PADA tanggal 15 Januari 2017, PT Freeport Indonesia (PT FI) mengajukan diri mengubah status dari KK (Kontrak Kerja) menjadi IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus), dengan meminta beberapa syarat diantaranya PT FI meminta kepastian perpanjangan operasi hingga tahun 2041 dan perpajakan tetap atau nail down dimana PT FI menolak mengikuti ketentuan fiskal yang berlaku yang bisa berubah. Untuk memuluskan keinginan di atas, PT FI menebar ancaman dan tekanan terhadap Pemerintah.
Mereka juga memberi tenggang waktu 120 hari untuk mempertimbangkan kembali poin-poin perbedaan antara pemerintah dan PT FI terkait pemberian izin rekomendasi ekspor berdasarkan ketentuan Kontrak Karya (KK) dan jika kata sepakat belum tercapai maka pemerintah akan dilaporkan ke Arbitrase Internasional. Selain itu Freefort juga akan melakukan PHK besar-besaran.
Ancaman dan tekanan Freeport kepada pemerintah menggambarkan potret penjajahan asing, arogansi dan kerakusan mereka atas negeri ini terutama oleh AS sendiri.
Baca: Indonesia Negara Berdaulat, Freeport Harus Patuh UU Minerba
Ahmad Redi, Pakar Hukum Sumber Daya Alam dari Universitas Tarumanegara mengatakan bahwa persyaratan yang diminta oleh Freeport sangat tidak rasional dan cenderung berorientasi pada keuntungan diri sendiri.
Oleh karena itu pemerintah seharusnya tidak memperpanjang kontrak Freeport. Kelanjutan operasi tambang tersebut mestinya diberikan kepada BUMN, jangan sampai setelah asing menguras banyak kekayaan alam negeri ini baru BUMN disuruh mengelola padahal hanya mendapatkan ampasnya.
Menurut Islam, pemberian izin pengelolaan tambang kepada Freeport (juga kepada perusahaan lainnya) baik dengan KK atau IUPK jelas menyalahi hukum. Islam menetapkan tambang adalah milik umum (seluruh rakyat) dan dikelola langsung oleh negara serta hasilnya dikembalikan untuk kemaslahatan rakyat.
Karena izin ataupun kontrak yang diberikan menyalahi Islam maka batal demi hukum dan tidak berlaku. Sebab Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda, “Setiap syarat yang tidak ada di Kitabullah (menyalahi syariah) adalah batil meski 100 syarat.” (HR Ibnu Majah, Ahmad dan ibnu Hibban).
Wahai Kaum Muslim kekayaan alam negeri ini mendesak untuk diselamatkan, penjajahan harus segera diakhiri dan kemandirian harus segera diwujudkan.
Semua itu hanya sempurna terwujud melalui penerapan syariah Islam.*
Tri Yuliani | Surabaya