Hidayatullah.com–Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tidak terikat dengan ‘daftar teroris’ yang telah dikeluarkan Arab Saudi dan tiga negara Arab lain.
Juru bicara Sekjen PBB, Stephane Dujarric mengatakan, ia telah membaca laporan media bahwa empat Negara Arab menuduh tiga badan amal yang berbasis di Qatar terlibat dalam ‘terorisme’.
Badan Amal Qatar, disebutnya sebagai organisasi sukarela terbesar di negara itu, yang telah bekerja secara luas dengan pihak UNHCR, UNICEF dan Program Pangan Dunia, Oxfam, CARE dan USAID.
Yayasan Amal Sheikh Eid Al-Thani dan Yayasan Sheikh Thani Bin Abdullah untuk layanan kemanusiaan sebelumnya dimasukkan ‘daftar hitam’ oleh Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), Mesir dan Bahrain.
“PBB hanya terikat ke daftar sanksi yang dikeluarkan bersama oleh Dewan Keamanan PBB. Kami tidak terikat dengan daftar lain.
“Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB sejak bertahun-tahun mengadakan kerjasama kokoh dengan organisasi itu,” katanya dikutip Aljazeera hari Kamis.
Pemerintah Qatar sendiri menolak tuduhan Saudi CS mendukung individu dan kelompok yang baru saja memasukkan daftar hitam setelah empat Negara Teluk memutus hubungan dengan Doha di tengah krisis diplomatik besar.
“Pernyataan gabungan baru-baru ini yang dikeluarkan oleh Arab Saudi, Bahrain, Mesir, dan UEA mengenai ‘daftar pengawasan keuangan teror’ sekali lagi memperkuat tuduhan tak berdasar yang sebenarnya tidak memiliki landasan,” kata pemerintah Qatar.
“Posisi kami dalam melawan terorisme lebih kuat daripada banyak penandatangan pernyataan bersama – sebuah fakta yang telah diabaikan oleh para penulis,” ujar pihak Qatar dikutip Aljazeera.
Sejak didirikan tahun 1984, Badan Amal Qatar dikabarkan telah memberi bantuan 213.750 anak yatim sampai mereka dewasa dan juga telah membangun lebih 621 sekolah di seluruh dunia.
Pada 2014, PBB mencantumkan badan amal itu di tempat pertama karena bantuan yang diberikan pada korban perang di Suriah, Palestina dan Somalia.
Sejak dimulainya krisis Suriah lebih enam tahun lalu, Badan Amal Qatar membantu lebih delapan juta warga negara itu, ujar PBB.*