SEBUAH masjid berdinding kayu bertengger di lereng puncak yang kelilingi pepohonan dan perkebunan. Ini adalah bangunan pertama yang ditemui begitu memasuki Markaz Syariah Pesantren Alam Agrokultural Mega Mendung.
Di sinilah pesantren sekaligus kediaman Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Muhammad Rizieq Shihab, salah seorang tokoh yang belakangan ini “dikriminalisasikan” oleh kepolisian.
Saban Jumat, Markaz Syariah menggelar pengajian keagamaan di tempat ini. Jumat pertama bulan ini , 3 Maret 2017, sejumlah awak hidayatullah.com berkesempatan mengikuti pengajian pekanan tersebut.
Sejak pagi dinihari, tampak satu per satu jamaah berdatangan. Pesantren ini terletak di Kampung Babakan Pekancilan, Desa Kuta, Kecamatan Mega Mendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Para jamaah itu berasal dari berbagai daerah, baik di Bogor maupun sekitaran Jadetabek. Bahkan, ada pula yang berasal dari Cianjur.
Tak Terganggu Acara Umat Islam, FPI Payungi Pangantin Kristiani Menuju Gereja Katedral
Pagi jelang siang itu sekitar pukul 10.00 WIB, pesantren seluas 40 hektaran ini sudah diramaikan ratusan jamaah. Di berbagai sudut lapangan dekat masjid, tampak berjamur sejumlah lapak jualan.
Di lapak-lapak milik jamaah pengajian itu dijual beragam dagangan, mulai makanan, minuman, pakaian Muslim-Muslimah, atribut FPI, hingga poster para habaib. Mirip “pasar kaget”.
Sementara di masjid, sejumlah penceramah bergantian mengisi pengajian dengan berbagai materi. Para jamaah, selain di masjid, sebagian mendengarkan pengajian sambil ‘berhalaqah’ di saung-saung pesantren. Pengajian itu yang disiarkan dengan pengeras suara terdengar jelas ke seantero perkampungan.
Jumat itu, di antara penceramahnya adalah Habib Fikri bin Abdullah Bafaraj, menantu Habib Rizieq. Dalam ceramahnya, ia antara lain menyampaikan sejarah soal tuduhan berzina atas istri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, Aisyah Radhiyallahu ‘Anha.
Habib Fikri menekankan bahwa tuduhan tersebut tidaklah benar, sebab tidak mungkin seorang istri Rasul berzina. “Tidak benar yang dituduhkan oleh oknum-oknum tertentu itu,” ujarnya.
Waspadai Isu Penyerangan, Markas FPI Ramai-ramai Dijaga Warga Samarinda
Guyonan Habib Rizieq
Matahari semakin meninggi saat awak media ini diterima dengan ramah oleh sejumlah pengurus pesantren di rumah penerimaan tamu (guest house). Perbincangan dengan pengurus ditemani suguhan kue cincin, kue cucur, dan air mineral produksi Markaz Syariah.
Tak berapa lama, sejaman sebelum waktu shalat Jumat, kami dipersilakan untuk menuju masjid. “Jam 11 tempat (guest house) ini ditutup, kita semua ke masjid,” ujar tuan rumah.
Masjid beratap aluminium –berbentuk seperti bangunan biasa– dengan dua kubah kecil itu dibangun berjenjang mengikuti kelandaian tebing puncak. Tampak di dalamnya sudah dipenuhi jamaah, menurut pengamatan hidayatullah.com, berjumlah sekitar 260 orang.
Sekitar pukul 11.00 WIB, tiba giliran Habib Rizieq mengisi pengajian. Ketua Dewan Pembina Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI ini datang ke masjid diantar dengan mobil berplat B 1 FPI dari rumahnya.
Singkat cerita, Habib Rizieq duduk di atas kursi di balik meja berlogo Markaz Syariah. Di depan jamaah, ia tampil dengan seragam khasnya; serban dan jubah panjang serba putih.
Pada kesempatan itu, Habib Rizieq beberapa kali meminta sejumlah tamu khususnya –di antaranya para habib– untuk memberi nasihat dan membacakan kitab kepada jamaah.
Sejumlah Anggota FPI Diserang Anggota Ormas Seusai Kawal Pemeriksaan Habib Rizieq
Pengajian Habib Rizieq juga banyak diisi dengan sesi tanya jawab. Sekitar 5 orang jamaah menyampaikan pertanyaan berbeda. Sang Habib meladeni setiap pertanyaan dengan jawaban yang lugas dan jelas. Sesekali jamaah tergelitik mendengar guyonan ringan pendiri FPI itu.
Misalnya, ketika seorang jamaah bertanya, “Habib, apa perbedaan antara pasrah dan berserah diri?” Habib Rizieq menjawab dengan nada guyonan. “Ini bagusnya ditanyakan kepada guru bahasa Indonesia,” ujarnya disambut tawa ringan jamaah.
Tentu, sebagaimana biasa, penyampaian Habib Rizieq tak lepas dari gaya seorang orator yang berapi-api.
Saat itu, seorang jamaah bertanya soal pendapat kiai yang membolehkan pengalihfungsian barang wakaf. Sementara, kata penanya itu, kiai lain tidak membolehkan. Apa pendapat Habib soal itu, tanyanya.
Habib Rizieq pun menyampaikan jawaban yang akomodatif. Sebenarnya, kata dia, kedua hal itu merupakan perbedaan pendapat (khilafiyah). Sehingga, asalkan masing-masing pendapat punya dalil, maka tidak perlu dipermasalahkan atau dipertentangkan.
“Kiai sama kiai jangan dibentur-benturkan!” ujarnya tegas.
Ketegasan Habib Rizieq tak melunturkan kelembutan dan kesantunannya yang terlihat dari senyuman, guyonan, dan keramahannya dalam menyambut tetamunya.* Bersambung