Oleh Brandon Turbeville
DENGAN adanya serangan teror baru yang mendapat publikasi tinggi (atau setidaknya dapat dianggap berpotensi menjadi serangan dahsyat) di Australia oleh ‘jihadis asing’, masyarakat Barat sekali lagi mengalami berbagai reaksi emosional, yang sebelum ini mereka telah dilatih untuk waspada terhadap berbagai peristiwa yang terjadi di dalam negeri atau luar negeri.
Hak melakukan perang yang bersifat xenofobia (kebencian terhadap orang asing) diperkirakan akan memanfaatkan serangan (penyanderaan) itu untuk menganggap semua Muslim adalah teroris, yang untuk itu solusi satu-satunya adalah dilakukan pengawasan ketat oleh aparat polisi. Kelompok sayap kiri menggambarkan pria bersenjata itu sebagai “pelaku tunggal” tanpa motif politik kecuali pelanggaran hukum “anti-teror”. Tetapi sebagian besar kalangan, bagaimanapun, percaya versi yang disampaikan resmi, menyebabkan mereka menghentakkan kakinya (marah) tanpa berpikir mencari informasi lebih lanjut.
Sesungguhnya, seperti yang hampir selalu terjadi, ada lebih banyak cerita daripada yang dilaporkan oleh media-media utama. Ada sejumlah pertanyaan yang tak terjawab dan inkonsistensi yang belum terungkap terhadap cerita “Manusia Haron Monis” dan petualangan penyanderaannya di Sydney, Australia.
1) Sosok Haron Monis (alias Manteghi Boroujerdi) adalah Syiah, bukan Sunni.
Terhadap laporan media utama dan resmi yang menunjukkan bahwa Monis adalah satu lagi teroris ISIS –sebagai satu bentuk teroris yang berusaha bangkit dan bergerak dengan sasaran serangan langsung di Barat, memperlihatkan sejumlah masalah dalam hal detail (data).
Media Barat melaporkan, di antara tuntutan menggelikan, Monis meminta diberi bendera ISIS yang diperlihatkan di kafe di kawasan bisnis Sydney. Masalahnya, bagaimanapun, adalah Monis adalah Syiah, bukan Sunni (media menyebutkan Haron Monis penganut Sunni, Red). Sunni merupakan keyakinan yang dipegang ISIS. Kedua keyakinan ini sama-sama memiliki unsur fundamentalisme, tetapi tidak bercampur.
Jadi apa alasannya, seorang Syiah (fundamentalis atau apa pun) meminta bendera ISIS guna menunjukkan tindakan kriminalnya kepada dunia?
2) Apakah Monis seorang Muslim “Liberal” atau “Fundamentalis”?
Sementara permintaannya yang tidak masuk akal terhadap bendera ISIS itu (yang dilakukan oleh orang Syiah guna menegaskan ia “kelompok ISIS”), ada ketidakkonsistenan media Barat menggambarkan sosok Monis. Hampir sepuluh tahun lalu, Monis diperkenalkan sebagai sosok Muslim liberal. Tetapi sejak tahun 2013, sosok Monis telah digambarkan sebagai sosok pembunuh, kemudian teroris. Kalau saja dua hal yang dilakukannya terakhir mungkin benar, tetapi penggambaran terhadap dirinya tetap saja bertentangan.
Tony Cartalucci dalam artikelnya “Siapa yang Menciptakan Karakter Kartun Sosok Haron Monis ‘Di Balik’ Krisis Pengepungan Sydney”, Monis telah memberikan pembicaraannya yang bersemangat tentang Barat di masa lalu; di Kanada, Amerika Serikat, dan Australia pada khususnya.
