Hidayatullah.com– Aktivis Malapetaka Limabelas Januari (Malari) 1974, Salim Hutadjulu, mengatakan, reaksi umat Islam atas penistaan agama adalah wajar.
Pasalnya, jelas dia, siapapun tidak akan rela jika agamanya dihina. Siapapun yang dihina pasti akan menimbulkan kemarahan.
Hal itu ia katakan pada acara “malam keprihatinan” di Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat, Jumat (11/11/2016) semalam.
Salim Hutadjulu pun tak sepakat dengan tuduhan bahwa Aksi Bela Islam II pada Jumat pekan lalu (Aksi Damai 411) merupakan aksi bayaran.
“Saya bukan sok agama. Nanti kali orang lain ada agamanya dihina pasti dia marah. Ini kok dituduh dibayar? Jangan sembarangan nuduh dong!” kata Salim.
Sumber Dana Aksi Bela Islam: Celengan Warga dan Sumbangan Tukang Ojek Rp 10 Ribu
Ia mengatakan, kasus dugaan penistaan agama oleh Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), mampu menimbulkan reaksi masyarakat secara meluas.
“Hebatnya ini, kan, soal penistaan agama, tapi demonya bukan hanya di Jakarta, tapi juga di daerah,” ungkapnya.
Salim mengaku, sebagai aktivis dirinya masih tetap konsisten dan konsekuen untuk pro terhadap rakyat.
Soal Dana Aksi Bela Islam II, GNPF-MUI Mengaku Dipelintir Kaum Liberal
Demokrasi Indonesia Sekarat
Sementara itu, Ketua Presidium Sekretariat Bersama Aktivis (Sekber Aktivis) untuk Indonesia, Ari Wibowo, mengungkapkan, supremasi hukum yang menjadi panglima demokrasi saat ini sedang sekarat.
“Berbagai kasus hukum, terutama kasus penistaan agama, mengindikasikan adanya kemunduran dalam penegakan supremasi hukum,” ujar Ari.
Ia menambahkan, proses demokrasi di Tanah Air saat ini jalan di tempat bahkan mundur.
Ia pun mengecam penangkapan para kader mahasiswa yang merupakan cara-cara represif model rezim Orde Baru.
“Penangkapan-penangkapan yang telah terjadi itu adalah cara Orde Baru dalam pendekatan keamanannya,” tutur aktivis mahasiswa ini.* Ali Muhtadin