Hidayatullah.com—Aksi pembunuhan cendekiawan Palestina Dr. Fadi Muhammad al-Batsh di Ibu Kota Malaysia, Kuala Lumpur, mengingatkan kembali kepada aksi-aksi pembunuhan yang dilakukan intelijen luar negeri Zionis Mossad terhadap para cendekiawan Arab dan Muslim.
Selama beberapa dekade terakhir, pembunuhan para cendekiawan dan akademisi Arab dan Muslim di tangan Mossad tidak pernah berhenti. ‘Israel’ telah menyediakan aset perangkat, peralatan, para spesialis dan dana untuk aksi-aksi tersebut. Karena ‘Israel’ tahu betul bahwa aksi-aksi tersebut adalah bagian dari perang permanen dan terbuka dalam strategi mereka yang terang-terangan dan terselubung terhadap Arab.
Aksi pembunuhan al-Batsh, meski belum terungkap pihak eksekutornya, namun sidik jari eksekutor dan tokoh yang menjadi target, mengarahkan kompas tuduhan kepada dinas intelijen ‘Israel’ Mossad, yang jelas menambah sederet pelanggaran yang dilakukan di sejumlah negara, selain pelanggaran kedaulatan negara-negara tersebut, dan itu mendapatkan perlindungan internasional dan hanya menghadapi sikap kecaman yang malu-malu, tidak lebih dari sekedar kutukan dan kecaman dari negara-negara yang menjadi target.
Strategi ‘Israel’
Operasi pembunuhan yang dilakukan ‘Israel’ tidak memperhitungkan kewarganegaraan sang cendekiawan atau afiliasi intelektualnya. Ini penting ‘Israel’ harus memonopoli keunggulan praktis dan militer untuk melestarikan entitasnya. Mungkin itu adalah satu-satunya yang telah melembagakan pembunuhan, maka diciptakanlah dinas khusus untuk melakukan operasi pembunuhan tersebut. Dan dibuatkan unit khusus pembunuhan di dalam dinas intelijen Mossad.
Pasca pendudukan Palestina tahun 1948, operasi pembunuhan telah menjadi kebijakan ‘Israel’ yang kokoh pada diri para pemimpinnya. Terlebih mereka ikut dalam sejumlah operasi pembunuhan tersebut. Dan di antara tokoh utama mereka adalah orang-orang yang menduduki kursi perdana menteri Zionis ‘Israel’, seperti Yitzhak Shamir, Yitzhak Rabin, Ariel Sharon, Shimon Peres dan Menachem Begin. Mereka bergabung dengan geng Zionis (Haganah, Stern dan Argun) dan geng-geng Zionis lainnya.
Dan begitulah, ‘Israel’ terus berusaha menggagalkan setiap upaya Arab untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan teknologi. ‘Israel’ terus berusaha menghalangi upaya mereka untuk mendapatkan energi nuklir, bahkan meskipun usaha itu untuk tujuan damai, pembangunan dan ilmiah di bawah pengawasan Badan Energi Internasional.
Menurut peneliti strategi di Pusat Nasional untuk Studi Timur Tengah, Hussein Ali Bahiri, operasi pembunuhan “‘Israel’” yang menarget para ilmuwan Arab dalam sepanjang sejarah, adalah karena adanya strategi “‘Israel’” yang didasarkan pada sejumlah kebijakan dan perangkat khusus untuk membunuh para cendekiawan Arab baik secara langsung melalui pelacakan dan pembunuhan para ilmuwan, atau secara tidak langsung dengan menawarkan semua upaya untuk merayu dan merangkul para ilmuwan tersebut dan merehabilitasi mereka untuk melayani kepentingan “‘Israel’”.
Dia melanjutkan, “Langkah-langkah ini digunakan untuk mempertahankan superioritas ‘Israel’ di berbagai bidang yang didukung Amerika. Hal ini yang mendorong mereka terus mengadopsi kebijakan pembunuhan terhadap para ilmuwan Arab. Bahkan sampai ‘Israel’ menekan negara-negara Barat untuk membatasi peluang bagi mahasiswa dunia ketiga, guna menolak masuknya mahasiswa Arab dalam studi yang bersifat strategis, dan menolak mereka mendaftarkan diri di tingkat studi-studi khusus yang meluluskan para ilmuwan atom dan roket.”
Operasi Pembunuhan Cendekiawan
Berikut ini adalah operasi pembunuhan paling menonjol yang dilakukan Zionis terhadap para cendekiawan Arab:
- Pembunuhan ilmuwan Mesir Mustafa Musharraf. Lahir di Damietta 11 Juli 1898. Seorang fisikawan Mesir yang paling terkenal. Dekan Mesir pertama di Fakultas Sains. Mendapatkan gelar profesor dari Universitas Kairo saat usianya baru tiga puluh tahun. Termasuk salah satu dari sedikit yang tahu rahasia fragmentasi atom. Satu dari yang menentang penggunaan atom dalam membuat senjata dalam perang. Dia juga yang pertama menambahkan gagasan “kemungkinan membuat bom hidrogen semacam itu.”