Dalam wawancara pada “Laporan Keagamaan” di ABC Australia, ia menyatakan, “… Kita dapat mengatakan Australia, Kanada, Inggris, Amerika Serikat, dan begitu banyak negara-negara Barat, adalah masyarakat religius. Mereka tidak mengatakan ‘Kami religius’, tetapi sebenarnya memiliki semangat agama. Kita bisa melihat semangat agama dalam masyarakat tersebut. Sementara di beberapa negara lain di Timur Tengah dan di Asia, mereka mengatakan, ‘Kami Islam dan memiliki nama Islam, tetapi sebenarnya mereka bukan masyarakat dan berpemerintahan religius. Kapan pun saya berjalan di jalanan, berada di luar di Australia, saya merasa berada dalam masyarakat religius yang nyata. Saya tidak ingin mengatakan, itu sempurna. Kita memang tidak memiliki masyarakat yang sempurna di bumi. Tetapi ketika kita membandingkan, jika kita membandingkan Australia dengan Iran dan negara-negara lain di Timur Tengah, kita dapat mengatakan Barat adalah surga.”
Sepertinya ini bukan kata-kata seorang teroris yang penuh kebencian terhadap Barat. Namun begitulah Monis telah digambarkan beberapa tahun kemudian. Jadi ada sedikit bukti bertentangan dari peristiwa penyerangan itu mengenai penggambaran terhadap Monis. Pertanyaannya kemudian, mengapa terdapat penggambaran kontradiktif tentang perilaku dan penggambaran media terhadap Monis.
3) Monis Bekerja untuk AS/NATO/Kepentingan Barat sebagai Alat Propaganda Terhadap Iran
Sebelum Monis menjadi bintang pemberitaan pada Minggu malam/Senin pagi lalu itu, ia telah bertindak sebagai sebagai agen propaganda terhadap pemerintah Iran, yang sedang menjadi incaran utama NATO dan Barat.
Tony Cartalucci menulis, “Sebelum Monis memainkan perannya sebagai kepala “hantu Muslim” di Australia, ia seorang bernama Manteghi Boroujerdi yang menjadi “korban” dari “rezim Iran” dan jatuh cinta dengan masyarakat Barat.
ABC Australia dalam “Laporan Keagamaan” tanggal 31 Januari 2001, memperkenalkan Monis /Boroujerdi sebagai berikut: “… Saat ini di Sydney kita berbicara dengan Ayatullah Boroujerdi Manteghi, seorang ulama Iran yang mengemban misi Islam liberal. Karena pandangannya itu telah menyebabkan istri dan dua anak perempuannya disandera di Iran.
Wawancara itu juga digunakan sebagai sarana propaganda Barat terhadap Iran. Wawancara itu ingin menunjukkan bahwa keluarga Monis/Boroujerdi dalam kondisi bahaya, dan Monis/Boroujerdi akan dieksekusi jika kembali ke Iran.
Kutipan Monis/Boroujerdi disampaikan beberapa kali, termasuk klaim Monis/Boroujerdi secara resmi dikaitkan dengan intelijen Iran:
“Di Iran, sebagian besar hidup saya terlibat dengan Kementerian Intelijen dan Keamanan,” kata Monis/Boroujerdi.
Dan ia menyebutkan telah melakukan kontak dengan PBB mengenai masalah keamanan di Iran:
“… Lebih dari empat tahun saya belum melihat keluarga saya, dan rezim Iran tidak membiarkan mereka keluar. Bahkan saya bisa mengatakan mereka disandera; sebagai sandera rezim Iran agar saya diam, karena saya memiliki beberapa informasi rahasia tentang pemerintah, dan tentang operasi teroris mereka dalam perang. Saya mengirim surat kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan seseorang atas nama Kofi Anan mengirim jawaban, dan mereka ingin melakukan sesuatu. Saya memiliki harapan dan selalu berdoa dan meminta Tuhan untuk memecahkan masalah saya. (bersambung)*
Penulis tinggal di Florence, Carolina Selatan, Amerika Serikat. Dia memiliki gelar sarjana dari Francis Marion University dan merupakan penulis dari enam buku: Codex Alimentarius — The End of Health Freedom, 7 Real Conspiracies, Five Sense Solutions and Dispatches From a Dissident, volume 1and volume 2, and The Road to Damascus: The Anglo-American Assault on Syria. Tulisannya ini dimuat di Global Research.