Hidayatullah.com– Nama Meiliana belakangan jadi buah bibir di media sosial. Lantaran warga Tanjungbalai, Sumatera Utara, ini divonis Pengadilan Negeri Medan 18 bulan penjara karena terbukti melanggar pasal 156A KUHP tentang penodaan agama.
Segelintir kalangan mengecam vonis itu karena Meiliana dianggap hanya mengeluhkan volume suara adzan yang terlalu keras, sehingga bukan penodaan agama. Benarkah kasus Meiliana hanya sekadar begitu?
Berikut dialog berisi keluhan Meiliana kepada Haris, pengurus BKM Masjid Al-Maksum Tanjungbalai pada tanggal 29 Juli 2016 lalu:
Baca: MUI Minta Semua Pihak Menghormati Vonis 18 Bulan Penjara Meiliana
Pak Haris: Ada Bapak atau Mamak?
Anak Meiliana : Ada
Pak Haris : Katanya di rumah ini ada yang keberatan suara adzan dari masjid?
Anak Meiliana : Iya lho, itu masjid bikin bising, tidak tenang, bikin rebut saja.
Pak Haris : Lho, itu kan rumah ibadah, umat Muslim mengumandangkan adzan ada lima kali
sehari.
(Tak berapa lama kemudian muncul saudari Meiliana dengan
ucapan keras menjawab)
Meiliana : Lu ya, lu ya (maksudnya kamu, sambil telunjuk tangannya menunjuk muka Pak Haris Tua
Marpaung) kita sudah sama-sama dewasa, ini negara hukum, itu masjid bikin telinga gua pekak, sakit kuping saya. Hari-hari ribut, pagi ribut, siang ribut, malam ribut, bikin gua tidak tenang.
Pak Haris : Jangan gitu lho. Kami umat Islam kalau mau shalat dipanggil melalui suara adzan. Ada lima waktu sehari semalam. Lagi pula kami pun kalau kalian ibadah pakai bakar-bakar dupa, abunya berterbangan ke sana ke mari. Tambah juga dengan suara bunyi-bunyi kami tidak keberatan.
Baca: Meiliana Divonis 1,6 Tahun Bui, Diminta Tidak Dipolitisasi
Dialog di atas bersumber dari Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Sumut. Komisi Fatwa MUI Sumut mendapatkan transkrip percakapan itu dari MUI Tanjungbalai.
“Ucapan/ujaran yang disampaikan oleh Saudari Meiliana atas suara adzan yang berasal dari masjid al-Maksum Jl Karya Kota Tanjungbalai pada tanggal 29 Juli 2016 adalah perendahan, penodaan, dan penistaan terhadap syariat agama Islam,” bunyi fatwa MUI Sumut nomor 001/KF/MUI-SU/I/2017.
Baca: Anggota DPRD Pesan Etnis Tionghoa Tanjungbalai Kurangi Sikap Eksklusif
MUI meminta kepada semua pihak untuk menghormati putusan Pengadilan Negeri Medan yang memvonis Meiliana penjara selama 18 bulan atas kasus penistaan agama.
MUI menyesalkan banyak pihak yang berkomentar tanpa mengetahui duduk perkara yang sebenarnya. Sehingga pernyataannya bias dan menimbulkan kegaduhan dan pertentangan di tengah-tengah masyarakat.
Seakan-akan masalahnya hanya sebatas pada keluhan Meiliana terkait dengan volume suara adzan yang dianggap terlalu keras.
Baca: Soal Kerusuhan Tanjungbalai, Umat Islam Jangan Mau Dipecah
“Jika masalahnya hanya sebatas keluhan volume suara adzan terlalu keras, saya yakin tidak sampai masuk wilayah penodaan agama, tetapi sangat berbeda jika keluhannya itu dengan menggunakan kalimat dan kata-kata yang sarkastik dan bernada ejekan, maka keluhannya itu bisa dijerat pasal tindak pidana penodaan agama,” ujar Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Sa’adi dalam pernyataannya diterima hidayatullah.com, Jumat (24/08/2018).
Diketahui, ulah Meiliana tersebut kemudian memicu terjadinya kerusuhan besar di Tanjungbalai sekitar dua tahu lalu. Sejumlah rumah ibadah terbakar saat kerusuhan.* Andi