam ganjil, sejumlah peserta yang bertambah hampir dua kali lipat dibanding malam genap dilembutkan hatinya dengan muhasabah yang dipimpin seorang ustadz.
Setelah subuh berjamaah, panitia memberi kesempatan perwakilan kelompok (ada 10 kelompok berdasarkan nama negeri Islam) untuk memberikan kuliah tujuh menit (kultum).
Rata-rata peserta mempunyai latar belakang beragam. Ada pengusaha, mahasiswa, bahkan ustadz yang berasal dari dalam atau luar kota Jakarta.
Kelompok saya, menunjuk seorang kepala sekolah SMP IT yang berdomisili di Karimun Kepulauan Riau sebagai perwakilin pengisi kultum.
Ada tasmi’ (quran) 1 juz oleh para hafidz setiap ba’da shalat, kajian Minhajul Qoshidin sebelum ifthar, serta kajian kontemporer bada tarawih.
Di sela-sela waktu kosong, masjid yang nyaman ini bergemuruh dengan lantunan ayat suci al-Quran. Kalau tidak sedang berdzikir, kami selalu mendengar orang lain berdzikir. Subhanallah!
Tak terasa, 2 hari lagi kebersamaan kami dalam ibadah, suka dan duka akan berakhir. Kesan begitu mendalam kami rasakan. Keakraban dan persaudaraan selalu menyisakan rasa harus pada saat acara penutupan.
Perpisahan dengan orang-orang shaleh (insyaallah) seperti sebuah titik kembali dengan tempat dan waktu yang mungkin tidak akan lagi kami bisa merasakan tingkat spiritual yang didapat selama ber’itikaf. Semoga kita diberikan kesempatan untuk bertemu kembali dalam persaudaraan dan ibadah tahun depan.*