Hidayatullah.com–Inalillahi wa inna ilaihi rojiuun. Indonesia dan umat Islam kembali kehilangan salah satu tokoh pemberani yang pernah dianiaya di era Orde Baru, AM Fatwa dipanggil Allah Subhanahu Wata’ala hari Kamis (14/12/2017) pukul 06.25 WIB.
Pria kelahiran Bone, Sulawesi Selatan 12 Februari 1939 bernama lengkap Andi Mappetahang Fatwa ini mengembuskan nafas terakhirnya di Rumah Sakit MMC, Jakarta.
“Telah kembali ke rahmatullah Bpk AM Fatwa hari ini, Kamis 14 Desember 2017, jam 06.00 wib di RS MMC. Semoga Allah swt mengampuni segala khilaf dan dosanya, diterima amal ibadahnya, dilapangkan kuburnya, dan ditempatkan di surgaNya,” tulis akun resmi DPD RI, @DPDRI.
Baca: AM Fatwa: Jangan Jadikan Pancasila Alat Pemukuk Kelompok Tertentu
Rekan AM Fatwa di DPD, Fahira Idris juga menyampaikan bela sungkawa di akun twitter @fahiraidris. “Innalillahi wa inna ilaihi rojiun Allahummagh firlahu warhamhu wa’afihi wa’fu’anhu. Turut bduka cita yg mdalam atas wafatnya Yth. Senator Bp AM. FATWA. Smg almarhum Husnul Khotimah, diterima di sisi ALLAH SWT, dilapangkan kuburnya.”
“Innalillahi wa inna ilaihi raajiun. Telah meninggal dunia ayahanda AM Fatwa pukul 6.25 wib hari ini di rumah sakit MMC Jakarta. Mohon dibukakan pintu maaf dan mudah2an ayah mendapat tempat terbaik di sisi Allah swt,” ujar putri AM Fatwa, Dian Islamiati yang beredar di grup Whatsapp.
AM Fatwa merupakan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI. Senator dari DKI Jakarta dan dipercaya memimpin Badan Kehormatan (BK) DPD.
Almarhum dikenal sebagai icon perlawanan Rezim Orde Lama dan Orde Baru, ketika militer masih kuat dan dominan.
AM Fatwa pernah didudukan secara paksa oleh rezim otoriter Orde Baru dalam kasus Tanjung Priok berdarah tahun 1984. Dalam kasus ini, dia banyak mengalamni penyiksaan, penuntutan dan pengadilan yang tidak jujur.
Guna membantah tuduhan rezim otoriter Orde Baru, mantan Ketua MPR 2004-2009 ini harus membuat pledoi setebal 1.118 halaman,yang dibacanya sendiri di pengadilan tanpa bantuan orang lain, tanpa istirahat hingga menjelang tengah malam. Dalam pledoinya dia menuturkan mengalami penyerangan oleh rezim yang represif dan militer.
Ia juga mengalami terror dan tekanan. Dalam sebuah wawancara, Fatwa mengaku diteror intel yang menyamar menjadi preman hingga gegar otak. Yang paling parah saat menyetir, dia dibacok pakai celurit oleh orang tidak dikenal.
“Mandi darah saya. Kemudian, saya ke rumah sakit Angkatan Laut. Yang mendorong saya ke ruang operasi itu dua jendral purnawirawan Jendral Ali Sadikin dan Letnal Jendral HN Darsono. Itu waktu saya sekretaris Petisi 50,” ujarnya atas usaha pembunuhan yang gagal kepada laman merdeka, Maret 2017.
Semoga Allah menghapus dosanya, meringankan hisabnya dan menerima semua perjuangannya.*