Hidayatullah.com– Mantan Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Dr. Adriana Elisabeth, menyampaikan, LIPI sudah memetakan persoalan di Papua.
Salah satu masalahnya memang pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
Kasus terorisme penembakan puluhan pekerja di Kabupaten Nduga belum lama ini, menurutnya seperti mengkonfirmasi temuannya di tahun 2009, bahwa kekerasan di Papua masih terjadi.
Ada 11 rekomendasi LIPI soal pemetaan masalah Papua yang disampaikan kepada pemerintah.
Dari 11 rekomendasi itu, kata Adriana, baru dua yang diadopsi pemerintah, yakni pembebasan tahanan politik (tapol) dan pembukaan akses jurnalis internasional mengunjungi Papua.
Menurutnya ini sudah sebuah kemajuan. Tapi tentu masih cerita panjang, kata dia, untuk mengatasi masalah yang ada di Papua.
Adriana menuturkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 15 agustus 2017, menunjuk tiga orang untuk menyiapkan dialog sektoral, guna membicarakan isu pembangunan khusunya ihwal kesehatan dan pendidikan.
Di sini ada perbedaan pandangan antara LIPI dengan tim Jokowi tadi.
“Tim itu lebih fokus pada isu pembangunan. Kalau LIPI, termasuk yang didialogkan adalah isu HAM,” tutur Adriana dalam diskusi publik kasus penembakan Paniai di kantor Amnesty Internasional Indonesia, Jakarta, Jumat (07/11/2018).
Sehingga menurutnya, ada kesan pemerintah mau mulai menyelesaikan persoalan Papua dari isu yang soft dulu, seperti pembangunan. Sementara isu HAM dianggap isu yang lebih berat.
Tapi Adriana terakhir mendengar ada keinginan pemerintah mau mengatasi dua masalah itu secara bertahap.
“Proposal LIPI agak berbeda. Kami bilang, tidak harus menunggu soft issue itu selesai. Tapi bisa mulai dari isu HAM,” ujarnya. “Tapi itu tadi saya bilang, ada kesan ketika bicara HAM, pemerintah pasti akan ada pada posisi yang salah.”
Itu yang menurut Adriana jadi menyulitkan penanganan masalah Papua. Ditambah lagi, kata dia, ada kerumitan dalam hal kewenangan di setiap kementerian lembaga.
“Komnas HAM aja sangat terikat dengan tugas dan fungsinya yang sangat terbatas. Sementara lembaga lain tidak merespons secara cepat. Itu menyebabkan kasus Paniai ini tertunda begitu lama,” ujarnya.
Padahal setelah itu, lanjutnya, ada kasus-kasus baru yang datang dan berulang. Terutama kejadian yang penuh kekerasan. Ini, kata dia, menjadi catatan penting pertama LIPI.
“Penting menghentikan kekerasan di Papua apapun alasan dan siapapun pelakunya harus ditindak tegas secara hukum,” tegasnya.* Andi