Baca: Mossad Dicurigai Berada Di Balik Pembunuhan Imam Palestina di Malaysia
- Pembunuhan ilmuwan Samira Moussa. Intelijen ‘Israel’ bekerja untuk melacak para ilmuwan Arab dan membuat rencana untuk membunuh mereka untuk mencegah negara mereka mendapatkan keuntungan dari keahlian ilmiah mereka. Seperti yang terjadi pada ilmuwan nuklir Mesir, Samira Moussa. Dia dibunuh melalui kecelakaan mobil pada tahun 1952. Dia memprihatinkan dan mengkhawatirkan ancaman kegiatan nuklir ‘Israel’ yang semakin meningkat.
- Pembunuhan ilmuwan atom Mesir Yahya Al-Mashhad pada tahun 1980. Dia lulus dari Departemen Listrik di Fakultas Teknik, University of Alexandria pada tahun 1952, dan terpilih untuk misi PhD ke London pada tahun 1956. Namun agresi tripartit di Mesir pada tahun 1956, membuatnya pindah ke Moskow dan menghabiskan waktu di sana selama 6 tahun. Kembali ke Mesir pada tahun 1963, dia mengkhususkan diri dalam rekayasa reaktor nuklir. Setelah kembali ke Kairo dia dipinjam oleh Universitas Baghdad selama 4 tahun. Namun otoritas Irak mempertahankannya dan bekerja untuk Perusahaan Energi Atom Iraq, selain mengajar di Fakultas Teknologi.
- Dia memikul tugas membangun program nuklir Iraq dan pergi ke Iraq setelah 1973, untuk membuat laboratorium khusus atom setelah menerima tawaran dari mantan Presiden “Saddam Hussein”. “‘Israel’” dan Amerika mengakui telah membunuh ilmuwan Mesir, Yahya Al-Mashhad. Pengakuai itu disampaikan secara resmi melalui film dokumenter yang disajikan Discovery Channel dengan judul “Raid on the Reactor”.
- Pembunuhan lima ilmuwan energi Suriah pada 10 Oktober 2014. Ketika adda berita tentang pertempuran di mata orang-orang Arab (Kubani) dan pemindahan pasukan dari Peshmerga Irak ke sana dan persistensi perdebatan atas peran Turki dan pembentukan pasukan koalisi internasional baru yang membom sejumlah wilayah di Suriah dan Iraq, ‘Israel’ melakukan pembunuhan para ilmuwan Suriah tersebut. Pembunuhan dilakukan dengan menarget bus besar di daerah Barza, Damaskus, yang berada di bawah kendali pemerintah Suriah. Aksi ini menyebabkan kematian lima orang, yang diketahui kemudian bahwa ternyata mereka adalah para ilmuwan nuklir di Suriah.
Serangkaian pembunuhan terhadap para ilmuwan Iraq selama beberapa tahun terakhir, dan kemudian terungkap Mossad ‘Israel’ berdiri di belakangnya.
- Pembunuhan ilmuwan Libanon Kamil Shabah, yang dijuluki dengans ebutan “Edison Arab“. Dia memiliki lebih dari 170 penelitian di bidang teknik listrik, dibunuh di Amerika Serikat pada tahun 1935.
- Pembunuhan ilmuwan Jamal Hamdan. Salah satu ilmuwan geografi Arab yang paling menonjol. Dia mengungkap fakta bahwa orang-orang Yahudi saat ini bukan keturunan Bani ‘Israel’ yang keluar dari al-Quds atau Yerusalem sebelum masehi. Namun mereka adalah keturunan kerajaan Khazar yang masuk agama Yahudi pada abad ke delapan masehi. Hal itu diungkap melalui banyak buku dan yang paling terkenal “Jews Anthropology”.

Baca: Kisah Duel Agen Mossad dengan Pengawal Khalid Misy’al
- Pembunuhan ilmuwan Tunisia, Muhammad Zawari, yang dibunuh oleh Mossad ‘Israel’ di Tunisia pada tahun 2016. Dia adalah arsitek yang mengembangkan pesawat tak berawak, selain proyek kapal selam berbaris yang dijalankan dari kejauhan. Setelah pembunuhan tersebut, diketahui perannya dalam mensupervisi pengembangan industri pesawat terbang tanpa awak dalam proyek unit manufaktur di Brigade al-Qassam, yang disebut “ababeel-1”.
Sejak awal tahun ini (2018) terjadi serangkaian pembunuhan yang memicu kecurigaan akan peran Mossad, yang ditengarai berdiri di belakang aksi-aksi tersebut, yaitu:
- Pembunuhan M. Hisham Salim Murad, seorang mahasiswa fisika nuklir Libanon, dibunuh di Perancis pada 28 Februari 2018.
- Pembunuhan Hassan Ali Khairuddin, seorang mahasiswa Libanon di Kanada, dibunuh pada 25 Februari 2018, karena disertasi doktornya tentang dominasi Yahudi terhadap ekonomi dunia, yang sebelumnya dia diancam apabila melanjutkan penelitiannya tentang orang Yahudi.
- Pembunuhan M. Iman Hossam al-Raza, cendekiawan wanita Palestina. Mayatnya ditemukan di kota Ramallah pada 25 Mareet 2018. Bekerja sebagai konsultan kimia, ditangkap oleh seorang perwira intelijen “‘Israel’” sesaat sebelum kematiannya.
- Fadi Muhammad al-Batsh, seorang insinyur di bidang teknik listrik, dibunuh pada hari Sabtu, 21 April 2018, ketika dalam perjalanan menuju masjid untuk melaksanakan shalat subuh di Malaysia.* Artikel dimuat di Palestin Information Centre (PIC)