Sambungan artikel PERTAMA
Perubahan Akan Datang
Bagaimanapun juga, sektor sipil adalah dimana perubahan signifikan terjadi. Seperti di Damaskus, Latakia dan Jabla, hosseinieh (pusat pendidikan Syiah) meningkat jumlahnya. Pusat pendidikan tersebut bertujuan merekrut para Sunni, dan bahkan Alawiy (atau juga dikenal Nushairiyyah), Assad termasuk pengikut alirannya, untuk mengkoreksi Syiah dengan ceramah dan sejumlah kompensasi.
Sebagai gantinya, pemerintah mengeluarkan dekrit setahun lalu bahwa sekolah-sekolah agama negeri mengajarkan materi-materi Syiah.
Semua ini menyebabkan kekhawatiran dari Nushairiyah, yang mulai menyuarakan ketidaknyamanan mereka.
“Mereka membuat kami terbelakang. Kami bahakan tidak memakai turban dan kami buka Syiah,” komplain Nushairiyah di halaman Facebook Jableh News yang dikutip Der Spiegel.
Mereka juga mengomel ketika masjid Syiah dibuka di Lakatia dan seorang imam di sana mengumumkan: “Kami tidak membutuhkanmu. Kami membutuhkan anak dan cucumu.”
Sebagai tambahan, utusan-utusan asal Iran, baik secara langsung maupun melalui perantara, telah membeli sejumlah tanah dan gedung di Damaskus, termasuk hampir keseluruhan apa yang dulunya kampung Yahudi, dan mencoba untuk menempatkan penganut Syiah dari seluruh negeri di tempat tersebut.
Talib Ibrahim, seorang jurnalis Suriah dari komunitas Alawiy yang kabur ke Belanda bertahun-tahun yang lalu, menyimpulkan suasana sebagai beikut: “Assad menginginkan Iran sebagai pejuang, namun mereka semakin lama makin bertentangan secara ideologis dengan kepentingan domestik. Orang Rusia tidak seperti itu.”
Oleh karena itu Assad telah memutuskan untuk meletakkan nasibnya di tangan Rusia yang tidak bermasalah dengan agama. Rusia minggu lalu telah mengirim pesawat dan tentara ke pangkalan militer mereka yang didirikan di kota kecil Latakia dan memulai serangan-serangan udara.
Perjuangan melawan teror IS berfungsi sebagai dalih dari operasi tersebut, namun serangan udara awal tidak menargetkan IS sama sekali. Malahan, mereka terbang di area yang dikontrol oleh para pemberontak Suriah.
Confessional Cleaning
Namun memang patut dipertanyakan apakah pengaruh Iran di negara tersebut dapat dibalikkan. Negosiasi-negosiasi di kota Zabadani adalah demonstrasi betapa besar ‘Proyek Iran’ telah berkembang. Kota di barat laut Damaskus tersebut, yang telah dikepung selama tiga tahun sekarang, secara strategis penting bagi Hisbullah. Dikuasai oleh pemberontak, Zabadani merupakan perlambang rintangan terakhir namun signifikan yang menghalangi rencana Hisbullah untuk membawa seluruh wilayah perbatasan Suriah ke dalam kekuasaannya.
Pada awal Juli, Hisbullah memmulai serangan dalam skala besar ke Zabadani. Sebagai balasannya, pemberontak di Idlib mengepung, dan mulai menyerang, desa-desa Fua dan Kafraya, dimana lebih dari 10.000 anggota Syiah minoritas tinggal. Teheran kemudan turun tangan dan mulai bernegosiasi langsung dengan para pemberontak Suriah, termasuk Front Nusra. Kepemimpinan di Damaskus tidak dilibatkan dalam obrolan.*/Tika Af’idah (Bersambung)